FAQs Contact Details  |  Campaign Spotlights  |  Campaign Documents  |  Action Updates  Our Organisations  About Us 
4 The Theys murder verdict: The TNI view
4 Komnas HAM Diminta Membentuk KPP HAM Kasus Theys
4 Soldiers jailed for murder of Papuan activist
4 Berkasnya Dibacakan, Terdakwa Kasus Theys Semaput
4 Dansatgas Tribuana Divonis 3,5 Tahun Penjara dan Dipecat
4 Tiga Anggota Kopassus Divonis Dua Hingga Tiga Tahun Enam Bulan
4 Kasus Theys - Anggota Kopassus Ajukan Banding
4 Empat Anggota Kopassus Divonis 3-3,6 Tahun Penjara
4 Empat Anggota Kopassus Menyatakan Banding
4 Tembak Saksi Theys, Prajurit Kopassus Ditahan Polisi Militer
4 Markas Tribuana Diduga Jadi Alat Kejahatan Kemanusiaan
4 Puspom TNI Nilai Kasus Theys Kriminal Biasa
 

The Theys murder verdict: The TNI view

detik.com, 23 April 2003
Reporter M. Rizai Maslan
Translated by TAPOL

Although they have been convicted for the murder of the chairman of the Papaun Presidium Counicil, the convicted men are seen differently in the eyes of the chief of staff of the army, General Ryamizard Ryacudu. In his eyes, these men are heroes.

'I don't know, people say they did wrong, they broke the law. What law? Okay, we are a state based on the rule of law, so they have been punished. But for me, they are heroes because the person they killed was a rebel leader.'

This view was expressed by the former commander of Kostrad, speaking on the occasion of the installation of Lt.General Darsono as deputy chief of staff on 23 April.

'If they have to be punished, keep it light, nothing heavy like being court-martialed. That can't be right. We oppose rebels. If their leader dies by improper means, okay, they have to be punished.'

The chief of staff also wondered why no action has been taken against the rebels. These days, he lamented, the military are the victims because no action is being taken against rebel actions. 'For a long time, there has been no punishment for people who raise flags, rebel. Nothing is done, ' he said, and in the end, the TNI gets clobbered. If the state had acted, such things wouldn't happen. 

On the same occasion Commander General of Kopassus, Major-General Sriyanto said he had to contain himself when we heard about the conviction of some of his men. 'I was saddened that some of my men who were sent as non-organic troops to help the Trikora military command defend the Unitary State of Indonesia (NKRI) had become victims.'

He said his men had tried to persuade Theys not to proclaim an Independent Papua on 1 December 2002 (sic) or that he should at least postpone this. ' But things happened differently on the ground.' Commenting on what would now follow after the verdict, Sriyanto said the rights of the convicted men were under consideration. 'Of course, we will appeal against the verdict.

As reported earlier, seven soldiers from Tribuana Satgas Papua who were accused in connection with the death of Theys were sentenced to between three and three and a half years. Some of them were also discharged, including the Tribuana commander, Lt.Colonel Hartomo.


Komnas HAM Diminta Membentuk KPP HAM Kasus Theys


Penulis : Gatot Prihanto 
detikcom - Jakarta, Kasus pembunuhan Ketua Presidium Dewan Papua (PDP) Theys Hiyo Eluay telah disidangkan dan pelakunya dihukum. Namun persidangan kasus Theys ini dinilai telah dibelokkan dari kasus pelanggaran HAM berat menjadi menjadi kriminal biasa. 

Karena itu para aktivis HAM yan tergabung dalam Solidaritas Nasional untuk Papua (SNUP) meminta Komnas HAM membentuk Komisi Penyelidik Pelanggaran (KPP) HAM kasus Theys. 

Permintaan ini disampaikan SNUP dalam jumpa pers di LBH Jakarta, Jl. Diponegoro, Jakarta Pusat, Selasa (22/4/2003). Jumpa pers digelar untuk menanggapi jalannya persidangan kasus Theys di Mahkamah Militer Tinggi (Mahmilti) III Surabaya. 

Persidangan itu berakhir Senin kemarin dengan vonis 3 tahun 6 bulan penjara untuk terdakwa I Letkol (Inf) Hartomo. Sedang terdakwa II dan III, yakni Kapten (Inf) Rionardo dan Sertu Asrial, dijatuhi hukuman 3 tahun penjara. Dan terdakwa IV, Praka Ahmad Zulfahmi, divonis 3 tahun 6 bulan penjara. 

