KASUS WUNIN ADALAH MURNI PROFOKASI MILITER LEWAT ELIT POLITIK DI KABPUPATEN
TOLIKARA (Jhon Tabo dan Timotius Wakur)
“Perjuangan kami adalah suci dan berlandaskan cinta, kasih dan kebenaran, kami
tidak pernah mau merusak dan bahkan menyakiti
masyarakat kami. Yang selama ini menindas kami dan memprofokasi kami adalah
militer Indonesia bersama elit-elit politik lokal
yang berkepentingan dengan jabatan dan uang, jangan menuduh saya sebagai pelaku
untuk menutup aib kalian” Pdt. Auru Wanimbo,
Toko masyarakat Adat Koteka di Tolikara.
Sementara konflik Puncak Jaya Berdarah di Papua yang baru-baru ini terjadi
akibat penembakan keenam warga sipil belum
selesai, telah menyusul konflik di Wunin kabupaten Tolikra, sekita 50 Kilometer
bagian utara dari kab Puncak Jaya. Militer
dan OPM saling menuding, pada akhirnya kembali militer dituding berada di
belakang kasus yang menewaskan enam orang itu.
Namun ada pula yang mengatakan pelakunya adalah "Organisasi Papua Merdeka/Tentara
Nasional Pembebasan Papua." Operasi
militer akan selalu berhubungan dengan kucuran dana. Sebagaimana yang dilaporkan
Koresponden Jopie Lasut mengirim laporan
berikut dari Jakarta.
Situasi terakhir di Puncak Jaya berangsur kondusif. Masyarakat mulai tenang
kembali. Umat kristen saling melindungi satu sama
lainnya. Menurut laporan Crue WP News dari Puincak Jaya, kelompok bersenjata
yang melakukan penyerangan terhadap aparat telah
melarikan diri ke hutan. Sementara pihak gereja Sofyan Yoman sudah meminta
masyarakat untuk tidak melebarkan debat yang
berhubungan dengan kerusuhan di Kabupaten Puncak jaya itu, karena memang itu
murni Profokasi militer. Ia (S.Yoman) sudah
jelas saya melihat agar persoalan di Pincak Jaya dengan motivasi di balik
kekerasan yang terjadi Puncak Jaya. Gejolak seperti
ini akan berlanjut di seluruh papua bahkan diseluruh Indonesia.
Sementara itu, menanggapi situasi Wunin Berdarah, Jimmy Erelak (aktivis
mahasiswa Papua) mengatakan gejolak semacam ini
biasanya sengaja direkayasa kalangan militer. Umumnya menjelang akhir masa
operasi militer atau awal dari akan dilakukannya
operasi militer. Ia memperoleh informasi bahwa operasi pengamanan di Pegunungan
Tengah telah dicanangkan dan akan sedaerah
dimulai. Sehingga dengan kerusuhan semacam ini akan mempermudah militer untuk
melakukan operasi pengamanan wilayah pertahanan
mereka. Jimmy Erelak menambahkan bahwa, saya mengkhawatirkan akan kasus Wunin
berdarah ini. Apalagi jika aparat keamanan
bersikap tidak netral dan tidak tegas terhadap semua orang yang terlibat dalam
kerusuhan ini, maka dampaknya adalah
masyarakat akan terus menderita. Ia menambahkan Militer dalam hal ini Polres
Jayawijaya jangan gegabah menuduh dan menuding
siapa dibalik kerusuhan Wunin berdarah ini. Saya berhadap hukum dapat ditegakan,
jangan kemudian hukum bisa diperjual belikan
dengan uang sebagimana selama ini terjadi di negara ini..
Untuk mendengarkan lebih jelas kasus tuduh menuduh ini, Crue WPNes melakukan
perjalan ke Tolikara untuk mengecek informasi
lebih jelas dari Pdt. Auru Wanimbo, yang dinyatakan sebagai salah satu Tokoh TPN/OPM
di Wilayah Distrik Wunin. Dari hasil
pertemuan Crew WPNews dengan Pdt. Auru Wanimbo, Ia sangat kaget setelah kami
jelaskan pernyataan Kapolres Jayawijaya pada
tanggal, 28 Januari 2005, lewat Suara pembaharuan.
Menanggapi pernyataan Pjs Kapolres Jaya Wijaya, Kompol Djaba bin, didampingi
Kasat Reskrim Polres Jayawijaya Iptu Setyo Budi,
lewat Suara Pembaruan, Jumat (28/1) siang yang mengatakan, “…………Aurin Wanimbo,
satu dari tujuh anggota TPN/OPM (Tentara
Pembebasan Nasional/Organisasi Papua Merdeka) yang belum ditangkap, merupakan
komandan satgas TPN/OPM Papua wilayah Distrik
Wunim di Kabupaten Tolikara…….”. Kembali Pdt Auru Wanimbo yang adalah tokoh
masyarakat adat koteka di wilayah Tolokara
membatah pernyataan ini dengan tegas. Dan mengatakan bahwa, keliru sekali kalau
Kompol Djaba bin, didampingi Kasat Reskrim
Polres Jayawijaya Iptu Setyo Budi menuduh saya sebagai pemimpin TPN/OPM. Pdt. A
Wanimbo juga mengatakan bahwa, saya adalah
tokoh masyarakat adat Tolikara yang sedang berjuangan untuk menegakan hak-hak
dasar masyarakat adat koteka yang selama ini
mendapat intimidasi, aneksasi serta eksploitasi oleh militer Indonesia dan para
elit di kabupaten pemerakaran Tolikara.
