Events 

Peradaban Manusia Indonesia dan Dunia Semesta masih Biadab
(Penialian seorang Warga Koteka, Geneva, 29 Februari, 2000)


Pengantar
Kira-kira demikianlah yang seorang "koteka" dapat katakan sebagai kesimpulan atas berbagai kebrutalan, kekejaman, pelanggaran hak asasi manusia dan pernyataan-pernyataan yang dibuat para politisi negara Indonesia dan dunia semesta di abad ke-21 ini. Begitu pula kata seorang guru besar UGM baru-baru ini pada upacara akademik di Yogyakarta. Beliau berpendapat bahwa kalau manusia Indonesia masih menggunakan granade, M-16, AK, hawks, bronco fighters, dll. terhadap gerakan-gerakan perlawanan terhadap negara kesatuan Republik Indonesia seperti yang terjadi di Acheh, maka sebenarnya peradaban manusia Indonesia masih belum beradab. Heran, di abad ke-21 ini, setelah Indonesia mencanangkan "Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab" kurang lebih 50 tahun yang lalu, manusia Indonesia belum juga beradab.

Contoh-Contoh Kebiadaban Manusia
Warga Muslim di Chechnya, di Albania, di Palestina, di Kurdistan dll. telah menampar muka kita secara pedas. Penderitaan mereka merupakan tanda yang sangat jelas, bahwa dunia ini belum beradab. Peradaban manusia Timur, Barat, Eropa, Asia, dll. masih belum seperti seharusnya, yaitu lebih manusiawi. Tanah mereka dirampas, hak mereka diperkosa, isteri mereka diperkosa, lelaki mereka ditembak, dan negara mereka diobrak-abrik. Mereka menjadi tahanan penjara di tanah mereka sendiri. Mereka tidak diterima di planet bumi ini.

Penderitaan masyarakat Palestina bukan di dunia Perjanjian Baru saja. Mereka telah tersiksa sejak dunia Perjanjian Lama, seperti dicatat Alkitab orang Kristen. Sampai hari ini, suara mereka begitu cepat dicap sebagai teroris. Mereka tak punya tanah. Mereka tak punya negara. Mereka tak punya kewargaan negara. Mereka dijarah. Mereka diperkosa. Mereka ditindas. Mereka ditampung di kamp-kamp pengungsi di negara mereka sendiri. Mereka diperlakukan lebih rendah daripada manusia.

Senada dengan itu, masyarakat Chechnya berperang dengan gigih mempertahankan budaya dan tanah mereka. Mereka menuntut hak mereka untuk hidup sebagai anggota masyarakat global ini di dalam kedamaian. Kemauan mereka itu disambut dengan kebiadaban dan kebrutalan tentara Rusia. Para penganut Ortodox Katolik ini sudah lupa apa yang dikatakan Alkitab mereka. Mereka bukan seperti manusia lagi, kalau kita menilai reaksi dan kebrutalan mereka. Dunia tak pernah berdiri membela orang Chechnya dan juga tidak pernah mengutuk tindakan Rusia. Inikah manusia yang adil dan beradab?

Akhir abad 20 dicatat dengan sejarah pemboman Serbia (Yugoslavia) karena dunia barat menilai Slobodan Milosevic sebagai presiden yang berbahaya bagi mereka. Konspirasi dunia internasional menjustifikasi pemboman Yugoslavia, mengorbankan banyak nyawa dan harta. Yang heran dan membanggakan, Milosevic terlihat tegar menghadapi pemboman itu. Sampai hari ini dia masih presiden negara itu. Sampai saat ini dunia Barat dipuji karena, katanya: "Mereka telah menghentikan "systematic ethnic cleansing."

Beberapa tahun sebelumnya, pembomban rakyat Iraq di Timur Tengah telah membuktikan kebobrokan pikiran dan otak dunia Barat. Dunia Barat yang selalu tampil sebagai negara demokratis itu telah muncul sebagai pembunuh terbahaya di abad 20. Dunia, termasuk negara Islam terbesar di dunia, Indonesia dan negara Islam terkaya, Saudi Arabia, memilih diam atas kebobrokan ini. Banyak jiwa dikorbankan. Banyak infrastruktur dihancurkan. Banyak ibu keguguran anak mereka. Banyak tentara yang terlibat kini mengalami penyakit parah. Banyak orang menganggap itu baik, demi penghancuran Iraq. Apakah ini perabadan manusia modern? Apakah ini dibuat orang Koteka?