Menurut Koordinator SNUP, Emmy Sahertian, persidangan kasus Theys tidak menyentuh akar masalah sebenarnya. Kasus ini dianggap pemerintah sebagai kasus kriminal biasa. Padahal sebenanya kasus pembunuhan Theys ini bagian dari operasi yang dilakukan negara terhadap orang-orang yang menginginkan kemerdekaan Papua. 

"Theys merupakan salah satu target dari operasi yang dikeluarkan Depdagri pada 9 Juni 2000 dan Operasi Adil Matoa II," kata Emmy seraya menyatakan bahwa kasus pembunuhan terhadap Theys merupakan bentuk pelanggaran HAM berat yang dilakukan negara secara sistematis. 

Sedang Bonar Togar Naipospos, juga dari SNUP, melihat Komisi Penyelidik Nasional (KPN) yang dibentuk pemerintah turut membantu dalam penyimpangan penyidikan kasus Theys. Karena KPN adalah salah stau tim yang terlibat dalam penyidikan kasus ini. 

Oleh karena itulah SNUP meminta Komnas HAM membentuk KPP HAM kasus They. Pembentukan KPP HAM kasus Theys ini sesuai pasal 18 ayat 1 UU NO.26/2000 tentang Peradilan HAM, bahwa penyelidikan terhadap kasus pelangaran HAM berat dilakukan oleh Komnas HAM. 


ABC Radio Australia News 21/04/2003 19:25:47

Soldiers jailed for murder of Papuan activist

An Indonesian military tribunal has jailed four special forces soldiers for killing Papuan pro-independence leader Theys Eluay in November 2001.

Lieutenant Colonel Hartomo and Private Achmad Zulfahmi were jailed for 42 months and discharged from the army. Captain Rionardo and First Sergeant Asrial were jailed for three years but not discharged. Mr Eluay was killed while being driven home from a dinner hosted at the Kopassus headquarters in the Papuan provincial capital, Jayapura. His body was found the following day. Defence lawyers say they will appeal the verdicts.


Dansatgas Tribuana Divonis 3,5 Tahun Penjara dan Dipecat

Penulis : Budi Sugiharto 

detikcom - Jakarta, Terdakwa I kasus terbunuhnya Ketua Presidium Dewan Papua (PDP) Theys Hiyo Eluay, Letkol (Inf) Hartomo, divonis hukuman 3 tahun 6 bulan penjara oleh majelis hakim Mahkamah Militer Tinggi (Mahmilti) III Surabaya. Selain itu, mantan Komandan Satuan Tugas (Dansatgas) Komando Pasukan Khusus (Kopassus) Tribuana Papua itu juga diberhentikan dari dinas militer. 

Sedangkan terdakwa II dan III yakni Kapten (Inf) Rionardo dan Sertu Asrial dijatuhi hukuman 3 tahun penjara. Terdakwa IV, Praka Ahmad Zulfahmi, divonis 3 tahun 6 bulan penjara. Ajudan Hartomo saat kasus Theys terjadi itu juga dipecat dari dinas militer. 

Vonis itu dibacakan oleh ketua majelis hakim Kolonel CHK Yamini dalam sidang di Mahmilti Surabaya, Jl. HR Muhammad, Surabaya, Senin (21/4/2003). Sidang putusan terhadap 4 terdakwa yang dimulai sejak pukul 09.30 WIB itu baru berakhir pukul 14.00 WIB. 

Menurut hakim, hal-hal yang memberatkan hukuman terdakwa adalah para terdakwa dinilai mencemarkan nama baik korps TNI, khususnya TNI AD. Terdakwa juga dianggap tidak menunjukkan rasa bersalah atau menyesal atas perbuatannya. Para terdakwa beralasan melakukan tindakan terhadap Theys untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). 

Sedangkan alasan yang meringankan terdakwa karena para terdakwa berusia muda dan memiliki prestasi dalam operasi di lapangan. 

Dalam putusannya, hakim menetapkan keempat terdakwa terbukti sah secara bersama melakukan tindak pidana penganiayaan yang menyebabkan kematian. Selain itu, ikut membantu serta memberi kesempatan dan sarana terhadap penganiayaan tersebut. 

Majelis hakim kemudian menanyakan kepada keempat terdakwa apakah menerima putusan atau tidak. Para terdakwa lalu berkonsultasi dengan kuasa hukumnya. Salah seorang kuasa hukum, Hotma Sitompoel, menyatakan menolak putusan hakim dan mengajukan banding. 

Usai persidangan, Hotma mengatakan, putusan hakim lebih banyak dilandasi logika hukum, namun tidak pernah dibuktikan secara hukum. Ia merujuk apakah ada saksi yang mengetahui para terdakwa melakukan pembunuhan terhadap Theys. Atau ketika ada suara tembakan, harus dibuktikan dulu apakah letusan itu yang membunuh korban atau ada tembakan lainnya. 

