MEMANTAPKAN WAWASAN KEBANGSAAN DALAM MENGHADAPI PERKEMBANGAN
GLOBAL DAN DISINTEGRASI BANGSA
Oleh : Jenderal TNI Ryamizard Ryacudu*
TEMA di atas sangat tidak popular, namun pandang-an demikian
sangat keliru karena di negara manapun wawasan kebangsaan
merupakan kunci dari tegak dan hancurnya suatu bangsa. Forum
seperti ini sangat penting bagi kita khususnya bangsa Indonesia
karena dapat dijadikan wahana untuk membangkitkan kembali
semangat nasionalisme yang saat ini terasa sudah mulai luntur.
Dikatakan demikian karena dinamika perkembang-an lingkungan
strategis yang semakin kompleks dan berjalan demikian cepat,
telah membawa perubahan dalam segenap aspek kehidupan yang
berdampak kepa-da semakin menguatnya kecenderungan dari sebagian
anak bangsa, untuk lebih berorientasi pada kepentingan universal
dengan mengabaikan kepentingan nasional. Hal tersebut telah
menimbulkan berbagai konflik di berbagai strata kehidupan
masyarakat yang akhirnya bermuara pada disintegrasi bangsa.
Judul di atas sengaja diangkat untuk mengingatkan kita semua dan
sekaligus sebagai kontribusi TNI-AD kepada bangsa Indonesia
dalam upaya memantapkan kembali persatuan dan kesatuan dari
keberagaman di dalam bingkai wawasan kebangsaan Indonesia,
dengan harapan agar kita siap menghadapi perkembangan dan
perubahan global. Adapun pokok-pokok materi yang akan diuraikan
meliputi : situasi lingkungan strategis, pengaruh lingstra
terhadap NKRI, wawasan kebangsaan, sejarah Indonesia dan
perjalanan bangsa, TNI, hal-hal yang sudah dan sedang dilakukan
TNI serta beberapa harapan-harapan saya kepada segenap komponen
bangsa Indonesia.
Beberapa dekade yang lalu, Indonesia pernah hampir mendapat
julukan sebagai macan Asia, karena memiliki potensi sangat besar
seperti sumber daya alam yang melimpah, jumlah penduduk terbesar
nomor empat di dunia serta kemampuan diplomasi yang tinggi.
Namun dalam perjalanannya keadaan bangsa Indonesia justru
mengarah kepada kondisi yang sebaliknya bila dihadap-kan dengan
perkembangan negara-negara di kawasan Asia Tenggara khususnya
dan Asia pada umumnya.
Keanekaragaman Suku, Agama, Ras dan Adat Istiadat yang dulu
terjalin kokoh kuat dalam bingkai kebangsaan Indonesia, kini
terasa semakin longgar dan rentan terhadap masuknya pengaruh
nilai-nilai universal yang tidak sesuai dengan nilai-nilai dan
norma-norma yang berlaku di Indonesia merupakan dampak dari
perubahan lingkungan yang tidak dapat terhindari. Kita memang
mengakui dan menerima adanya perubahan yang terjadi, karena itu
merupakan sebuah keniscayaan yang tidak dapat dihindari.
Perkembangan itu harus kita ikuti agar bangsa kita tidak
tertinggal jauh dan dapat berdiri sejajar dengan bangsa-bangsa
lainnya di dunia. Namun, masuknya nilai-nilai yang tidak sesuai
dengan budaya bangsa kita, tidak boleh dipaksakan untuk diterima,
karena jika hal itu terjadi, maka akan berakibat fatal bagi
bangsa Indonesia sendiri.
Selanjutnya sekilas tentang perkembangan lingkungan strategis
agar kita semua dapat menyikapi setiap perubahan yang terjadi
dalam rangka menjaga kesinambungan pembangunan bangsa dan negara
Indonesia yang sedang terus berupaya mengatasi krisis
multidimensi yang hingga saat ini belum mencapai hasil
sebagaimana yang kita harapkan bersama. Indonesia dengan posisi
geostrategi yang unik dan memiliki kekayaan sumber daya alam
yang melimpah, akan selalu menghadapi tantangan, gangguan dan
bahkan ancaman.
