Untuk
proposal metode ini, tanggapan orang-orang Papua tentang
aturan orang Indonesia, Jakarta secara konsisten menuntut bahwa
mayoritas penduduk orang Papua setuju tinggal dengan Indonesia dan
tidak mau diadakan penentuan nasib sendiri. Dalam laporan Sidang
Umum mereka menulis bahwa pandangan ini didasarkan atas ratusan
dukungan pernyataan mereka telah terima dari orang-orang Papua.[45]
Dalam
pribadi Sudjarwo tidak senang tentang sejumlah pernyataan
anti-Indonesia yang dikirim kepada Ortiz Sanz dan kemudian
diteruskan kepadanya. Pada satu bagian dia bahkan menuntut kepada
Sekretaris-Umum bahwa pernyataan-pernyataan ini untuk
mengganggu militer orang-orang Indonesia.[46]
Dalam
laporan akhirnya kepada Sidang Umum, Ortiz Sanz menulis bahwa dia
telah menerima sebanyak 179 pernyataan selama waktu dia berada di
Papua, keduanya untuk dan melawan Indonesia, Kelompok di Irian Barat
… dia berkata bahwa ini datang dari dewan-dewan daerah dan
berbagai organisasi yang diakui resmi. Mereka berada, dia berkata,
ditulis oleh pemikir politik dan orang-orang berpendidikan baik.
Tidak ada bagian dalam laporan dia bertanya apakah ini pendangan
murni atau hasil tekanan orang-orang Indonesia.[47] Dalam lawannya, dia
menghilangkan pernyataan-pernyataan anti-Indonesia, menggambarkan
mereka sering hampir tidak jelas dan biasanya tanpa nama (tidak
diketahui namannya). Lebih penting adalah ia menegaskan dalam
laporan resminya kepada Sidang Umum bahwa pernyataan dia terima
pro-orang-orang Indonesia.[48]
“Satu
pertanyaan adalah mengapa dia menulis ini sebab tidak benar. Dalam
arsif PBB di New York, secara rinci 156 dari 179 pernyataan yang
masih bertahan terus, sesuai dengan semua yang diterima sampai 30
April 1969. Dari pernyataan-pernyaan ini, 95 pernyataan
anti-Indonesia, 59 pernyataan pro-Indonesia, dan 2 pernyataan adalah
neutral.”[49]
Dalam
bukti ini, Ortiz Sanz sendiri menyampaikan bahwa banyak pernyataan
yang dia terima dalam akhir minggu adalah melawan Indonesia, dengan
demikian, alasan yang dapat diterima dalam kesimpulan bahwa jumlah
sedikitnya 60% pernyataan ditujukan kepada PBB adalah melawan
Indonesia dan setuju suatu referendum. Itu tidak realistis untuk
menyarankan bahwa Ortiz Sanz dengan mudah melakukan kesalahan, sejak
menggambarkan jenis setiap pernyataan sangat jelas dan daftar yang
mudah untuk ditambah. Akibatnya, Ortiz Sanz sendiri memilih untuk
berhati-hati dalam Sidang Umum PBB, atau dia telah dikatakan untuk
melakukan demikian oleh U.Thant.
Bagaimanapun
gambaran tanggungjawab yang jelas kerjasama PBB dengan Indonesia
untuk mensahkan pencaplokan orang-orang Indonesia atas Irian Barat,
dengan mengorbankan orang-orang Papua, yang kehilangan jaminan
hak-hak politik dalam Perjanjian New York.
Go up
F.
