STATUS YURIDIS PENENTUAN PENDAPAT RAKYAT (PEPERA) DI IRIAN JAYA DALAM PERPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL

Oleh Hikmahanto Juwana

Sumber: http://www.theceli.com/dokumen/jurnal/hikmah/h001.shtml


I. Pengantar

Gerakan Papua Merdeka merupakan sebuah kelompok yang secara aktif menuntut kemerdekaan bagi Papua. Argumentasi mereka menuntut kemerdekaan tersebut didasarkan pada kenyataan P~nentuan Pendapat Rakyat (selanjutnya disingkat "Pepera") yang dilakukan pada tahun 1969 berdasarkan Agreement between the Republic ofIndonesia and the Kingdom of the Netherlands concerning W est N ew Guinea tertanggal 15 Agustus 1962 atau lebih dikenal dengan sebutan New York Agreement dianggap tidak sah. Ketidaksahan ini didasarkan pada kenyataan bahwa sistem yang digunakan untuk pelaksanaan Pepera adalah sistem perwakilan
sementara dalam N ew y ork Agreement disebutkan bahwa "act of free choice" dilakukanberdasarkan one man one vote.

Apa yang diargumentasikan oleh OPM dapat kita temui dalam berbagai situs. Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Reinterpretasi Status Yuridis Irian Jaya dalam Perspektif Sejarah & Kaedah Hukum Intemasional yang diselenggarakan o1eh
Lembaga Advokasi HAM & Lingkungan Hidup Irian Jaya, 25 Mei 2000.

internet, diantaranya yang mengatakan "Indonesia failed to implement the self determination provision in the agreement, orchestrating the so-called people's consultation 1969 which produced a claimed consensus that west papua should remain within Indonesia. This was severely criticised at the time by special UN representative Ortiz Sanz". Pada kesempatan lain disebutkan bahwa, " Almost immediately however , Indonesia took over the administration from UNTEA, the oppression of the W \est Papuan people intensified. A sham referrendum was held in 1969, and the UN sactioned vote by 1025 handpicked electors, coerced into unanimously choosing to "remain with Indonesia". SelanJutnya dikemukakan bahwa,"The UN Representative sent to
observe the election process produced a report which outlined various and serious violations ofthe New y ork Agreement. In
spite ofthe "duly noted" report and in spite also oftestimonials from the press, the opposition offifteen countries and the cries ofhelp and justice from the Papuans themselves, West Irian was handed over to Indonesia in November 1969."2


II. Upaya Pembatalan Pepera

Dalam komunikenya, OPM menyebutkan bahwa "It is now our united goal to . bring the governments ofIndonesia, the Kingdom of the Netherlands and the United Nations Secretary General to the conference table with West Papuan leaders to discuss the political independence of w est Papua before the year 2000.3 Komunike ini bertujuan untuk membuka kembali "act of free choice" yang dilakukan pada tahun 1969. Tujuan akhir yang hendak dicapai adalah rakyat lrian Jaya melaksanakan "act of free choice" kembali dengan harapan mayoritas akan berpendapat untuk merdeka.

lll. Analisa terhadap Pepera

Dalam Perjanjian New Y ork disebutkan bahwa United Nations Temporary Executive Authority (UNTEA) akan mengambil alih administrasi dari Belanda pada tanggal 1 Oktober 1962 untuk kurun waktu sementara hingga tanggal 1 Mei 1963.

Setelah itu wewenang administrasi akan diambil alih oleh Indonesia dimana berdasarkan Perjanjian New Y ork, Indonesia harus menyelenggarakan penentuan , nasib sendiri dari rakyat Irian Jaya pada tahun 1969. Adapunjumlah penduduk yang diperkirakan mempunyai hak untuk memberikan suara sekitar 700.000.

Dalam Perjanjian New York disebutkan bahwa rakyat Irian Jaya diberi kebebasan untuk memilih untuk menentukan apakah akan tetap menjadi bagian dari Indonesia atau memutuskan hubungannya dengan Indonesia.

Namun dalam pelaksanaannnya sistem one man one vote diubah dengan sistem perwakilan.Dalam sebuah buku yang dipublikasikan oleh Perserikatan Bangsa- Bangsa disebutkan bahwa, "Under arrangements made by the Government ofthe Republic of Indonesia and approved by the local w est lrianese councils, consultative assemblies were set up, with a total membership of1026, which, between 14 July and 2 August 1969, pronounced themselves, without dissent, in favour of the territory remaining

. Selanjutnya pelaksanaan Pepera disampaikan kepada Sekretaris Jenderal PBB (selanjutnya disebut "Sekjen PBB") dan berdasarkan hal tersebut Sekjen PBB membuat laporan untuk disetujui oleh Majelis Umurn PBB. Dalam buku pegangangan yang dikeluarkan oleh PBB disebutkan bahwa, "The Secretary General's report on the conduct and results of the act of free choice was considered by the General Assembly in November 1969. In November 1969 the General Assembly acknowledged with appreciation the fulfilment by the Secretary-General and his representative of the tasks entrusted to them under the 1962 Agreement."5
Untuk memberi landasan hukum atas diterimanya tanggung jawab yang dibebakan pada Sekjen PBB, Majelis Umurn PBB mengeluarkan resolusi 2504. Resolusi ini diusulkan oleh 6 negara dan diterima oleh Majelis Umurn PBB dengan imbangan suara 84 setuju, tidak ada yang menentang dan 30 abstein. Dalam resolusi tersebut disebutkan bahwa, "Takes note of the report of the Secretary General and acknowledges with appreciation the fulfilment by the Secretary General and his representative ofthe tasks entrusted to them under the Agreement of 15 August 1962 between the Republic ofIndonesia daand the Kingdom ofthe N etherlands
concerning West New Guinea (West Irian)."6 Selanjutnya dibawah ini akan dianalisa keabsahan dari Pepera yang dilakukan pada tahun 1969. UnitedNations, EverYone's United Nations: A Handbook on the United Nations its Structure and Activities, 9th ed. (New y ork: United Nations Publication, 1979), 93.