Secara geografis Indonesia merupakan persimpangan lalu lintas
perdagangan dunia, sehingga mengakibatkan keinginan asing untuk
menghadirkan kekuatan militernya atau menempatkan pangkalan
militer dalam melindungi jalur perdagangan mereka dan sekaligus
untuk perimbangan kekuatan militer negara-negara besar. Perlu
kita sadari, bahwa posisi Indonesia memang terletak pada simpul
perebutan pengaruh atau saling intervensi dari kutub-kutub
kekuatan militer dan ekonomi dunia, masih tetap ada. Kekayaan
sumber daya alam Indonesia juga merupakan daya tarik tersendiri
bagi bangsa lain untuk dieksploitasi secara damai maupun
dikuasai secara paksa.
Penyebab terjadinya perang di kawasan Timur Tengah tidak
terlepas dari ambisi negara-negara tertentu untuk menguasai
deposit minyak bumi yang sangat besar. Sekalipun perang itu
diformat dengan alasan masalah kemanusiaan, terorisme atau
senjata pemusnah massal, namun dibalik itu semua, upaya
penguasaan sumber daya alam merupakan penyebab utama terjadinya
konflik kepentingan dari negara-negara besar.
Sifat agresifitas manusia atau bangsa yang dipicu oleh ambisi
kekuasaan dan harga diri yang berlebihan masih ada dan selalu
ada serta menjadi penyebab perkembangan lingkungan strategis di
tingkat global, regional dan nasional yang tidak kondusif bagi
perdamaian dunia maupun pencapaian kepentingan nasional
Indonesia.
Perkembangan Lingkungan
Strategis Pada Lingkup Global
Fenomena global dewasa ini telah membawa manusia kembali pada
kondisi menyerupai jaman purba yang menganut hukum rimba, dimana
pihak yang kuat akan menindas pihak yang lemah dalam berbagai
bentuk dan spektrum perang yang tidak seimbang. Jadi perang yang
diciptakan itu bukanlah bentuk perang sebagaimana lazimnya suatu
perang antara dua kekuatan, tetapi lebih merupakan tekanan atau
penindasan oleh yang jauh lebih kuat terhadap yang lebih lemah,
kecil dan tersisih.
Perang yang hingga saat ini masih berkecamuk di beberapa kawasan
seperti di Irak dan Afganistan, ketegangan antara Korut dan
Korsel, terpecahnya beberapa negara besar menjadi sejumlah
negara kecil seperti eks Uni Soviet, Yugoslavia, pecahnya perang
saudara yang terjadi di Kamboja, Somalia, Ruwanda dan lain-lain
adalah wujud dari sifat agresifitas manusia yang ditunjukkan
oleh negara-negara besar dan maju ( koalisi global ) serta
masuknya nilai-nilai, norma dan kepentingan asing yang
dipaksakan sehingga menimbulkan konflik dan pecahnya rasa
persatuan dan kesatuan serta lunturnya wawasan kebangsaan dari
rakyatnya. Contoh negara-negara yang tetap eksis dan tidak
tersentuh oleh kekuatan lain karena rakyatnya bersatu-padu,
teguh memegang nilai-nilai budaya dan jati diri bangsanya adalah
Israel, Vietnam, Cina, Jepang dan India.
Asean adalah organisasi negara-negara Asia Tenggara yang
bersifat asosiatif, sehingga tidak menjamin adanya kesepakatan
yang bersifat mengikat. Kondisi objektif itu menjadi kendala
terwujudnya solidaritas Asean dalam mengatasi berbagai
permasalahan regional. Penyelesaian kasus Pulau Sipadan dan
Ligitan di Mahkamah Internasional, membuktikan bahwa Asean gagal
mengatasi permasalahan kawasan secara mandiri.
