Is Human Rights Respected in West Papua?

[Up] | [History] | [Books] | [Papers] | [Cases for Re-Examination]


ELSHAM REPORT OF TOTAL PEOPLE MURDERED BY INDONESIANS


Tekad. No. 05/Tahun II. 29 November - 5 Desember 1999

Menghitung Korban, Menarik Dukungan

Cerita seputar korban kekerasan militer di bumi Irian demikian banyak. Jangan cuma komoditi.

Kasus Penyanderaan Mapnduma pada 8 Januari 1996, ternyata menyisakan mimpi buruk bagi remaja belia suku Nduga. Dalam perburuan itu, tidak menjatuhkan korban jiwa, "Juga memperkosa penduduk setempat," kata Direktur Lembaga Studi Advokasi Hak Asasi Manusia (ELS-HAM) Irian Jaya,
Yohanes G.Bonay.

Hasil invesitigasi tim ELS-HAM menunjukkan, setidaknya ada 10 kasus perkosaan yang menimpa balita, remaja, maupunorang tua. Lince Gwijangge (11), menuturkan, saat ia pulang dari kebun, diujung jalan lapangan terbang Mapnduma, ia dipanggil seorang yang bernama Dolpi. "Saya diperkosa dan saya menderita sakit selama satu bulan, "kata Lince terbata-bata kepada tim investigasi ELS-HAM.

Martha Wandikmbo, sebenarnya bocah tiga tahun yang lagi ceria-cerianya. Balita hitam manis dari suku Nduga ini, harus mengalami trauma berkepanjangan setelah Siongga memperkosanya melalui jalan "BELAKANG."

Nasib serupa juga menimpa Sopinagwe (23), Nirinera Gwijangge (25), Yunuruskwe Gwijangge (19), Sarah Gwijangge (25), Pesel Gwijangge (11), dan Kerele Lokmbere (19). Nenek berusia 60 tahun bernama Nonakwe Gwijangge dan Kweweidnakwe (50) pun menjadi sasaran. Itu semua cerita Bonay. Aktivis LSM itu menuduh para pelakunya adalah anggota tentara.

Setelah oprasi pembebasan penyanderaan itu, menurut Bonay, untuk mengamankan proyek Vital PT Freeport Indonesia, semua wilayah Pengungan tengah Irian Jaya, mulai dari Timika, Tembagapura, Arwanop, Tsinga, Jila, Bela, dan Alama sampai Mapnduma, Yigi, Mugi, Mbua, Keneyam dan Wosak, dinyatakan sebagai daerah oprasi militer.

Saat itu, menurut laporan ELS-HAM, ribuan pasukan diturunkan dan pos-pos militer baru dibangun. "Seluruh wilayah saat itu tertutup bagi pihak manapun,"kata Bonay. Semua penduduk yang mau pergi, meski untuk berkebun sekalipun, "Harus ada surat jalan,"
Ekses lainnya pun muncul, layaknya di sebuah daerah operasi militer. Korban
berjatuhan dan
pengunsian terjadi.
Bonay menyebut sejumlah petinggi militer bertanggung jawab atas semua ini.

Bonay bahkan bercerita kejadian sebelumnya. Robert Kmur, warga Sarmi Jayapura harus mengalami
nasib yang mengenaskan. "Setelah dieksekusi, bagian tubuhnya dibakar dan keluargannya, dipaksa memakan dagingnya. "Kini, cerita itu menjadi legenda di tanah Papua. "Hampir semua orang tahu kejadian tahun 1980 ini, tutur Bonay.

Alex Daundy tidak kalah tragis pula. Warga Biak ini setelah ditembak mati pada tahun 1978, mayatnya dibiarkan begitu saja. Nasib tragis juga menimpa Edwar Mambenar, juga warga Biak. Sebelum didor, pemuda itu disuruh menggali kuburnya sendiri. Soleman Daundi, pemuda tanggung yang juga pengikut OPM juga di Dor. Andreas Krey, Yosepus AP, dan Henrik Arwam adalah korban yang mempunyai nasib sama.

Tahun 1972, ratusan korban berjatuhan di Wamena. Di Kecamatan Kelila ada 201 orang mati tertembak, Kecamatan Asologaima 126 orang, dan di Kecamatan Worsi 148 orang.

Sementara, laporan lain hasil investigasi ELS-HAM juga menunjukkan data korban di Kabupaten Pania dari tahun 1963 sampai 1998, meninggal 614 jiwa, hilang 13 orang, dan perkosaan 94 orang. Di Biak, meninggal 62 orang. Di Sorong pada rentang waktu yang sama, 69 orang hilang, empat orang meninggal, dan tujuh orang diperkosa.

Sementara, data yang dipunyai pihak Gereja, menurut Herman, satu tokoh Kristen berpengaruh ada 50.000 orang. "Data ini akurat, dan hanya dipunyai oleh Gereja."