Jadi tidak ada satu pun keterangan yang menyebutkan para terdakwa yang melakukan pembunuhan. Visum korban juga cacat, kata mantan pengacara Akbar Tandjung tersebut. 

Untuk diketahui, vonis terhadap Hartomo lebih berat dibanding tuntutan oditur militer yaitu 2,5 tahun penjara tanpa pemecatan dari dinas militer. Demikian pula halnya terhadap Ahmad Zulfahmi. Ia sebelumnya dituntut 3 tahun penjara dan dipecat. Alasan hakim karena Zulfahmi tidak mampu mengendalikan emosi.


Berkasnya Dibacakan, Terdakwa Kasus Theys Semaput

Penulis : Budi Sugiharto 

detikcom - Jakarta, Sidang putusan kasus pembunuhan Ketua Presidium Dewan Papua (PDP), Theys Hiyo Eluay, di Mahkamah Militer Tinggi (Mahmilti) Surabaya, Jl. HR Muhammad, sempat heboh. Pasalnya, terdakwa Letkol (Inf) Hartomo tiba-tiba semaput saat berkasnya dibacakan. 

Ceritanya, sidang yang dipimpin ketua majelis hakim Kolonel (CHK) Yamini tersebut dimulai dengan pembacaan berkas perkara dan mendengarkan keterangan saksi-saksi terhadap empat terdakwa. Mereka adalah Letkol (Inf) Hartomo, Kapten (Inf) Rionardo, Sertu (Inf) Asrial dan Praka (Inf) Ahmad Zulfahmi. 

Seperti biasa, para terdakwa berdiri tegak di hadapan majelis hakim dalam posisi istirahat. Nah, saat didengarkan keterangan seorang saksi, Hartomo mengangkat tangan meminta izin ketua majelis hakim untuk meninggalkan ruang sidang. 

Hakim lalu mengizinkan. Namun ketika baru melangkah, tiba-tiba Hartomo yang sebelumnya dituntut 2,5 tahun penjara, lunglai dan sempoyongan. Spontan, ketiga terdakwa lainnya membantu Hartomo. Perwira menengah itu kemudian dibawa ke ruangan lain untuk mendapatkan perawatan. 

Akibatnya, sidang yang dimulai sekitar pukul 09.30 WIB, Senin (21/4/2003), tersebut sempat diskors sekitar 15 menit. Seorang petugas yang mengawal Hartomo, membantah kalau yang bersangkutan pingsan. Nggak pingsan, cuma perutnya tidak enak saja, katanya. 

Setelah mendapat perawatan, akhirnya Hartomo kembali masuk ruang sidang. Saat ditanya hakim apakah siap mengikuti sidang, Hartomo menjawab siap. Saat ditawari duduk, ia menolak. Tidak, siap berdiri, tandas perwira Komando Pasukan Khusus (Kopassus) itu. 

Kuasa hukum terdakwa Hotma Sitompoel kemudian mengusulkan agar setiap 30 menit posisi terdakwa diubah dan diberi kesempatan istirahat. Namun menurut hakim tidak harus 30 menit. Bila terdakwa mengalami gangguan, kuasa hukum bisa mengajukan istirahat, tanpa harus menunggu 30 menit. 

Rencananya, hari ini Mahmilti Surabaya akan memutus perkara atas 7 terdakwa. Selain keempat terdakwa di atas, ketiga terdakwa lainnya adalah Mayor (Inf) Doni Hutabarat, Lettu (Inf) Agus Suprianto dan Sertu (Inf) Laurensius Li. 

Dihadiri Danjen Kopassus 

Sidang kali ini juga terasa lebih istimewa. Inilah pertama kalinya sidang kasus Theys dihadiri langsung oleh Danjen Kopassus, Mayjen TNI Sriyanto. Menurut Sriyanto, dirinya akan menghormati apapun vonis terhadap ke-7 anak buahnya. 

Namun kita akan mempelajari apa hak-hak kita. Apakah perlu banding atau tidak, akan kita pelajari. Kita tunggu saja vonisnya, kata Sriyanto, yang pernah disebut-sebut terlibat kasus Tanjung Priok ini. 

Ditambahkan, tindakan ke-7 terdakwa itu tidak akan mempenngaruhi anggota Kopassus lainnya dalam menjalankan operasi di lapangan. Saya jamin tidak mengganggu. Adanya bias ini sebuah risiko, imbuhnya. 