Setiap negara Asean bebas melakukan kerjasama militer atau
bahkan bergabung dalam pakta pertahanan di luar kawasan. Hal ini
mengakibatkan sesama negara Asean sendiri berada dalam posisi
berhadapan. Berbagai masalah sengketa teritorial, tidak jelas
batas antara negara, kejahatan internasional dan kegiatan ilegal
lainnya belum mampu diselesaikan oleh Asean sendiri. Solusi
damai memang menjadi harapan kita semua, namun kita juga
memerlukan kekuatan tawar atau Bargaining Power untuk memberikan
dampak penangkalan yang efektif.
Kemampuan Indonesia untuk
Menolong Diri Sendiri perlu segera diwujudkan, karena tidak ada
satu negara pun yang secara tulus mau menolong kita. Kata
kuncinya, yang menolong kita adalah kita sendiri dalam bentuk
Persatuan dan Kesatuan yang Kokoh dan Kuat Dari Segenap Komponen
Bangsa Dalam Bingkai Wawasan Kebangsaan Indonesia.
Bergulirnya reformasi nasional adalah fakta bahwa bangsa
Indonesia menghendaki perubahan-perubahan, sekaligus mengatasi
berbagai krisis. Dukungan masyarakat terhadap reformasi timbul,
karena diharapkan cita-cita reformasi itu diharapkan kelanjutan
dari cita-cita kemerdekaan bangsa Indonesia.
Harapan masyarakat itu diwujudkan dalam sumbangan suara mereka
kepada Parpol pada Era Reformasi yang berhasil menggantikan
kepemimpinan nasional. Rezim lama yang dinilai gagal mencegah
krisis, diposisikan sebagai lawan yang harus dihancurkan, namun
rezim pada era reformasi belum berhasil sesuai dengan harapan
seluruh rakyat. Logika demokrasi yang sempit itu juga
mengakibatkan menajamnya rivalitas politik, menguatnya isu
kedaerahan dan faham federal dalam sistem otonomi. Nasionalisme
bangsa Indonesia yang dibangun diatas landasan konsensus pada
peristiwa Sumpah Pemuda 1928, terfragmentasi oleh berbagai
kepentingan sempit dan sesaat yang tidak searah dengan
kepentingan nasional.
Liberalisme yang menyertai isu global dan diakomo-dasikan dalam
penyelenggaraan reformasi nasional semakin meluas pengaruhnya.
Apresiasi terhadap Pancasila sebagai ideologi negara semakin
menipis dan formalitas belaka. Pancasila sebagai ideologi negara
yang lahir dari ide-ide bangsa yang mengandung nilai-nilai
hakiki semakin terkikis oleh ideologi asing. Inilah berbagai
permasalahan yang kita hadapi dan menjadi tantangan kita bersama.
Pengaruh Lingstra Terhadap Keutuhan NKRI
Kerawanan akibat tekanan global merupakan wujud dari keinginan
negara-negara yang tergabung dalam koalisi untuk memperluas
hegemoni dan upaya menyatukan negara-negara di dunia ke dalam
suatu kutub atau "UNIPOLAR WORLD" ditangan suatu bangsa yang
berperan sebagai pemegang supremasi. Akibatnya negara-negara
berkembang menjadi tersisih apabila menolak nilai-nilai dan
norma yang akan diterapkan.
Demokrasi, Hak Azasi Manusia dan Lingkungan Hidup merupakan
nilai-nilai universal yang sangat baik dan harus kita wujudkan
sepanjang penerapannya dilakukan dengan sungguh-sungguh tanpa
dimuati kepentingan-kepentingan dan hanya menguntungkan pihak/negara
asing.
Nilai-nilai universal tidak selalu harmonis dengan nilai-nilai
nasional suatu bangsa sehingga bila nilai tersebut diadopsi
begitu saja tanpa terlebih dahulu dikaji secara mendalam, maka
yang terjadi adalah timbulnya konflik di berbagai strata
kehidupan sosial masyarakat.
Ancaman separatisme seperti di Aceh dan Papua serta konflik di
berbagai daerah seperti Maluku dan Poso hingga saat ini masih
menjadi persoalan bangsa
Indonesia yang belum dapat dituntaskan.
