Oleh:
Koordinator, Perwakilan AMP untuk Luar Negeri
====================================================
Executive Summary
Salah satu tugas penting Aliansi Mahasiswa Papua (AMP)adalah menyampaikan kritik, entah pahit, manis, tawar atau asam untuk membangun pihak Indonesia, NGOs, gereja dan masyarakat serta pimpinan rakyat Papua demi memajukan "equality" dan "balance" di dalam diri "Manusia Papua" agar kita mencapai tingkat kemanusiaan yang beradab"; -yang artinya mengerti adat dan menerapkan adat Melanesia di Papua Barat sebaik mungkin.
Analisis berikut dilakukan terhadap perjuangan Papua Merdeka di Papua Barat dari neo-kolonialisme Indonesia, mengetengahkan beberapa kotak dan perbedaan karena perbedaan geografis, politis dan kultural, yang kalau dipelihara terus akan menjadi bumerang bagi usaha kemerdekaan Papua Barat. Juga sangat berbahaya dalam usaha membangun Papua Barat yang merdeka dan berdaulat. Nama-nama mereka seperti sukuisme, daerahisme, konspirasi internasional, konspirasi internal dan aliran filsafat dalam metode perjuangan dianalisis secara kasar.
Sebagai cara untuk mengelola semua perbedaan ini, AMP mengajukan dua usul. Pertama agar saat ini rakyat di Papua Barat membangun sebuah sistem komunikasi secara fisik dan organisatoris yang handal. Kedua, AMP mengajukan sebuah konsep "Systems of Governance for West Papua" yang dianggap AMP sebagai . relevant. (sesuai) dan . appropriate. (cocok) bagi rakyat yang bertradisi dan bersuku-bangsa Melanesia di Papua Barat dan sesuai dengan real-politik setempat di dalam konteks kuasa neo-kolonialisme Indonesia.
-------------------------------------------------
Analisis Titik-Titik Kelemahan sebagai "Penyakit Politik" dalam Perjuangan Papua Barat
0. Pengantar
(Geneva 27 Februari, 2000)Bahwa perjuangan Papua Barat ini telah mengorbankan ratusan-ribu manusia Melanesia di Papua Barat sejak 1963. Selain itu, banak harta, banyak tanaman dan tumbuhan juga telah dirampas dan dijarah keluar dari tanah Papua karena kerakusan daerah dan kerakusan harta Jakarta dan konco-konconya dari dunia Barat. Sudah bukan rahasia lagi bahwa perjuangan Papua Barat ini telah dimainkan oleh para elit politisi dan diplomat asal Papua Barat, Indonesia, Belanda, Amerika Serikat, Australia dan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Bahwa permainan itu juga dipupuk dengan baik sekali karena sikap dan mental orang Papua Barat sendiri di dalam usaha memperjuangkan kemerdekaan itu yang tidak mendukung perjuangannya. Bahwa pupuk-pupuk itu seperti isme-isme, kolusi, korupsi, dan nepotisme yang telah berakar dan berbuah di dalam diri orang Papua Barat. Bahwa permainan itu kebanyakan berbuntut pada hasil "nihil" karena dengan mudah dipakai oleh koloni Indonesia.
Titik-titik kelemahan berikut diangkat keluar sebagai usaha pembedahan penyakit "Kanker Politik Papua Barat" yang ditularkan oleh Belanda, AS dan PBB ke dalam Indonesia dan Papua Barat. Salah satu jalan untuk mengurangi titik-titik lemah itu adalah dengan jalan operasi pembedahan. Pembedahan ini memang menyakitkan, tetapi pembedahan itu sangat penting untuk penyehatan perjuangan. AMP memberanikan diri membedah dada sendiri.
Titik-titik kelemahan yang kami sebut di sini hanya dalam bidang yang sangat hakiki. Makanya, barangkali ada yang akan bilang, "Kita belum punya pendidikan yang baik, infrastruktur belum dibangun baik, dlsb." sebagai alasan, tetapi AMP tidak berpandangan sempit seperti itu. Kami percaya bahwa pemerintahan "Primitive" telah berusia biljunan tahun, sedangkan pemerintahan ala Barat hanya berusia 10.000-an tahun. Maka itu kami tidak memakai patokan Barat untuk menunjuk titik kelemahan orang Papua. Orang Papua punya adat sendiri, kita mengukur kelemahan dengan adat itu juga.