Sriyanto juga mengaku kedatangan dirinya untuk memberikan dukungan moral terhadap anak buahnya. Ia menampik kedatangannya akan mengintervensi putusan oditur militer. Tidak ada intervensi, semuanya kita serahkan pada proses hukum yang berlaku, tandas Sriyanto. http://www.detik.com/peristiwa/2003/04/21/20030421-123247.shtml 


Senin, 21 April 2003, 18:47 WIB

Tiga Anggota Kopassus Divonis Dua Hingga Tiga Tahun Enam Bulan

Surabaya, Senin

Tiga dari tujuh anggota Kopassus yang menjadi terdakwa dalam kasus pembunuhan Ketua Presidium Dewan Papua (PDP) Theys Hiyo Eluay divonis hukuman dua hingga tiga tahun enam bulan hukuman penjara di Mahkamah Militer Tinggi (Mahmilti) III Surabaya, Senin (21/4).

Majelis hakim yang dipimpin Kolonel (CHK) Yamini, SH itu memutuskan hukuman 3,6 tahun serta dipecat dari dinas militer kepada Mayor (Inf) Doni Hutabarat dan Lettu (Inf) Agus Supriyanto dan hukuman dua tahun untuk Sertu Laurensius LI.

Sebagaimana putusan sebelumnya, hukuman itu dikurangi masa tahanan selama proses pemeriksaan maupun persidangan. Sebelumnya Mayor Doni Hutabarat dituntut 2,6 tahun, Lettu Agus Supriyato tiga tahun plus diusulkan dipecat dari anggota TNI dan Sertu Laurensius LI dua tahun.

Beratnya hukuman untuk terdakwa Doni itu menurut majelis hakim karena sebagai komandan lapangan dirinya tidak memikirkan jalan lain yang tidak bertentangan dengan hukum dalam melakukan penggalangan dan membiarkan anggotanya melakukan pelanggaran hukum sehingga membahayakan tugas TNI di masa depan.

"Sementara terdakwa II (Agus), tidak dapat mengendalikan tugas anggotanya sehingga tidak layak untuk dipertahankan dalam dinas militer. Untuk terdakwa III masih layak untuk dibina dalam dinas militer," kata Kolonel Yamini.

Pada kesempatan itu, majelis hakim juga mengemukakan hal-hal yang meringankan para terdakwa, yakni masih muda, belum pernah dihukum dan pernah berjasa dalam tugas kenegaraan.

"Sementara yang memberatkan adalah, para terdakwa kurang memperhatikan pelindungan terhadap HAM, perbuatannya dapat merusak citra Indonesia dan TNI serta selama di persidangan tidak menunjukkan rasa bersalah serta perbuatan mereka telah menimbulkan luka mendalam bagi keluarga Theys," ucapnya.

Menanggapi putusan tersebut, tim penasihat hukum Kopassus langsung menolak dan menyatakan banding di pengadilan lebih tinggi, sementara Oditur Militer Tinggi (Odmilti) Kolonel (CHK) Haryanto, SH, MH masih menyatakan pikir-pikir.

Pembacaan vonis untuk tiga tersangka itu lebih cepat dari sebelumnya karena banyak hal yang tidak ikut dibacakan. Sidang tersebut dimulai sekitar pukul 15.00 dan berakhir pukul 17.45 WIB.(Ant/nik)


Senin, 21 April 2003, 15:23 WIB

Kasus Theys - Anggota Kopassus Ajukan Banding

Surabaya, Senin

Tim penasihat hukum empat dari tujuh anggota Kopassus yang didakwa membunuh Ketua Presidium Dewan Papua (PDP) Theys Hiyo Eluay menyatakan banding atas vonis tiga hingga 3,6 tahun yang dijatuhkan majelis hakim di Mahkamah Militer Tinggi (Mahmilti) III Surabaya, Senin (21/4).

"Kami tidak menerima atau menolak putusan majelis hakim dan menyatakan banding," kata Hotma Sitompoel, salah seorang penasehat hukum Kopassus dalam sidang yang dipimpin Kolonel (CHK) Yamini, SH itu.

Kepada wartawan, Hotma mengatakan bahwa putusan hakim itu hanya berdasarkan logika hukum yang tanpa didukung oleh fakta dan kesaksian sehingga hal tersebut menjadi pelajaran berharga bagi dunia peradilan.

"Misalnya saya pegang pistol kemudian ada bunyi pistol dan si A mati. Karena menggunakan logika, maka saya dituduh telah membunuh si A, tanpa didukung adanya fakta dan bukti yang kuat. Harus dibuktikan matinya jam berapa dan apa penyebabnya," ucapnya.

