*** DALAM perjalanan Kompas menuju puncak Grasberg pekan lalu, yang dipimpin staf corporate communications PTFI, tampak satu pembangunan raksasa yang sudah sangat maju dengan menggunakan teknologi paling mutakhir. Perjalanan menuju Grasberg sekitar 70 kilometer dari Timika ditempuh dalam kurang lebih tiga jam.
Jalan berkelok-kelok sepanjang pegunungan Jayawijaya yang dibangun dengan menggunakan sejumlah alat berat. Jalan sepanjang 70 kilometer tersebut setiap hari dipadati sejumlah alat berat seperti cater pillar, buldozer, ribuan truk dengan tinggi ban sampai tiga meter membawa kontainer berisikan sejumlah kebutuhan bagi kelancaran pertambangan seperti bahan peledak seperti natrium nitrat dan seterusnya.
Satu buah ban berharga 18.000 dollar AS pada tahun 1997, dan hanya terdapat di luar negeri. Kendaraan tersebut membawa 300 ton biji batuan menuju mile 74 untuk diproses menjadi bahan konsentrate.
Pada sisi jalan terdapat lima buah pipa panjang dua di antaranya untuk mengalirkan bahan konsentrate dari mile 74, pusat penggerusan dan penghalusan menuju portside (pelabuhan) ekspor sekitar 112 kilometer dari mile 74. Satu pipa mengalirkan air, satu pipa membawa solar, dan satu pipa sebagai cadangan.
Di atas udara tampak tiang listrik dari beton setinggi 50 meter tertancap pada jurang dan pinggang pegunungan Jayawijaya. Kabel listrik itu ditarik dengan menggunakan helikopter karena harus melewati jurang dan tebing yang terjal dan dalam. Satu pekerjaan penuh risiko dan menelan biaya yang tidak sedikit. Kabel listrik ini tampak seakan melilit puncak-puncak bukit menuju puncak Grasberg.
Di mile 50 persis di kaki pegunungan Jayawijaya terdapat sejumlah gudang untuk bahan logistik guna mendukung kelancaran pertambangan di puncak Grasberg. Jarak dari mile 50 menuju puncak Grasberg sekitar 50 km dengan kemiringan (menanjak) sampai 60 derajat.
Di sana juga terdapat pos keamanan di mana Satpam-nya bertindak cukup tertib dan tegas. Para karyawan yang melewati pos tersebut melapor diri.
Pada ketinggian 2.700 meter dari permukaan laut, terdapat sebuah terowongan menembus gunung Hanekam sepanjang 1,5 kilometer. Untuk menghindari tabrakan di dalam terowongan, maka dipandu dengan lampu warna merah dan hijau. Jika warna merah tanda bawah ada kendaraan sedang melewati terowongan, warna hijau kendaraan boleh masuk terowongan.
Setelah naik pada ketinggian 3.000 meter, turun lagi pada ketinggian 2.800 meter dari permukaan laut. Pada sisi jalan tepatnya pada pos 64 dijumpai sekitar 10-15 anggota TNI menjaga lokasi itu.
Setelah 2,5 jam perjalanan akhirnya tiba di Guest House di Tembagapura. Di situ disiapkan perlengkapan keselamatan menuju puncak Grasberg seperti mantel, helm, dan kacamata serta sepatu boot.
Menuju puncak Grasberg harus melewati lagi terowongan Zaakam sepanjang 950 meter yang dibangun tahun 1971 oleh perusahaan dari Korea Selatan. Di ujung terowongan terdapat Ridge Camp yang dihuni sekitar 4.000 karyawan, di antarnya 101 kontraktor asing.
Dari mile 74 pusat penggerusan biji batuan, perjalanan dilanjutkan menggunakan kereta gantung menuju ketinggian 3.800 meter. Kereta gantung ini bermuatan 100 orang dengan waktu tempuh 15 menit.
Di sana ditemukan bekas tambang Ertzberg yang sudah selesai dioperasikan tahun 1998. Kini Freeport sedang melakukan penambangan di puncak Grasberg dengan ketinggian 4.300 meter. Oksigen sangat terbatas karena itu pengunjung dilarang berlari-lari di atas puncak guna menghindari kecelakaan.
Ketika itu cuaca di puncak Grasberg masih cerah, karena seperti biasanya cuaca pada pukul 06.00-10.00 cerah. Cuaca berubah menjadi hujan, awan dan kabut dengan jarak pandang tiga meter pada pukul 10.00 WIT ke atas. Jika jarak pandang sangat sempit pekerjaan penambangan terpaksa dihentikan sementara waktu guna menghindari kecelakaan lalu lintas alat-alat berat. Curah hujan di puncak Grasberg sampai 5.000 mm per tahun.
Di daerah Grasberg dan sekitarnya masyarakat suku Amungme, Akari, Moni, dan suku-suku dari Kabupaten Puncak Jaya melintasi jalan ini. Mereka menyeberang dari desa yang satu ke desa lainnya, atau untuk berburu. Di sini terdapat kuskus salju, burung salju dan sejumlah binatang salju lainnya.