Sehingga tuduhan ini salah alamat.
Pdt. Auru Wanimbo yang juga sebagai tokoh masyarakat adat Koteka mengatakan
bahwa, “…. kenapa setiap hari kejadian seperti
ini militer selalu salah menuduh orang, sementara militer membiarkan pelaku
profokator yang sebenarnya. Kenapa kepolisian
Jayawijaya tidak mampu memeriksa para profokator yang sesungguhnya, ataukah
karena memang militer dalam hal ini polisi
Jayawijaya juga pelakunya sehingga, untuk menutup muka mereka yang juga sebagai
kambing hitam dari kerusuhan wunin Berdara
ini? Kenapa keplosian Jayawijaya tidak mampu memeriksa aktor profokator yaitu,
Jhon Tabo dan Pdt Timotius Wakur. Malahan
kepolisian Jayawijaya tanpa melakukan invetigasi sudah sembarang menuduh….”
Tandasnya.
Pdt. Auru Wanimbo mengatakan kepada Crew WPNews bahwa, pada saat penyerangan
dilakukan oleh Manase Telengen yang mengakui
Kelly Kwalik itu, untuk menghentiikan tindakan brutalnya saya telah mengirim
surat kepada Manase Telengen untuk tidak
melanjutkan pembakaran di Wilayah Distrik Wunin sampai tiga kali, terakhirnya
pada saat pembakaran di Bolobur dan Keribaga.
Namun surat saya tidak dia tanggapi.
Pdt. Auru Wanimbo juga mengatakan bahwa, “…..sebenarnya saya melihat bahwa
aparat pada saat itu masa bodoh. Pada saat pertama
kali pembakaran gedung sekolah dan kantor Desa di desa Tingginambut, kemudian ke
Distrik Panaga, aparat keamanan tinggal masa
bodoh. Pada hal pas kejadian itu aparat keamanan telah mengetahuinya, dari
sinikan sudah jelas bahwa pembakaran ini
direncanakan serta disepakati oleh militer Indonesia dalam hal ini aparat TNI/POLRI
di Jayawijaya bekerja sama beberapa elit
politik di Jayawijaya dalam hal ini Kab pemekaran di Tolikara, sehingga kalau
kami dituduh adalah kekeliruan yang dilakukan
oleh Polres Jayawijaya…..”. Pdt Aurut menambahkan bahwa, “…….saya atas nama
rakyat Papua sedang berjuangan untuk kemerdekaan
Papua Barat ini bukan tindakan separatis dan tindakan brutal, konsep tindak
brutal ini kami Dewan Musyawara masyarakat Adat
Koteka tidak melakukan dan itu bukan konsep perjuangan kami, kami berjuang
berdasarkan cinta, kasih dan damai, kalau kemudian
tindakan seperti itu bisa muncul, berarti kita harus bertanya dari mana awal
mulah munculnya tindakan brutal itu…..”.
selanjutnya pdt Auru Wanimbo mengatakan bahwa, “…. Sebenarnya yang brutal dan
tidak tau etika pengunaan alat negara adalah
Militer Indonesia, dalam hal ini BRIMOB yang datang ke Wunin setelah peristiwa
pembakaran beberapa gedung dan rumah
masyarakat, tungkasnya… masa BRIDA AGUS KUMBIA dengan nomor MR. 8105003
melakukan penembakan dari jarak 6 kilometer kepada
bpk, Lelewarir Erelak, penembakan yang dilakukan tanpa ada perlawanan ini adalah
pelangaran HAM, dan BRIDA AGUS KUMBIA dengan
nomor MR. 8105003 harus dipecat atau dipenjarahkan. Kalau bisa Polisi juga mau
berani menangkap, memeriksa dan memenjarakan
Jhon Tabo dan Timotius Wakur sebagai biang dari kerusuhan yang mengakibatkan
ratusan rumah penduduk, ternak penduduk, puluhan
gedung sekolah, rumah sakit dan kantor Desa serta kantor camat yang dibakar itu…Saya
sama sekali tidak terlibat dalam hal
pembakaran ini…”.
“…Karena saya pemimpin DEMMAK di Kabupaten Tolikara lalu kemudian saya dituduh
seperti ini berarti sangat keliru..”.
Dengan pernyataan bantahan Pdt. Auruh Wanimbo diatas, maka jelaslah persoalan
kasus Wunin Berdarah. Siapa pelakukanya dan
siapa di balik kejadian ini, sehingga masyarakat berharap kepada kepolisian
Jayawijaya agar jangan gegabah menuduh dan
memfonis masyarakat dan tokoh-tokoh mereka. Kalau bisa Kapolres Jayawijaya
melakukan pemeriksaan terhadap kedua elit politik
Tolikara dalam hal ini Jhon Tabo dan Pdt. Timotius Wakur yang sedang bertikai
memperebutkan kursi pimpinan DPRD sehingga
berakhibat pada kasus Wunin berdarah. (Erimbo Y- Crew WPNews)