Ia juga mengungkapkan hasil visum yang menyebutkan bahwa penyebab kematian Theys itu harus dibukitkian dengan melihat pemeriksaan jantung. Hotma mengatakan, tidak bisa berkomentar banyak atas putusan yang dihadiri sejumlah petinggi TNI itu.

Sementara Oditur Militer Tinggi (Odmilti) Kolonel (CHK) Haryanto, SH, MH menyatakan masih pikir-pikir atas putusan hakim tersebut.

Keempat terdakwa itu adalah Letkol (Inf) Hartomo divonis tiga tahun enam bulan dan dipecat dari dinas militer, Kapten (Inf) Rionardo tiga tahun dan Sertu Asrial masing-masing tiga tahun, sedangkan Praka Achmad Zultahmi tiga tahun enam bulan serta dipecat dari dinas militer.

Vonis tersebut lebih berat enam bulan hingga satu tahun dari tuntutan oditur. Letkol Hartomo hanya dituntut dua tahun enam bulan tanpa dipecat dari dinas militer, Kapten Rionardo  dan Sertu Asrial masing-masing dituntut dua tahun, sedangkan Praka Zulfahmi dituntut tiga tahun dan dipecat dari dinas militer.

Majelis hakim yang membacakan vonis sekitar lima jam dan hanya berhenti sekitar 15 menit saat Letkol Hartomo lunglai itu mengatakan, keempat terdakwa telah terbukti secara sah secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama melakukan penganiayaan hingga menyebabkan korban meninggal.

Majelis hakim juga mengungkapkan hal-hal yang meringankan terdakwa, yakni masih muda, belum pernah dihukum dan pernah berjasa dalam tugas kenegaraan. "Sementara yang memberatkan adalah, para terdakwa kurang memperhatikan pelindungan terhadap HAM, perbuatannya dapat merusak citra Indonesia dan TNI serta selama di persidangan tidak menunjukkan rasa bersalah serta perbuatan mereka telah menimbulkan luka mendalam bagi keluarga Theys," paparnya.

Mengenai beratnya hukuman yang diterima Letkol Hartomo, katanya, sebagai komandan seharusnya bersikap mengayomi dan memberi contoh yang baik sehingga mampu mencarikan jalan lain untuk melakukan penggalangan bagi Theys tanpa melakukan pelanggaran hukum.

Sementara vonis untuk tiga terdakwa lainnya, yakni Mayor (Inf) Doni Hutabarat, Lettu (Inf) Agus Supriyanto dan Sertu Laurensius LI masih akan dibacakan dalam sidang berikutnya.(Ant/nik


Nasional

Empat Anggota Kopassus Divonis 3-3,6 Tahun Penjara

21 Apr 2003 15:15


Empat dari tujuh anggota Kopassus yang didakwa membunuh Ketua Presidium Dewan Papua (PDP) Theys Hiyo Eluay, akhirnya divonis hukuman tiga tahun hingga 3 tahun enam bulan penjara dalam sidang di Mahkamah Militer Tinggi (Mahmilti) III Surabaya yang dipimpin Hakim Ketua Kolonel (CHK) Yamini, Senin.

Para terdakwa itu adalah Letkol (Inf) Hartomo divonis 3 tahun enam bulan dan dipecat dari dinas militer, Kapten (Inf) Rionardo tiga tahun, Sertu Asrial tiga tahun dan Praka Achmad Zultahmi tiga tahun enam bulan serta dipecat dari dinas militer.

Sementara vonis untuk tiga terdakwa lainnya, yakni Mayor (Inf) Doni Hutabarat, Lettu (Inf) Agus Supriyanto dan Sertu Laurensius LI masih akan dibacakan dalam sidang berikutnya. (ANT/hyo) 


Nasional

Empat Anggota Kopassus Menyatakan Banding

21 Apr 2003 15:30


Tim penasehat hukum empat dari tujuh anggota Kopassus yang didakwa membunuh Ketua Presidium Dewan Papua (PDP) Theys Hiyo Eluay menyatakan banding atas vonis tiga hingga 3,6 tahun yang dijatuhkan Majelis Hakim di Mahkamah Militer Tinggi (Mahmilti) III Surabaya, Senin. 

"Kami tidak menerima atau menolak putusan Majelis Hakim dan menyatakan banding," kata Hotma Sitompoel, salah seorang penasehat hukum Kopassus dalam sidang yang dipimpin Kolonel (CHK) Yamini SH itu.