TAHANAN POLITIK DAN HAK-HAK POLITIK
Bukti-bukti
lebih lanjut dari kerjasama ini datang dari surat-menyurat antara
Ortiz Sanz dan Sudjarwo tentang masalah tahanan politik. Sementara
Ortiz Sanz mengakui bahwa Perjanjian New York meminta pembebasan
beberapa tahanan politik, dia memberitahukan Jakarta supaya
mengetahui bahwa dia menerima hak berbeda dengan yang dia
gambarkan sebagai “anti-negara”. Dia membeberkan kesusahan
rakyat dari Papua, sebelum pelaksanaan penentuan nasib sendiri.[50]
Dalam
bulan Maret 1969, Belanda sendiri mendesak U.Thant untuk
mempertimbangkan pengaturan kekuatan ekspedisi untuk menjamin bahwa
pemilihan dapat diadakan tanpa intimidasi militer Indonesia.[51]
Sekretaris-Umum, menentang pernyataan Den Haag bahwa
penugasan diijinkan oleh Perjanjian dan menolak anjuran itu. Ortiz
Sanz berkomentar, barangkali tepat, bahwa itu hanya taktik Belanda
untuk menuntut bahwa mereka sedikit berusaha untuk melindungi
orang-orang Papua.[52]
Di
samping itu, Jakarta dengan pasti menolak untuk mengijinkan
penugasan itu. Namun demikian, Ortiz Sanz selanjutnya melaksanakan
sedikit tekanan pada Indonesia termasuk beberapa isi demokrasi dalam
pelaksanaan pemilihan. Pada tanggal 18 Maret, dia menyampaikan pada
media dimana dia mengumumkan bahwa Indonesia memilih metode hanya
dapat diterima jika memenuhi tiga pra-syarat: (1) Akhir musyawarah
dewan harus memuaskan anggota yang lebih luas; (2) Dewan hendak
mewakili semua sektor penduduk; (3) Anggota-anggota dewan baru
hendaknya dipilih oleh rakyat secara jujur. Dia mengakhiri
dengan menyatakan bahwa Jakarta memberikan dia jaminan resmi bahwa
pra-syarat ini dilaksanakan.[53]
Pengumuman
ini dibuat secara luas untuk orang-orang Papua yang tidak
mengetahui, tetapi jikalau penguasa tidak aktif berkerjsama dalam
menyebar-luaskan pada media massa, kemudian tidak disenangi banyak
orang-orang Papua diinformasikan pra-syarat ini.
Go up
G.
PROTES ORANG PAPUA DAN INDONESIA MELANJUTKAN PERSIAPAN
Pada
tanggal 11 April, akhir pertemuan dewan daerah untuk menerima secara
resmi metode pilihan Jakarta untuk pelaksanaan penentuan nasib
sendiri, walaupun mereka menegaskan kembali bahwa seluruh
pelaksanaan tidak perlu ada gangguan dan Irian Barat mau menjadi
orang-orang Indonesia. Pada hari yang sama, kelompok yang lain
dari orang-orang Papua berkumpul di tempat Ortiz Sanz berada di
Jayapura untuk menyatakan referendum dilaksanakan secara jujur.
Ortiz Sanz menyebutkan bahwa beberapa ribu orang dan meminta untuk
membubarkan, sementara menjamin mereka bahwa PBB akan mencoba untuk
menjamin hak-hak dan kebebasan yang mereka sampaikan. Secepatnya
Ortiz Sanz menghubungi U. Thant untuk mengatakan kepadanya bagaimana
dia telah berhasil secara persuasif militer Indonesia tidak
intimidasi. Dia kemudian menambahkan: “peristiwa ini menunjukkan
untuk pertama kali di Irian Barat memungkinkan
demonstrasi-demonstrasi demokratis damai oleh penduduk dan
dibuktikan baik oleh sebagian komandan militer Indonesia.
Dua
bulan kemudian, dia terpaksa meninjau kembali laporan ini dan
menginformasikan kepada Sekretaris Umum bahwa sedikitnya 43 orang
yang mengikuti demonstrasi ditangkap dan ditahan tanpa
pengetahuannya.[55]
Sementara
itu, usaha-usaha PBB untuk mempengaruhi Indonesia selanjutnya gagal.
Dalam pertengahan April, Ortiz Sanz menyatakan pada Rolz-Bennett
bahwa Jakarta telah memutuskan anggota baru dewan daerah oleh
pengangkatan resmi panitia ad hoc, daripada dipilih oleh rakyat.
Sebagaimana janji terdahulu. Ini jelas suatu penghinaan kepada Ortiz
Sanz, demikian secepatnya sesudah pernyataan umum pentingnya
pemilihan-pemilihan atas dewan-dewan.