Pengaruh Lingstra Terhadap Wawasan Kebangsaan Indonesia
Universalitas yang mewarnai reformasi nasional itu telah
menimbulkan berbagai konflik di seluruh penjuru tanah air. Ide
separatisme muncul kembali dan dianggap sebagai bagian dari
praktek demokrasi yang diartikan dengan logika sempit sebagai
kebebasan menentukan nasib sendiri. Upaya-upaya untuk mengatasi
SEPARATISME dan ANARKISME dianggap sebagai tindakan anti
demokrasi.
Pemahaman kebebasan/demokrasi oleh sebagian masyarakat yang
mengarah kepada keinginan melepaskan diri dari NKRI serta
mengembangkan pandangan yang sempit di kalangan masyarakat,
telah menggejala dan dimunculkan sebagai wacana. Hal ini telah
mengakibatkan semakin longgarnya ikatan yang kokoh dan kuat yang
selama ini telah susah payah dibangun bersama oleh segenap
komponen bangsa Indonesia menjadi semakin rentan dan mudah
diprovokasi oleh pihak-pihak dari dalam dan luar negeri yang
memang tidak menginginkan NKRI, utuh dan kuat.
Demokrasi bukanlah tujuan utama, tetapi sebagai wahana untuk
mewujudkan kepentingan nasional. Bukan sebaliknya kepentingan
nasional dikorbankan untuk sekedar mempraktekkan demokrasi.
Tegak atau hancurnya suatu bangsa sangat tergantung kepada
bangsa itu sendiri. Intervensi asing yang akan menjadi penyebab
lenyapnya Indonesia dari peta-peta kalangan bangsa terhormat di
dunia harus kita lawan bersama.
Dalam konteks menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Perang ini
merupakan perang masa kini yang tidak harus berbentuk invasi
militer seperti masa lalu yaitu penghancuran secara total. Namun,
perang ini menggunakan potensi dalam suatu negara serta
cybernetic sehingga akibat yang ditimbulkannya jauh lebih
dahsyat dari perang masa lalu. Karena yang diserang dan dirusak
seluruh aspek kehidupan meliputi IPOLEKSOSBUD dan militer.
Pentahapannya diawali dengan merubah paradigma berfikir dan
selanjutnya akan berdampak pada aspek lainnya dengan
memanfaatkan kelemahan dan celah rentannya kehidupan berbangsa
dan bernegara.
Kemudian dengan memanfaatkan sel-sel perlawanan dan mengibarkan
separatisme serta mengadu domba dan memecah belah kekuatan dari
komponen bangsa yang ada sehingga kekuatan tentaranya menjadi
lemah dan selanjutnya negara menjadi lemah pada akhirnya negara
terpecah atau setidak-tidaknya timbul ketergantungan kepada
negara lain.
Keadaan seperti ini akan sangat mungkin terjadi di negara ini
bila ikatan kesatuan dan persatuan kita semakin longgar sehingga
pertikaian antar sesama anak bangsa terus berlangsung, tidak
segera menyadari serta mengambil sikap untuk melawannya.
Sejarah Bangsa Indonesia
Bagi bangsa Indonesia, sejarah perjuangan bangsa khususnya dalam
merebut kemerdekaan, telah memberikan nilai-nilai semangat juang
yang tinggi dan mampu menggugah dan memotivasi serta menjadi
sumber inspirasi bagi generasi demi generasi guna meneruskan
perjuangan para pendahulu untuk tetap mempertahankan kemerdekaan
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sejarah bangsa ini sudah
tercatat lima belas abad sebelum masa penjajahan.
Dalam kurun waktu itu, terjadi pergaulan kebudayaan dan
perhubungan dagang dengan kerajaan-kerajaan lain di
sekelilingnya.
Selama itu, umumnya bangsa kita berkembang menurut kodratnya
sendiri, seraya menyesuaikan dengan unsur-unsur kebudayaan asing
yang diterimanya sebatas kebutuhan dan sifat-sifatnya.