Kepada wartawan, Hotma Sitompoel mengatakan, putusan hakim itu hanya berdasarkan logika hukum tanpa didukung oleh fakta dan kesaksian sehingga hal tersebut menjadi pelajaran berharga bagi dunia peradilan.

"Misalnya saya pegang pistol kemudian ada bunyi pistol dan si A mati. Karena menggunakan logika, maka saya dituduh telah membunuh si A, tanpa didukung adanya fakta dan bukti yang kuat. Harus dibuktikan matinya jam berapa dan apa penyebabnya," katanya.

Diungkapkan, hasil visum yang menyebutkan penyebab kematian Theys itu harus dibuktikan dengan melihat pemeriksaan jantung. Hotma Sitompoel mengatakan dirinya tidak bisa berkomentar banyak atas putusan yang dihadiri sejumlah petinggi TNI itu.

Sementara Oditur Militer Tinggi (Odmilti) Kolonel (CHK) Haryanto, MH menyatakan masih pikir-pikir atas putusan hakim tersebut. 

Keempat terdakwa itu adalah Letkol (Inf) Hartomo divonis tiga tahun enam bulan dan dipecat dari dinas militer, Kapten (Inf) Rionardo tiga tahun dan Sertu Asrial masing-masing tiga tahun, sedangkan Praka Achmad Zultahmi tiga tahun enam bulan serta dipecat dari dinas militer.

Vonis tersebut lebih berat enam bulan hingga satu tahun dari tuntutan oditur. Letkol Hartomo hanya dituntut dua tahun enam bulan tanpa dipecat dari dinas militer, Kapten Rionardo dan Sertu Asrial masing-masing dituntut dua tahun, sedangkan Praka Zulfahmi dituntut tiga tahun dan dipecat dari dinas militer.

Majelis hakim yang membacakan vonis sekitar lima jam dan hanya berhenti sekitar 15 menit saat Letkol Hartomo lunglai itu mengatakan, keempat terdakwa telah terbukti secara sah secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama melakukan penganiayaan hingga menyebabkan korban meninggal.

Majleis Hakim juga mengungkapkan hal-hal yang meringankan terdakwa, yakni masih muda, belum pernah dihukum dan pernah berjasa dalam tugas kenegaraan.

"Sementara yang memberatkan adalah, para terdakwa kurang memperhatikan perlindungan terhadap HAM, perbuatannya dapat merusak citra Indonesia dan TNI serta selama di persidangan tidak menunjukkan rasa bersalah serta perbuatan mereka telah menimbulkan luka mendalam bagi keluarga Theys Hiyo Eluay," katanya.

Mengenai beratnya hukuman yang diterima Letkol Hartomo, katanya, sebagai komandan seharusnya bersikap mengayomi dan memberi contoh yang baik sehingga mampu mencarikan jalan lain untuk melakukan penggalangan bagi Theys Hiyo Eluay tanpa melakukan pelanggaran hukum. 

Sementara vonis untuk tiga terdakwa lainnya, yakni Mayor (Inf) Doni Hutabarat, Lettu (Inf) Agus Supriyanto dan Sertu Laurensius LI masih akan dibacakan dalam sidang berikutnya. (ANT/hyo


Senin, 13/05/02 18:10 WIT 

Tembak Saksi Theys, Prajurit Kopassus Ditahan Polisi Militer

Jakarta, Polisi Militer Kodam XVII Trikora menahan Sersan Satu Yani, anggota Kopassus yang berdinas di Hamadi, dengan tuduhan menembak Yeret Imowi, saksi sipil kasus Theys Hiyo Eluay. Penahanan itu dilakukan sejak Sabtu (11/5) lalu. Kasus itu terungkap setelah Yeret melapor ke Pomdam Trikora. 

Komandan Pusat Polisi Militer (Puspom) Mayjen TNI Sulaiman AB menyatakan tuduhan terhadap Yani masih diusut kebenarannya oleh penyidik polisi militer setempat. “Dia sekarang sedang menjalani pemeriksaan,” ujar Sulaiman pada wartawan usai serah terima jabatan Komandan Pendidikan Angkatan Udara di Markas Kodikau, kawasan Halim Perdana Kusuma, Jakarta, Senin (13/5) pagi. 

Sulaeman juga membenarkan Yeret merupakan saksi kunci dari sipil yang diharapkan datang ke Jakarta. Tapi, dia menolak. Mengenai kemungkinan perlindungan khusus terhadap saksi kasus Theys, Sulaiman mengatakan tidak terlalu perlu. “Tapi jika ia membutuhkan, kita bisa berikan,” katanya. 