1. Perubahan Sistem Pelaksanaan Act of Free Choice


Walaupun terjadi penyimpangan dalam penyelenggaran Pepera, namun fakta menunjukan bahwa Majelis Umurn PBB yang meminta untuk diselenggarakan Pepera ternyata menerima hasil dari Pepera. Lebih lanjut, dengan tidak dipermasalahkan oleh negara manapun terhadap Pepera yang dilakukan menunjukan bahwa Pepera diterima oleh masyarakat internasional. Penggabungan Irian Jaya diakui oleh masyarakat internasional.



2. Pembatalan Pepera


Adalah tidak mungkin apabila hasil Pepera pada saat ini diminta untuk dibatalkan dengan alasan pada saat penyelenggaraan Pepera prosedur yang dilakukan menyalahi ketentuan yang diatur dalam Perjanjian New y ork. Kenyataan di TimorTimur dalam jajak pendapatnya menunjukan bahwa walaupun terjadi keberatan tentang penyelenggaraan jajak pendapat, ternyata PBB tetap pada
pendiriannya bahwa rakyat Timor- Timur telah memilih untuk berpisah dengan Indonesia. Lebih lanjut pilihan ini diakui oleh masyarakat internasional walaupun ada keberatan-keberatan yang dilakukan oleh berbagai pihak.

Hasil Pepera telah diterima oleh Majelis U .murn PBB dengan resolusinya No.

2504 (XXIV) tertanggal 19 Nopember 1969, walaupun terdapat penyimpangan dari Perjanjian New y ork. Penyimpangan yang dilakukan dalam menentukan sistem act of free choice sah-sah saja mengingat amandemen terhadap perjanjian tidak harus selalu dalam bentuk tertulis. Amandemen terhadap perjanjian dapat dilakukan secara lisan.


Pembatalah hasil Pepera yang dilakukan oleh penduduk di Irian Jaya tidak dapat dilakukan pada saat ini. Apa yang dihasilkan sudah merupakan keputusan final.
Tidak mungkin bubur dikembalikan menjadi nasi.

 

3. Mekanisme Pembatalan Resolusi di PBB

Adalah mustahil untuk meminta Pepera dibatalkan oleh Majelis Umurn PBB.

Apa yang dilakukan oleh Majelis Umurn PBB, terutama tentang pengakuan terhadap wilayah suatu negara, tidak dapat dibatalkan.

Harusjuga dipahaInl . bahwa secara teknis yang dapat meminta untuk meninjau kembali terhadap resolusi adalah negara anggota atau alat-alat perlengkapan yang ada dalam PBB. PBB merupakan organisasi dimana anggotanya adalah negara. Tidak mungkin sebuah gerakan (movement) atau lembaga swadaya masyarakat meminta peninjauan kembali atas putusan atau resolusi yang dikeluarkan oleh PBB. Bahkan untuk melakukanjudicial review terhadap resolusi yang dikeluarkan oleh PBB tidak dikenal.

Seorang ahli hukurn internasional dari Inggris, ND White, dalam penelitiannya menyebutkan bahwa "There is no established procedure in the UN Charter or in the Statute ofthe ICJ for decisions of the organs ofthe UN to be reviewed by the Court ..."7 Resolusi Majelis Umurn PBB mempunyai peran penting untuk menentukan berdiri tidaknya sebuah negara atau penggabungan wilayah pada suatu negara. Pada tahun 1965, misalnya, PBB mengeluarkan sebuah resolusi yang menolak keabsahan secara hukum dari deklarasi sepihak atas kemerdekaan dari Rhodesia. Dalam resolusi tersebut negara-negara anggota diminta untuk tidak mengakui proklamasi yang dilakukan oleh Rhodesia.8 Dalam konteks tersebut diatas resolusi yang dikeluarkan oleh PBB untuk mengakui hasil Pepera harus dianggap sebagai dokumen yang menentukan bahwa act offree choice telah dilakukan (walaupun dengan sistem perwakilan) dan hasil Pepera diterima dengan baik sebagai suatu hal yang final.

 

v. Penutup

Dalam perspektifhukum internasional Pepera yang diselenggarakan pada tahun 1969, walaupun dalam pelaksanaanya menyimpang dari yang diamanatkan dalam New y ork Agreement, tetap mempunyai kekuatan hukum. Pepera yang dihasilkan pada tahun 1969 tidak dapat dibatalkan pada saat sekarang.

Keinginan pihak-pihak tertentu di Papua untuk memisahkan diri dari Negara Kesatuan RI dengan mengatakan bahwa Pepera yang dilakukan tidak sah tidak mempunyai argumen yang kuat menurut hukurn internasional. Kalaupun ada keinginan untuk menjadikan Papua negara yang merdeka, maka hal itu tidak dapat dilakukan dengan mengargumentasikan bahwa Pepera harus dianggap batal
demi hukum.
 

   
© Copyright 1999-2001. All rights reserved. Contact: Tribal_WEBMASTER   by The Diary of OPM