Dalam jawaban-jawaban agak
menyakitkan hati Rolz-Bennett menulis: Reaksi pertama kami adalah
Indonesia boleh melakukan begitu jauh secara khusus dengan keputusan
untuk penambahan wakil-wakil itu berarti bukti pengangkatan oleh
panitia ad hoc. Teman-teman kita orang-orang Indonesia hendaknya
menyatakan sebagaimana Anda mengatakan kepada mereka begitu banyak
waktu, bahwa metode untuk melaksanakan pemilihan bebas tidak harus
menimpang, begitu secara radikal dari syarat-syarat diterima secara
umum dari wakil-wakil politik. Itu tentu saja bukan diluar
kepintaran manusia untuk memikirkan suatu metode untuk penambahan
wakil-wakil yang dipilih atau diseleksi oleh masyarakat kepercayaan
mereka, untuk memberikan kesempatan pada penduduk umum untuk
dilibatkan dalam pelaksanaan pemilihan bebas.[56]
Kekhawatiran
pada perkembangan situasi pertengahan bulan April ketika
perlawanan meluas di pusat pedalaman bagian Barat. Perusakan
lapangan terbang, dan pejabat resmi orang-orang Indonesia dan
militer terbang ke daerah. Pada tanggal 23 April, 90 anggota militer
dan polisi memberontak dan bergabung dengan OPM.[57]
Pada tanggal 27 April, pesawat terbang membawa Jenderal Sarwo Edhie,
Komando Militer Teritori Indonesia, menembak dengan senjata dari
pesawat terbang ke daerah. Dua penumpang termasuk inspektor polisi
terluka. Dalam menanggapi peristiwa Enarotali ini, pada
tanggal 30 April, pasukan-pasukan orang Indonesia dikirim dari Jawa
Barat. Penyerangan orang-orang Indonesia menyebabkan sekitar 14.000
orang melarikan ke semak-semak hutan sementara pertempuran dengan
OPM sedang berlanjut.[58]
Di
tempat lain, kelompok nasionalis Papua mengadakan demonstrasi di
Arso, pasukan-pasukan tentara Indonesia menyerang dekat Merauke dan
Semenanjung Kepala Burung, perjuangan di Arfak dipimpin oleh
Fritz Awom berlanjut. Reaksi awal Ortiz Sanz kepada pejuang Papua
untuk mencoba mengabaikan mereka, dan dia memerintahkan stafnya
untuk menahan diri dari keterlibatan dalam persoalan ini. Dia juga
menginformasikan pada media massa bahwa keamanan dalam negeri adalah
tanggungjawab Jakarta bukan urusannya.[59]
Tanggapan
ini tidak diterima baik oleh pemimpinnya dan Rolz-Bennett secepatnya
memerintahkan dia untuk menerima informasi yang lengkap
gangguan-gangguan dari Indonesia.[60]
Di bawah tekanan dari New York, Ortiz Sanz juga melakukan kunjungan
singkat ke daerah konflik. Sekembalinya ke Jakarta dia membuat
pernyataan pada media massa menyatakan bahwa semuanya aman.[61]
Dalam
kenyataannya, dia melihat sedikit selama perjalanan
pemeriksaannya dan kadang-kadang tidak pernah bahkan pergi jauh
dengan pesawat. Lebih jauh, dia sebenarnya menulis pernyataan pada
media massa sebelum komentar tentang perjalanannya.[62] Dirinya
bagaimanapun, dia dengan cukup prihatin tentang situasi umum bahwa
dalam pertengahan Mei, dia meminta kepada U.Thant untuk menunda
pelaksanaan penentuan nasib sendiri selama 3 atau 4 bulan supaya
“untuk menyiapkan kami dengan kesempatan terakhir untuk
memperbaiki keadaan yang demokratis.”[63]
Tetapi, Sekretariat tidak tertarik atas ide ini, dan Rolz-Bennett
menjawab dengan bertanya” Apakah dalam kenyataan memungkinkan
untuk mengubah keadaan yang berarti di Papua selama masa
penundaan?.”[64]
Go up
Sementara
Jenderal Sarwo Edhie menekan pejuang-pejuang Papua, PBB melanjutkan
desakan ke Jakarta untuk pendirian yang moderat dalam pelaksanaan
penentuan nasib sendiri. Dalam laporan PBB bulan Mei pada pertemuan