Sementara itu mengenai pemeriksaan sembilan tersangka kasus Theys, dia mengatakan penyidik Puspom masih terus melakukan pemeriksaan. Hingga, jelasnya, belum diketahui motif pembunuhan. Selain itu sangat mungkin penyidik juga akan menahan enam tersangka dari sembilan prajurit Kopassus eks-Satgas Tribuana di Hamadi itu. 

“Tinggal menunggu kerja sama dengan Komandannya (Danjen Kopassus,-red),” ujarnya. Sulaeman optimis Danjen Kopassus Mayjen TNI Amirul Isanaeni akan mengijinkan enam anak buahnya itu ditahan Puspom untuk kepentingan penyidikan. (Sam Cahyadi – Tempo News Room) 
http://www.tempo.co.id/news/2002/5/13/1,1,21,id.html


Rabu, 08/05/02 04:03 WIT 

Markas Tribuana Diduga Jadi Alat Kejahatan Kemanusiaan

Jayapura, Berdasarkan pengakuan dari para saksi kasus pembunuhan Ketua Presidium Dewan Papua (PDP) Theys Hiyo Eluay disebutkan Markas Tribuana (Kopassus) di Hamadi dan satuan Kopassus dalam kompleks tersebut di bawah komando Dansatgas Tribuana diduga menjadi alat kejahatan kemanusiaan.

Demikian keterangan yang disampaikan dua mantan anggota Komisi Penyelidik Nasional (KPN) kasus Theys asal Papua Jhon Ibo dan Pdt Phil Erary, dalam rapat yang diikuti DPRD Papua, pejabat Pemerintah Daerah Provinsi Papua, PDP, tokoh adat, masyarakat, dan agama, di ruang rapat Panmus DPRD Provinsi Papua di Jayapura, kemarin.

Dikatakan, pembunuhan Theys bukan hanya dilakukan tiga perwira Kopassus sebagai tersangka utama, tetapi juga diduga melibatkan sejumlah bintara dan prajurit Kopassus lainnya.

Menurut Ibo dan Erari, sejumlah bintara dan prajurit Kopassus itu digerakkan ketiga perwira yang merupakan tersangka utama dalam kasus penculikan dan pembunuhan Theys. Para anggota Kopassus itu digerakkan mulai dari Markas Komando, Sky Land, dan sepanjang jalan menuju tempat kejadian perkara (TKP) di Koya Tengah.

Mereka (Kopassus) telah melakukan suatu perintah dari atasan 'dibayar' untuk mengeksekusi Theys. Oleh sebab itu, kata Ibo dan Erari, penyidik harus dapat mengungkapkan siapa otak intelektual dan motif dari pembunuhan tersebut.

Sedangkan sopir pribadi Theys, Aristoteles Masoka, yang hingga sekarang belum ditemukan, Ibo dan Erari mengatakan, nasibnya sama dengan Theys. "Seandainya Aristoteles tidak lolos dan kembali melapor diri dan meminta perlindungan ke Markas Tribuana, maka dia dipastikan dibunuh seperti Theys," ujar kedua anggota KPN itu.

Oleh sebab itu, Ibo dan Erari mengatakan, Komandan Satgas Tribuana harus ditanya ke mana Aristoteles digiring setelah melapor diri dan meminta perlindungan kepadanya.

Mengenai kesimpulan KPN belum ditemukan indikasi kuat pelanggaran HAM berat berdasarkan UU No 26 Tahun 2001 tentang Pengadilan HAM, menurut Erari, merupakan hasil kompromi setelah KPN daerah menyimpulkan penculikan dan pembunuhan atas Theys serta penghilangan atas Aristoteles Masoka (sopir Theys), merupakan suatu tindak kejahatan kemanusiaan. "KPN daerah menyatakan keberatan dalam rapat Pleno KPN 26 dan 27 April lalu, kalau KPN menyimpulkan belum ada indikasi kuat pelanggaran HAM dalam kasus Theys," tutur Erari.

Dia menegaskan, untuk mengusut tuntas kasus Theys perlu penyelidikan independen yang bersifat internasional, karena rakyat Papua sudah tidak percaya dengan KPN sebagai instrumen dalam upaya menemukan motif dan pelaku perencana pembunuhan Theys.

Erari mengatakan, penyidikan yang dilakukan Puspom TNI dalam kasus Theys segera ditinjau lagi. "Puspom sebagai instrumen militer akan berat dan sulit untuk bersikap independen dalam hal menyidik anggota militer yang diduga terlibat," katanya.