*** DARI puncak Grasberg pandangan bisa langsung ditujukan ke puncak Cartentz, di mana terdapat salju abadi yang berwarna putih, sekitar 6 kilometer dari Grasberg. Di puncak Grasberg terdapat alat pengukur getaran untuk memantau pengaruh kegiatan penambangan terhadap salju abadi tersebut.
Freeport juga sedang melakukan reklamasi di sekitar lokasi pertambangan. Batu penutup atau batu limbah yang memenuhi areal sampai ribuan hektar coba dijinakkan dengan zat organik guna menumbuhkan lumut. Dari lumut ini kemudian tumbuh rumput-rumputan. Sejumlah rumput asli pegunungan sudah mulai tumbuh kembali dan burung-burung pada pagi hari mulai mengerumuni tempat itu.
Pada saat penambangan selesai, diperkirakan 40-45 tahun yang akan datang, akan terjadi bekas galian yang berukuran 2,5 kilometer arah utara selatan dan dua kilometer arah barat timur dengan dasar lobang terletak pada ketinggian 3.005 meter. Karena keterbatasan alat pemboran Freeport sendiri tidak memastikan apa yang terdapat di bawah lantai tambang sekarang.
Sarana penggilingan dan penghasil konsentrat berada dalam sekelompok bangunan yang terletak di ujung lembah Aghawagong pada ketinggian 2.850 meter. Batuan biji yang diambil dari tambang Grasberg dialirkan melalui sistem ban berjalan kemudian digerus di tempat penggilingan, pada mile 74. Kadar tembaga mulai ditingkatkan dan bubur konsentrat hasil proses diangkut dengan pipa ke pantai.
Ada empat unit konsentrator yang bekerja secara bertahap yakni memecahkan batu, menggiling, menghaluskan dan me-nyaring kotoran. SAG Mil adalah konsentrator terbesar seharga 300 juta dollar AS sementara pembangkit tenaga listrik untuk menggerakkannya seharga 100 juta dollar AS. SAG Mil mulai beroperasi 1995 setelah disiapkan tempat duduk selama 18 bulan.
Bahan konsentrat terdiri dari tembaga, emas dan perak kemudian disalurkan melalui dua buah pipa menuju portside (pelabuhan ekspor) di Amapapare sekitar 112 km dari tambang. Di sana bahan konsentrat dikeringkan sampai kandungan air hanya 9 persen, kemudian dipak dan siap dikirim ke berbagai daerah.
Pengiriman konsentrat terutama ke Gresik (Jatim) sebesar 35 persen dan sisanya ke luar negeri. Di Portside terdapat tiga gudang penampung konsentrat masing-masing gudang menampung sekitar 45.000 ton konsentrat. (Kornelis Kewa Ama)
Sabtu, 28 Mei 2001 17:06:00 Pembangunan Kilang LNG Tanggu Perlu Pengkajian Akurat Laporan: ANTARA
Manokwari - Rol - Bupati Fakfak Drs. Wahidin Puarada,Msi menegaskan, pembangunan kilang LNG Tangguh di kawasan Teluk Berauw, Irian jaya perlu pengkajian akurat.
Untuk itu diharapkan para invertor dan masyarakat dapat menghasilkan suatu konsep dan metode yang menjadi dasar dalam pembangunan berkelanjutan di kawasan Teluk Berauw, katanya di Fakfak, Jumat. Kawasan Teluk Berauw yang terletak di bagian Selatan Kepala Burung memiliki potensi sumber daya alam melimpah dan menarik minat investor menanamkan modal besar-besaran di berbagai usaha.
Karena itu perlu diantisipasi secara spesifik sehubungan dengan ditemukannya lapangan gas cair oleh BP-Indonesia (ARCO), menyusul akan dibangunnya proyek kilang di Desa Tanah Merah Kecamatan Babo sehingga tidak menimbulkan konflik dengan masyarakat. Menurut Bupati, pengkajian secara akurat dimaksudkan guna mencegah kemungkinan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan, yang pada gilirannya berdampak buruk bagi kehidupan masyarakat.
Langkah ini merupakan terobosan guna mendukung industri berskala besar dalam mengantisipasi ancaman yang diperkirakan muncul ke permukaan dimasa mendatang, kata Bupati. Dengan demikian diperlukan lokakarya metode pendekatan komunikasi masalah sosial untuk kelangsungan beroperasinya BP-Indonesia dengan kilang LNG Tangguh di Desa Tanah Merah, Kecamatan babo.
Sementara Pertamina Pusat yang diwakili Sutji Harso mengakui, awal kegiatan BP Indonesia di Kawasan Teluk Berau mulai dirasakan kendalanya yang muncul di masyarakat. Panarto Prawirowijoto dari BP Indonesia secara terpisah menyatakan, potensi gas alam cair (LNG) yang ditemukan di Kawasan Teluk Berau memiliki skala besar yang dapat dieksploitasi dalam kurun waktu 25 tahun.
Dana yang dibutuhkan untuk pembangunan mulai dari eksplorasi hingga pengapalan perdana tahun 2006 diperkirakan mencapai dua miliar dollar AS. Namun semuanya itu tidak dapat berjalan