antara U.Thant dan Duta Besar Indonesia mengatakan: … Sekretaris
Umum menekankan pentingnya penambahan penasihat-penasihat dengan
maksud menjamin bahwa penasihat-penasihat baru benar-benar mewakili
rakyat lembaga mereka. Ini hendaknya menjadi batu ujian keadilan,
kejujuran dan validitas benar-benar dilaksanakan oleh
negara-negara anggota PBB.”[65]
Tetapi,
pada waktu itu U.Thant membuat permintaan ini, Indonesia sudah
memulai mengangkat penasihat-penasihat baru tanpa menginformasikan
Ortiz Sanz dan timnya, yang diharuskan mengawasi seluruh pelaksanaan
penentuan nasib sendiri. Itu lebih jauh keadaan yang memalukan
untuk perwakilan PBB, secara khusus sebagaimana yang dilaporkan oleh
beberapa media asing. Ortiz Sanz lagi memohon kepada Sudjarwo dengan
mengatakan: “Saya menekankan, pentingnya pelaksanaan pemilihan
bebas yang jujur sebab saya percaya Indonesia berkeinginan
mengakhiri, dan bukan sementara, menyelesaikan masalah Irian Barat.
Pemerintah Indonesia hendak mengambil perhitungan resiko dan
membiarkan kesempatan lawan politik untuk menyatakan pendapat
mereka. Ini adalah kesempatan untuk percaya Indonesia untuk
menampilkan ukuran-ukuran keberanian dan kemurahan hati.”[66]
Akhirnya,
dibawah tekanan Rolz-Bonnett, Ortiz Sanz dengan tidak senang menulis
kepada Sudjarwo mendesak dia untuk mengatur kembali beberapa
pemikiran, demikian bahwa PBB berada disini yang memonitor proses.
Dalam hal ini Sudjarwo menyetujui, “[67]
dan antara 26 Juni dan 5 Juli pelaksanaan seleksi yang dihadiri
pejabat resmi PBB, kadang-kadang media asing. Walaupun ini,
akhirnya, pejabat resmi PBB sesungguhnya hanya mengatur
pemilihan saksi 195 dari 1.022 perwakilan sidang yang akhirnya
mengambil bagian dalam pelaksanaan pemilihan bebas.
Walaupun
demikian, itu hanya kesempatan dalam tekanan PBB pada Indonesia
beberapa pengaruh selama seluruh masa dan Ortiz Sanz membuat banyak
dalam laporan akhirnya dalam sidang. Tidak dilaporkan dalam
laporan ini, bagaimanapun, beberapa gambaran pada pertemuan
pemilihan mereka sendiri, dan alasan atas penghilangan ini menjadi
jelas dari bacaan data-data yang diberikan sesudah itu oleh beberapa
anggota wartawan asing yang hadir, dan oleh penduduk lokal sendiri.
Satu contoh yang dilukiskan oleh wartawan Australia, Hugh Lunn, yang
meyakinkan pemilihan di Biak yang juga di hadiri oleh Ortiz Sanz
sendiri.
“Pemilihan,
dia berkata, terdiri dari kelompok orang-orang …berjalan kedalam
orang-orang
Papua yang diam dan memilih 6 orang laki-laki bahwa mereka sendiri
memilih, Hugh Lunn kemudian menggambarkan bagaimana tentara
orang-orang Indonesia menangkap 3 orang Papua yang menunjukan
plakat-plakat menuntut Plebisit. Seorang wartawan memohon kepada
Ortiz Sanz untuk merekan, tetapi dia dengan sederhana mengatakan dia
berada hanya untuk mengamati.”[68]
Ketika
satu pertimbangan penting dilampirkan oleh PBB tentang pemilihan
ini, mewakili sebagai batu ujian demokrasi dalam seluruh pelaksanaan
menjadi adil,itu adalah sulit untuk menyimpulkan bahwa usaha-usaha
mereka sama sekali tidak berhasil. Bahkan dalam banyak pemilihan
disaksikan oleh pengamat-pengamat PBB, itu jelas bahwa demokrasi
yang jujur tidak dapat dipakai untuk memainkan dalam pelaksanaan
penentuan nasib sendiri, Ortiz Sanz meluangkan sisa waktunya di
Papua bekerja sama dengan U. Thant dan Jakarta dan usaha-usaha
mereka untuk menyimpulkan pelaksanaan penentuan nasib sendiri
sedikit berlawanan dengan keadaan yang diijinkan.