Sementara di Jakarta, mantan Ketua KPN Irjen (purn) Koesparmono Irsan, di kantor Komnas HAM, kemarin, mengatakan, sulit untuk mendapatkan bukti adanya pelanggaran HAM berat dalam kasus Theys.

"Sebab untuk menentukan kasus itu merupakan pelanggaran HAM berat atau bukan ada dua syarat yang harus muncul. Pertama, widespread (menyebar) dan sistematis," papar anggota Komnas HAM.

Dalam kasus Theys, unsur widespread tidak muncul, karena korban cuma satu dan aksi kekerasan itu tidak menyebar. Sedangkan, tambahnya, hilangnya Aristoteles merupakan suatu kasus yang berbeda dengan kasus Theys. Unsur kedua, yakni sistematis, kata Koesparmono, harus dilakukan berdasar adanya perintah. (MY/CR-7/Ant/P-3)
http://www25.brinkster.com/infopapua/info/papuanews.asp?id=214


Rabu, 08/05/02 04:07 WIT 

Puspom TNI Nilai Kasus Theys Kriminal Biasa

Jakarta, Komandan Pusat Polisi Militer (Danpuspom) TNI Mayjen Sulaiman AB mengungkapkan, pembunuhan dan penculikan Theys Hiyo Eluay bermotif kriminal, bukan politis.

Ditemui sesaat sebelum mengikuti rapat pembekalan delegasi perundingan dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dari Indonesia, di kantor Menko Polkam, Jakarta, kemarin, Mayjen Sulaiman mengatakan, pembunuhan dan penculikan Ketua Presidium Dewan Papua (PDP) Theys bermotif kriminal biasa kendati Theys dikenal sebagai tokoh masyarakat dan politik.

"Theys memang bukan orang biasa. Dia adalah tokoh masyarakat dan politik. Tapi, aksi pembunuhan dan penculikan Theys itu kriminal biasa, bukan politis," katanya.

Pada kesempatan itu, Sulaiman juga mengungkapkan, proses penyidikan telah berada pada tahap pendalaman atas keterangan saksi-saksi dan tersangka. "Sekarang kami sedang melakukan pendalaman atas keterangan ketiga tersangka dan saksi-saksi. Sebelumnya kami mengonfrontasi keterangan saksi-saksi dengan pengakuan tersangka," paparnya.

Dalam kasus pembunuhan Theys tersebut, kini Puspom TNI telah menahan tiga tersangka.

Menurut Danpuspom lagi, Rabu besok, didatangkan lagi dua saksi dari Papua. Keduanya, tambah Sulaiman, berasal dari masyarakat sipil.

"Jumlah saksi yang sudah ada di Jakarta sekarang lima orang. Tiga di antara mereka adalah anggota TNI dari Kodam Trikora dan dua lainnya sipil," tambahnya.

Sedangkan tentang penambahan tersangka pelaku pembunuhan dan penculikan Theys, menurut Sulaiman, tim Puspom telah mengindikasikan kemungkinan adanya penambahan tersangka. Hanya saja, Sulaiman enggan menyebutkan jumlahnya secara tepat.

Kendati begitu, Sulaiman mengisyaratkan bahwa jumlah calon tersangka berdasarkan penyidikan Puspom bakal lebih banyak daripada yang disebutkan Komisi Penyelidik Nasional (KPN) yang diketuai Koesparmono Irsan dari Komnas HAM dalam rekomendasinya kepada Presiden Megawati belum lama ini.

"Kami selaku penyidik memiliki bukti dan alasan tersendiri dalam menentukan tersangka. Jadi, walaupun KPN telah menyebut jumlah, itu hanya bisa kita jadikan sebagai referensi. Yang pasti jumlah orang yang kita indikasikan terlibat dalam kasus pembunuhan Theys lebih dari itu," katanya.

Sementara itu, disinggung soal kebenaran tudingan bahwa kasus pembunuhan Theys dilatarbelakangi perseteruan bisnis antara sejumlah jenderal TNI, Sulaiman menandaskan, penyidik tidak menemukan adanya indikasi serupa itu. "Kami tidak menemukan indikasi bahwa kasus Theys dilatarbelakangi perseteruan bisnis," ujarnya.

Sementara itu, sejumlah LSM, di antaranya YLBHI, Kontras, dan PBHI pernah menegaskan bahwa kasus Theys seharusnya dipandang sebagai sebuah pelanggaran kemanusiaan atau pelanggaran HAM berat. (CR-7/P-1-Media)
http://www25.brinkster.com/infopapua/info/papuanews.asp?id=215

   
© Copyright 1999-2002. All rights reserved. Contact: Tribal_WEBMASTER   by The Diary of OPM