Apakah yang berkembang selama lima belas abad itu akan tetap
merupakan unsur yang penting bagi perkembangan jiwa bangsa kita,
meskipun negara dan masyarakat yang hendak kita bangun sesudah
proklamasi kemerdekaan berlainan dasarnya daripada negara-negara
dan masyarakat yang terdapat dalam sejarah lama.
Tetapi satu hal yang patut kita yakini dan menggugah semangat
kebangsaan kita yaitu bahwa sebenar-benarnya bangsa kita, bangsa
Indonesia, bangsa yang menghuni nusantara ini merupakan bangsa
besar yang tercatat dalam sejarah dunia.
Sekitar tahun 650, di Sumatera telah terbentuk Kerajaan
Sriwijaya dan di Jawa Tengah juga terdapat kerajaan besar yakni
Kalingga. Kebesaran kerajaan pada masa itu dengan berdirinya
Candi Borobudur pada abad delapan.
Kerajaan Sriwijaya pernah mengalami jaman gemilang dan wilayah
kekuasaannya meluas sampai ke luar nusantara, antara lain ke
daratan Asia Tenggara dan Philipina, namun juga mengalami jaman
kemunduran karena menghadapi persaingan dan serangan dari
kerajaan-kerajaan yang muncul di Jawa. Kerajaan Sriwijaya hidup
terus sampai akhir abad ke empat belas.
Tahun 1293, oleh Raden Wijaya didirikan kerajaan Majapahit yang
kuat dan merupakan salah satu puncak kejayaan dalam sejarah lama
kita, terutama dibawah pemerintahan Raja Hayam Wuruk, yang
berkuasa mulai tahun 1350 sampai tahun 1389.
Sebagian besar kejayaan dan kebesaran Kerajaan Majapahit itu
diperoleh berkat andil dan hasil karya Gajah Mada yang menjadi
Patih atau Perdana Menteri mulai tahun 1331 sampai 1364 yang
berhasil menguasai seluruh nusantara dan beberapa daerah di
luarnya.
Namun sesudah raja Hayah Wuruk wafat, pertentangan-pertentangan
dan perang saudara berkecamuk, keadaan negara seperti itu
dimanfaatkan oleh daerah-daerah untuk menentang kekuasaan dan
pengendalian pusat, yang melahirkan kerajaan-kerajaan kecil.
Dengan berkurangnya Majapahit, bangsa Portugis yang disusul
dengan bangsa barat lainnya, seperti Belanda, juga bangsa
Tiongkok atau Cina masuk dan datang untuk berdagang, bertani dan
bahkan sebagai bajak laut, kemudian mereka menetap.
Pada mulanya bangsa Barat sebenarnya bermaksud mengeksploitasi
sumber daya alamnya demi kepentingan negara penjajah itu dengan
menggunakan politik adu domba, devide et impera, sehingga
kerajaan-kerajaan kecil yang terdapat di wilayah Nusantara tidak
menjadi besar, bersatu dan kuat. Politik tersebut berhasil,
hingga seluruh wilayah Nusantara dijajah selama 3,5 abad.
Perjalanan panjang sejarah penjajahan di Nusantara ini, telah
mengusik jiwa dan hati nurani anak bangsa, terutama para pemuda
untuk bangkit menentang penjajah.
Tahun 1908, mulai muncul gerakan kebangsaan Indonesia yang
diawali dengan munculnya bermacam-macam pengelompokan yang
didasarkan atas rasa solidaritas atau hubungan kesetiakawanan
yang terbatas ruang lingkupnya seperti solidaritas kedaerahan,
suku bangsa, ras dan agama. Diantaranya kita kenal Budi Utomo
yang didasarkan atas rasa solidaritas penduduk di Jawa dan
Madura.
Tahun 1912, muncul Indische Partij yang melahirkan
perhimpunan-perhimpunan berdasarkan Konsepsi Kebangsaan
Indonesia dengan tujuan mempersatukan semua golongan penduduk
yang beranekaragam di wilayah Nusantara ini, kemudian tanggal 28
Oktober 1928, sejumlah pemuda mengadakan kongres di Batavia dan
menghasilkan kata sepakat yang dikenal sebagai Sumpah Pemuda
atau Ikrar Pemuda.