Go up
Pentingnya
tugas ini, dan tingkat yang menjadi keprihatinan Ortiz Sanz, adalah
dijabarkan secara baik dalam surat yang dia tulis kepada
Rolz-Bennett pada 14 Juni, dalam surat ini, Ortiz Sanz mengungkapkan
bahwa Sudjarno “tidak hanya prihatin, tetapi meneruskan tentang
dua pokok khusus.
Pertama
adalah sikap Pemerintah Belanda terhadap metode pilihan
Indonesia untuk pelaksanaan penentuan nasib sendiri. Kedua adalah
isi dari laporan akhir yang akan di sampaikan Ortiz Sanz kepada
Sidang Umum PBB. Dengan hormat, Ortiz Sanz mengumumkan : saya
menyarankan dia secara pribadi pemerintahnya mendapat jaminan
bahwa Pemerintah Belanda tidak membuat banyak keraguan, atau
tantangan, ini mengatasi perdebatan dalam Sidang Umum PBB yang
berhubungan laporan hasil penentuan nasib sendiri.
Pada
laporan akhirnya, Ortiz Sanz menulis: Sebagai suatu pernyataan
kerja sama, saya meneruskan untuk menunjukkan Sudjarwo, pada
dasar-dasar rasional, bagian-bagian lampiran itu berlawanan atau
membahayakan dengan laporan orang-orang Indonesia.“[69] Ini adalah surat
yang penting dengan dua alasan : Pertama dari seluruhnya,
mengungkapkan bahwa Indonesia prihatin pada kemungkinan kritik
internasional dari maksud mereka untuk menipu orang-orang Papua
dalam penentuan nasib sendiri. Lebih penting lagi, bagaimana surat
ini menyatakan dengan jelas bukti-bukti keterlibatan langsung Ortz
Sanz dengan Jakarta yang dimaksud, mengurangi dampak beberapa
praktek internasional yang melanggar prinsip fundamental Perjanjian,
sementara perbuatan bermuka dua atau ejekan dikerjakan dari
suatu negara dalam mengejar kepentingan, “itu sama sekali tidak
dapat dipertahankan tindakan perwakilan Sekretaris Umum PBB.
Bagaimanapun, Sekretaris Umum sendiri membuat saran-saran yang
sama kepada orang-orang Indonesia. Pada pertemuan tertutup yang
diadakan di New York pada 20 Juni U. Thant menginformasikan Sudjarwo
bahwa: Pemerintah Indonesia hendaknya berkonsultasi dengan
anggota-anggota Sidang Umum untuk tujuan mencegah komisi bagian draf
resolusi yang menyentuh pada dasar-dasar Irian Barat.”[70]
Dalam
akhir minggu sebelum pelaksanaan pemilihan bebas dimulai Ortiz Sanz
berkata kepada Rolz-Bennett bahwa keadaan hak-hak asasi manusia
sesungguhnya lebih buruk, walaupun dengan tetap dia memohon kepada
Jakarta untuk menunjukan pengendalian. Dia bahkan dua kali meminta
orang Indonesia mengatur untuk dia bertemu dengan Presiden Suharto
bahwa dia ingin menyatakan keprihatinannya. Tetapi sebagaimana dia
telah mengakui dalam laporan akhirnya, Suharto begitu sibuk untuk
bertemu dia. “[71]
Pada
14 Juli, Pemiliham bebas akhirnya dimulai dengan 175 anggota dewan