Pangdam VIII/Trikora Mayjen Amir Sembiring menyatakan langkah TNI untuk
menyelesaikan soal OPM selama ini dilakukan secara persuasif. "Bahkan kita beberapa kali bisa memanggil tokoh OPM yang selama ini bertahan di gunung,"

Kalau kemudia jatuh korban, menurut Sembiring, itu karena pihak OPM melakukan penyerangan lebih dulu. "Dan jangan lupa korban mati dari pihak keamanan juga tidak sedikit, "katanya. ***

Data Korban Pelanggaran HAM

I. Kabupaten Paniai (1968-1998)
a. meninggal 614
b. Hilang 13
c. Diperkosa 94

II. Kabupaten Biak (1969-1972 dan 1998)
a. Meninggal 102
b. Hilang 3
c. Dianiyai 37
d. Ditahan 150

III. Kabupaten Wamena (1977)
a. Kecamatan Kelila 201 orang tewas
b. Kecamatan Asologaima 126 orang tewas
c. Kecamatan Wosi 148 orang tewas

IV. Kabupaten Sorong (1965-1999)
a. Meninggal 68
b. Hilang 5
c. Diperkosa 7

V. Kabupaten Jayawijaya (1996-1998)
a. Meninggal 137
b. Hilang 2
c. Diperkosa 10
d. Dianiaya 3
e. Dibakar 13 gereja, 13 kampung, 166 rumah dan 29 rumah bujang

Jumlah Total
a. Meninggal 921
b. Hilang 23
c. Perkosa 111
d. Ditahan 150
e. Dianiaya 40
f. Dibakar 221

Tekad. No. 05/Year II. 29 November - 5 December 1999

Counting Victims, Attaracting Support

Stories about military brutality in Papua are so many. Easy to become political commodities.

The hostages taken in Mapenduma on Januari 1, 1996 caused bad dreams for teenagers from Nduga tribe. In the hunting of the humans, they did not only kill, "They also raped the villagers," says the Director of Lembaga Studi Advokasi Hak Asasi Manusia (ELS-HAM) Irian Jaya,
Yohanes G.Bonay.

Result of investigation by ELS-HAM shows at least 10 girls were raped, teenagers and housewives. Lince Gwijangge (11), recalls. When she was returning from her garden, at the edge of Mapnduma airstrip, she was called by a person called Dolpi. "I was raped and I felt pain for a month," says Lince to the ELS-HAM team.

Martha Wandikmbo, a baby of three years old of age. She was raped from "BEHIND" and has a bad trauma from it. 
The same happend to:

Sopinagwe (23), Nirinera Gwijangge (25), Yunuruskwe Gwijangge (19), Sarah Gwijangge (25), Pesel Gwijangge (11), and Kerele Lokmbere (19). A grandma aged 60 years, Nonakwe Gwijangge and Kweweidnakwe (50) also because the target. Mr. Bonay blames members of the Indonesian army (ABRI) to be responsible.

After the hostage release operation, according to Bonay, to protect the Vital Project under PT Freeport Indonesia, all Central Highlands of Papua, from Timika, Tembagapura, Arwanop, Tsinga, Jila, Bela, dan Alama to Mapnduma, Yigi, Mugi, Mbua, Keneyam dan Wosak, claimed as the Military Operation Region.

At that moment, according to ELS-HAM report, thousands of troops were dropped and new military posts were established. "Indonesia exposed cervew to all regions, closed to anyone from outside," says Bonay. All people who wanted to move, including to their own gardens for foodsm they should ask for "Letter of Pass from the army," The result is so many victims. Many have died and fleed.
Bonay mentions some names of military leaders to be responsible for these all.

Bonay even mentions previous brutalities. Robert Kmur, a Sarmi villager of Numbay faced similar fate. "After execution, parts of his body were burnt and his family were forced to east his flesh. "Now, this story has become a legend in Papua land. "Almost all people know this 1980 incident, says Bonay."

Alex Daundy has the same fate. This man from Biak, after being shot in 1978, his body was left outside. Tragic fate also faced by Edwar Mambenar, also from Biak. Before being killed,  this young man was asked to dig a hole for his burial. Soleman Daundi, a teenager also a follwer of the OPM, was killed. Andreas Krey, Yosepus Ap, and Henrik Arwam are victims who have the same stories.


In 1972, hundreds of lives were taken in Wamena. In Kelila district, 201 were killed, in  Asologaima 126 were killed , and in Worsi 148 were killed.

Meanwhile, other reports based on ELS-HAM investigation shows the data of victims in Paniai Regency since 1963 to 1998, meninggal 614 jiwa, lost 13 people, and raped 94 people. In Biak, there were  62 died. In  Sorong during the same year 69 people disappeared, four died, and seven were raped.

Besides, data that are belongs to the Church, according to  Herman, one of the influencial Chriatian leaders, there are 50.000 victims. "These data are accurate, and only the church has these."

Regional Commander VIII/Trikora Mayjen Amir Sembiring says steps taken by the  TNI to resolve the OPM issue so far has been persuasive. "Even we have called the OPM leaders who are in the jungles many times to come out from the mountains."

If people die, it is because the OPM first attack the Indoneisna army. "And do not forget, those who have died from the army are many, "  he says. ***

Data of Victioms of the Human Rights Violations

I. Paniai Regency (1968-1998)
a. died 614
b. disappeared 13
c. raped 94

II. Biak Regency (1969-1972 and 1998)
a. deid 102
b. disappeared 3
c. torured 37
d. arreested 150

III.  Wamena Region(1977)
a. Kelila District 201 died
b. Asologaima District 126 died
c. Wosi District 148 died

IV. Sorong Regency (1965-1999)
a. died 68
b. disappeared 5
c. raped 7

V. Jayawijaya Regency(1996-1998)
a. died 137
b. disappeared 2
c. raped  10
d. tortured 3
e. burned 13 church buildings, 13 villagers, 166 houses and 29 man's houses

Total
a. died
921
b. disappeared 23
c. raped 111
d. arrested 150
e. tortured 40
f. burnt 221

Sumber / Source: ELS-HAM "Irian Jaya" (Now Papua).

Translated by: The OPM Diary Collective Editirial Board, April 16, 2000.

Related Issues/Articles:

  1. JOINT STATEMENT BY VICTIMS OF THE 1996 HOSTAGE CRISIS IN MAPNDUMA WITH DETAILS OF HUMAN RIGHTS VIOLATIONS IN CENTRAL HIGHLANDS, WEST PAPUA 26 February 2000