Yang menjadi tekad, sekaligus dasar perjuangan pemuda adalah
pemikiran bahwa mereka mempunyai satu tanah air, yaitu tanah
Indonesia, satu bangsa, yaitu bangsa Indonesia, dan menjunjung
tinggi satu bahasa yaitu bahasa Indonesia.
Hal itu selanjutnya menjadi motivasi dan pemicu bangkitnya rasa
kebangsaan Indonesia untuk melawan penjajah. Perjuangan keras
itu menghasilkan proklamasi 17 Agustus tahun 1945 dan
terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terbentang
dari Sabang sampai Merauke.
Namun, sejak berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia ini,
usaha-usaha untuk mengisi kemerdekaan dan membangun bangsa dan
negara ini selalu saja mendapat gangguan, hambatan bahkan
ancaman dari dalam dan luar negeri.
Upaya mempertahankan proklamasi kemerdekaan bangsa dan negara
ini terus dilakukan dengan gigih, melibatkan semua komponen
bangsa termasuk TNI yang memang tidak terpisahkan dari sejarah
perjuangan bangsa.
Berbagai pemberontakan silih berganti muncul dan kesemuanya
dapat ditumpas oleh TNI bersama-sama seluruh rakyat Indonesia,
seperti :
- Pemberontakan PKI tahun 1948 di Madiun oleh Muso mendirikan
Negara Soviet Republik Indone- sia.
- DI/TII Jawa Barat tahun 1949 oleh Sekarmaji Mari- jan
Kartosuwiryo mendirikan negara yang dikepalai seorang imam
berdasarkan religi yang fanatik dan dogmatik.
- Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) 1950 oleh Raymon Piere
Westerling menjadikan Indonesia sebagai jajahan Belanda.
- Andi Aziz tahun 1950 oleh Kapten KNIL Andi Aziz di Makassar
mempertahankan Negara Indonesia Timur dan menolak pasukan TNI.
- RMS tahun 1950 oleh DR CH.R. Soumokil di Maluku mendirikan
negara terlepas dari NKRI setelah gagal membantu pemberontakan
Andi Aziz.
- DI/TII Kalimantan Selatan 1950 oleh Ibnu Hajar karena
ketidakpuasan Ibnu Hajar pindah ke Kalbar.
- DI/TII Sulawesi 1953 oleh Kahar Muzakar karena tidak setuju
terhadap keputusan masuknya Korps Cadangan Nasional atau CTN ke
dalam APRIS secara bertahap.
- DI/TII Aceh 1953 oleh T. Moch Daud Beureuh karena
ketidakpuasan terhadap keputusan peme- rintah yang menjadikan
Aceh keresidenan dalam Provinsi Sumut.
- Permesta 1957 di Makassar karena tidak puas dengan APRIS.
- PRRI 1958 di Padang oleh Ahmad Husin, Maludin Simbolon, Dahlan
Jambek dan Syafrudin Prawiranegara karena ketimpangan
pembangunan.
- Organisasi Papua Merdeka (OPM) 1964 di Ayamaru oleh T.T
Aronggear Lodewijk Mandadan dan Ferry Awom dibentuk Belanda
melalui putra daerah mendirikan negara Papua.
- G 30 S/PKI untuk mendirikan negara yang beredio- logi komunis
menggantikan ideologi Pancasila.
- Gerakan Aceh Merdeka (GAM) 4 Desember 1976 oleh Hasan Tiro
karena ketimpangan ekonomi dan bermuara kepada pemisahan dari
NKRI.
Unsur pokok wawasan kebangsaan itu adalah komitmen yang
menjunjung tinggi hak dan kewajiban setiap warga negara,
ditetapkan melalui proses politik yang konstitusional dan
dilaksanakan dengan konsekuensi hukum yang tinggi. Konsepsi
untuk memantapkan wawasan kebangsaan, secara garis besar
meliputi tiga dimensi pembinaan, yakni rasa kebangsaan, paham
kebangsaan dan semangat kebangsaan.