musyawarah untuk Merauke. Dalam tambahan Ortiz Sanz dan
Timnya, kelompok besar tentara dan politikus-politikus …Indonesia
hadir. Juga ada duta besar Amerika, Belanda, dan Thailand, ditemani
oleh wartawan Indonesia, pejabat resmi politikus, dan jumlah kecil
wartawan asing.”[72]
Masalah
dengan seluruh pertemuan yang lain, anggota-anggota sidang
meluangkan beberapa minggu sebelum hari pelaksanaan pemilihan bebas
dibawah pengawasan oleh penguasa dan mengisolasikan dari keberadaan
masyarakat. Beberapa anggota sidang mengakui bahwa mereka diancam
dan disuap oleh Brigadir Jendral Ali Murtopo, Komandan Tentara
Operasi Khusus, selama minggu-minggu itu ketika mereka berada
dibawah pengawasan. Murtopo dipilih oleh Presiden Suharto untuk
pergi ke Irian Barat dengan tim siswa tentara, dan guru-guru supaya,
mempengaruhi “pikiran dan hati” dan “membuat hasil”
pelaksanaan Pemilihan Bebas. Sesuai dengan Pendeta HokuJoku
yang adalah anggota dewan untuk Jayapura, Murtopo mengingatkan
mereka bahwa Indonesia adalah tentara yang kuat dan tidak kompromi.
Jika mereka ingin negara merdeka sendiri, dia menghina bahwa mereka
meminta orang Amerika sediakan tempat di bulan. HokuJoku juga
menggambarkan bagaimana orang Papua dipilih untuk berbicara pada
pertemuan yang tepat seperti yang diajarkan tentang apa yang harus
dikatakan dan ada kekuatan orang-orang Indonesia melatih
pembicaraan mereka.“[73]
Di
Merauke dan dimana saja, tugas anggota-anggota dewan seperti
disetujui oleh Jakarta, datang untuk memakai beberapa bentuk
keputusan kolektif yang tidak jelas metode Indonesia untuk mencapai
kesepakatan yang dikenal musyawarah. Apa artinya ini dalam pratek
bahwa sejumlah anggota pejabat resmi Indonesia hadir di Merauke dan
mengatakan kepada anggota-anggota dewan dengan berbagai alasan bahwa
tinggal dengan Indonesia.
Kemudian
Ortiz Sanz membuat pernyataan singkat tentang pentingnya tugas
anggota-anggota dewan dan mengingatkan mereka bahwa mereka berbicara
tidak hanya untuk mereka sendiri tetapi atas nama seluruh
orang-orang Papua. “Jangan ragu-ragu untuk berbicara kebenaran dan
menjadi taat pada keinginan orang-orangmu sendiri”.
Mengikuti
pembicaraan ini, 20 anggota dewan berdiri dan membuat
pernyataan-pernyataan yang hampir sama atas nama semua yang hadir.
Mereka menyatakan bahwa mereka mempertimbangkan mereka sendiri
sebagai bagian Indonesia sejak 1945, mereka mengakui hanya satu
negara, satu undang-undang, satu bendera dan satu Pemerintah
Indonesia. Sesudah pernyataan-pernyatan ketua atau pimpinan ini,
pejabat Pemerintah, mengatakan kepada 155 anggota dewan yang lain
untuk berdiri jika mereka setuju dengan pernyataan teman-teman
mereka, semua berdiri.