Kebiadaban di Indonesia
Kebiadaban itu kita kira hanya merajalela di kalangan Barat dan Timur Tengah. Di Indonesia, tentara Indonesia, atas dukungan TNI telah muncul sebagai Setan di Asia Tenggara. Banyak rakyat telah dibantai negara Indonesia. Jumlahnya kalau dihitung di Timor Loro Sae, Papua Barat, Molucas, Acheh dll. maka sudah jutaan jiwa. Demi Negara Kesatuan Indonesia, banyak nyawa telah melayang.

Kita juga tidak lupa, bahwa para anggota TNI itu dididik di Amerika. Senjata-sejata itu dibeli dari Inggris. Kapal perang dijual oleh dunia Barat. Pelatihan inteligen dilakukan di dunia Barat. Mereka merasa bangga atas apa yang mereka perbuat terhadap penduduk pribumi di Indonesia.

Kebiadaban itu kita mengira hanya merajalela di kalangan militer Indonesia. Tahu-tahu kenyataan berkata lain. Kepala Negara Republik Indonesia, tempatnya di Brunei Darussalam, di hadapan warga Indonesia yang berada di sana, beberapa hari lalu, menghina manusia sesuku dan sebangsanya, atau lebih tepat saya mau sebut, "manusia jajahannya", yaitu orang suku Lani, Mee, Nduga, Yali, Amungme, Ngalik dan Moni, dengan mengatakan, "Mereka mau pakai koteka terus kah?" Pernyataan seperti ini dalam bahasa Lani disebut: "Ucapan seperti kentut!" karena pernyataan seperti ini sama sekali tidak pantas diucapkan seorang pada kedudukan nomor satu di suatu negara. Kita dapat saja menyangka bahwa ini hanya rumor, tetapi kalau kita merenungkan, sebenarnya ini menandakan isi hati, perspektif, dan nilai yang dimiliki beliau atas jatidiri dan nilaidiri manusia Melanesia di Papua Barat.

Tentu saja, teman-teman sesuku-bangsa Melanesia di Papua Barat ikut merasakan hinaan ini. Arti "koteka" secara leksis dapat diterima secara akal sehat, tetapi secara sociolingustics di Indonesia, kata ini memiliki arti yang sangat menyakitkan. Kata ini berkonotasi: "bodoh", "kurang dari manusia", "kotor", "jijik", "telanjang", "memalukan", dll. yang jelas-jelas merendahkan diri manusia-manusia suku-bangsa Melanesia yang hidup di wilayah pegunungan Papua Barat.

Jangan remehkan kalimat ini, hai orang Papua. Ini ucapan seorang Kepala Negara. Ini ucapan Indonesia. Anda hanya seorang "KOTEKA", tak lebih dari itu. Anda mau bangga? Anda mau malu? Anda mau marah? Anda mau apa?

Lalu kalimat seperti ini disambut dengan "Gelak tawa!" oleh para pendengar, yang kemungkinan besar di dalamnya tidak ada orang suku-bangsa Melanesia. Dasar penjajah! Dasar manusia belum beradab. Perendahan martabat sesama manusia ini justru ditertawakan oleh para pendengar. Yang mengherankan lagi, mereka tidak merasa malu bahwa presiden mereka begitu rasis, fasis dan kolonialis. Mereka tidak merasa malu bahwa Presiden mereka sudah menciptakan pengkotakan masyarakat Papua, dan mengeluarkan mereka dari kotak Indonesia. Mereka tidak malu bahwa Presiden mereka masih berpikiran kolonialis. Mereka tidak menjadi malu bahwa ini sama dengan dunia abad I, bukan XXI.

Penutup
Sekarang pilihan Anda, saudara sebangsa dan setanah air, suku-bangsa Melanesia di Papua Barat, dan yang hidup di manapun di dunia ini. Jawablah pertanyaan ini:

  1. Apakah Anda malu berkoteka?
  2. Apakah koteka menandakan keterbelakangan, kebodohan, kehinaan, kerendahan, kekuranglengkapan, dll yang negatif?
  3. Apakah mau ikut Acub Zainal dan melakukan "Operasi Koteka"?
Kalau jawaban Anda pada salah satu atau semua ini "Ya!", maka saya secara pasti tahu bahwa Anda belum beradab. Anda sama dengan Presiden Republik Indonesia, sama dengan pimpinan dunia Barat, sama dengan multinationals, sama dengan badan-badan agama modern, sama dengan NGOs, sama dengan orang dari dunia modern yang selalu datang dan berkhotbah: "Bertobahlah kamu, hai orang Melanesia, karena kerajaan Amerika Serikat sudah dekat!"


Profiles of West Papua Leaders 

Important Notes 

 Our Links  

 Events