Menteri
Dalam Negeri Indonesia, kemudian menyimpulkan dan melanjutkan dengan
ucapan terima kasih bahwa anggota-anggota dewan atas keputusan dan
janji setia bahwa Indonesia akan memenuhi tentang jawaban untuk
membangun ekonomi Papua dan setiap penghargaan lain. Irian Barat,
dia berjanji, hendak memberikan organisasi otonomi, kordinasi dan
melaksanakan fungsi. “[74] Hari
berikutnya, Ortiz Sanz mengadakan konferensi Pers dan dia mengatakan
sistem musyawarah Indonesia adalah “Praktis”, dia kemudian
menyatakan bahwa pemilihan kemerdekaan nasional atau untuk Irian
Barat tidak memungkinkan. “[75]
Media
Australia The Sidney Morning Herald menerbitkan pada edisi 14 Juli
dengan dahsyat mengkritik seluruh pelaksanaan dan tingkah laku
Pemerintahnya di Camberra. Perlakukan dalam menghianati orang-orang
New Guinea Barat dimulai zaman ini. Tidak banyak kata berbelit-belit
dapat mengubah fakta buruk bahwa orang pedalaman yang bersahaja
(sederhana) dengan sengaja dan terbuka ditipu hak-haknya, dijamin
dengan tercapainya perjanjian internasional dibawah pengawasan PBB,
untuk memutuskan kepastian masa depannya sendiri. Dimanakah dunia
sekarang mau menerima keputusan bahwa orang-orang primitif yang
pernah menjadi bebas? “[76]
Walaupun
kritik demikian, sidang berikut direncanakan di Wamena tanggal 16
Juli dengan hasil-hasil yang sama. “[77]
Sidang ketiga di adakan di Nabire pada 19 Juli. Sesuai dengan
wartawan Brian May, perlawanan telah mengosonngkan daerah
orang-orang lokal bahwa orang-orang Indonesia memindahkan
orang-orang Papua dari daerah lain untuk bermain anggota-anggota
dewan. “[78]
Bahkan wartawan lain,
Hugh Lunn, melaporkan bahwa seorang anggota dewan mengatur untuk
kontak dia untuk meminta apakah dia dapat menjamin bahwa hendaknya
tidak ada pembalasan dendam jika 100 orang anggota berbicara melawan
Indonesia pada pertemuan itu. Lunn menjawab bahwa dia tidak dapat
memberikan janji. Anggota lain kemudian memberikan satu catatan yang
menyatakan bahwa semua anggota dewan disuap. Pada waktu yang sama,
ketiga anggota berusaha untuk menyampaikan catatan kepada tim PBB,
tetapi sesuai dengan Lunn, mereka menolak menerima itu.“[79]
Walaupun
semua ini, laporan resmi Ortiz Sanz tidak menyebutkan perlawanan.“[80]
Pada hari yang sama, Jakarta mengumumkan bahwa hasil-hasil
menunjukan bahwa Irian Barat sudah memilih untuk tinggal dengan
Indonesia. Sisa pertemuannya tidak akan mempengaruhi lebih daripada
hasil ini.“[81]
Pertemuan kedua berikutnya di Fak-fak dan Sorong juga mengikuti
format yang sama, dengan pembicaraan yang sama dan pengertian yang
sama pada Jakarta disampaikan oleh orang-orang Papua yang dipilih
untuk berbicara. Di Manokwari, sementara dewan memberikan suara,
pemuda-pemuda Papua dari luar ruang pertemuan bernyanyi lagu gereja
“sendiri, sendiri”. Dalam menangani ini tentara orang-orang
Indonesia melemparkan mereka dalam mobil dan membawa mereka pergi
pada satu bak mobil, Hugh Lunn, wartawan asing yang hadir,
diancam dengan senjata oleh orang Indonesia sementara dia mengambil
foto demontrasi. Dia kemudian lari kedalam mengiformasikan Ortiz
Sanz, tetapi Ortiz Sanz menolak untuk intervensi.“[82]
Pada tanggal 31 Juli pertemuan di Biak diikuti dengan pola yang
sama. Sementara jumlah orang-orang Papua di pedalaman dalam tahanan,
ditangkap sebelumnya sebagai tindakan pencegahan oleh penguasa dalam
hal mengamankan mereka supaya tidak membuat kacau. “ [83]
Pada
tanggal 2 Agustus, dengan makan, minum dan bernyanyi ……..akhir
pertemuan dewan yang diadakan di Jayapura.“[84]
Untuk memperingati berbagai pejabat resmi militer Indonesia
peragakan dibahu oleh kelompok orang-orang Papua, yang dilukiskan
sebagai pertunjukan hampa.“[85]
Akhir dari pelaksanaan penentuan nasib sendiri, Jakarta
mengumumkan bahwa hasil akhir resmi seluruh orang Papua
memilih untuk tinggal dengan Indonesia.
Go up
|