1. Penyakit Utama, "Terpecah-belah (Banyak isme-isme)!"
(Geneva, 17 Februari, 2000 dan Den Haag, 14 Maret, 2000)Terpecah-belah ini penyakit terbesar, pertama dan utama di tanah Papua Barat. AMP selalu katakan, "Untung saja Indonesia yang menolong menyatukan kita, sehingga kita sekarang berjuang dengan kesatuan melawan Indonesia, kalau Indonesia memecah-belah kita, justru kita tidak akan pernah merdeka." Jangankan merdeka, bicara tentang merdeka-pun tak mungkin pernah. AMP mau menyebut pengkotakan diri kita secara telanjang agar tidak ada yang main kucing-kucingan dalam politik yang telah mengorbankan banyak nyawa ini. Ini bukan saatnya lagi kita pertahankan pengkotak-kotakan ini dengan sengaja dan mengabaikan pengorbanan nyawa secara bodoh-bodoh. Kita perlu bedah barang ini saat ini juga.
1.1 Kotak Pertama: Orang Pantai. Orang Pedalaman
Kotak ini ada punya banyak nama seperti "gunung-pantai", "utara-selatan", "pulau-tanah besar", dan "penjual tanah Papua-korban penjualan tanah Papua." Kotak-kotak ini disebut "urusan interen Papua", tetapi yang belum pernah dibereskan sampai detik ini, dan bahkan akan ada sampai Papua "M".
Orang sering bertanya kepada AMP, "Mengapa kalian membagi diri demikian?" Jawaban AMP secara diplomatis adalah "Tidak. Kami tidak terbagi secara politis, tetapi hanya secara facial features, karakter, kecenderungan-kecenderungan, dan terutama secara geografis." Padahal jiwa AMP memberontak mengatakan, "Pace, ko tipu mo. Inilah penghalang terbesar perjuangan kamu orang baru mau tipu diri lagi, ehe, he!"
Setelah kondisi geografis, dalam berbagai kebijakan, dengan jelas Indonesia mau mempertahankan perbedaan itu, agar hukum devide et impera (bikin dorang jadi pecah-belah baru kuasai mereka bodoh-bodoh) berlaku dengan mudah dan tepat.
Pertama, masyarakat gunung selalu dijuluki orang Indonesia maupun teman sebangsanya dengan nama-nama seperti: "Hei Koteka!", "Wamena saja moh!", "Pace Paniai!", "Udik!", "Pantat abu!" dlsb., yang sampai hari ini merupakan luka hati yang sulit sembuh. Pernyataan, "Aduh, teman sebangsa sendiri memanggil kitorang dengan nama hinaan!" merupakan jeritan hati rerata rakyat pedalaman Papua Barat sampai AMP mengetik analisis ini.
Sudah banyak orang Pantai percaya penuh bahwa orang pedalaman itu bodoh dan tidak tahu atur bangsa. Stereotype ini sangat kuat. Selama bertahun-tahun bergaul dengan masyarakat Pantai-Pedalaman, sudah jelas bahwa mengganggap remeh teman sebangsa dan setanah air ini sudah mendarah daging dalam hidup orang Papua Barat.
Teman-teman dari pantai akan bilang begini: "Aduh, kasihan, teman-teman dorang dari gunung ini bikin malu kitorang orang Papua saja. Dorang bikin hal-hal yang kitorang buang muka salah-salah lagi. Jangan bawa sandera sampai tahan lama-lama kah. Jangan bunuh transmigrasi kah, kitong jadi malu lagi. Jangan bicara perang, kitong bicara damai saja." dlsb. Ada yang bilang, "Dorang itu tratau atur. Barang ini kitong yang mulai akan, jadi kitong yang nanti selesaikan. Dong datang di tengah-tengah baru bikin kacau lagi!" dlsb.
Selanjutnya teman-teman selatan atau pantai menganggap orang gunung itu illiterate, tidak tahu berjuang secara diplomatis, pikiran sempit, dan tidak bisa diajak bicara karena nanti bikin malu dan jalan pikirannya tidak jelas, bodoh untuk dilibatkan dalam perjuangan Papua Barat.
Apa balasan orang pedalaman?
Kedua, khususnya orang Lani menjuluki teman-teman dari pantai sebagai orang Mbok, artinya orang hunter-gatherer, suka pindah-pindah kampung dan juga pindah-pindah pendirian, tidak menetap, orang yang tidak punya prinsip yang jelas, orang yang mudah dipengaruhi penjajah, orang yang bisa dibeli dengan uang dan kedudukan, orang yang mudah jual teman, dlsb. Akibatnya apa? Akibatnya kalau ada teman dari pantai yang mau memberi saran atau nasehat, ini selalu dilihat dengan ucapan, "Ah, Mbok saja moh, mau bicara banyak di sini. Kita orang gunung nanti ajar kamu!"
Orang pedalaman sampai hari ini tidak pernah percaya kalau teman-teman dari pantai itu sebenarnya berjuang untuk Papua merdeka atau berjuang untuk jabatan dan uang. Kita melihat banyak contoh di mana pejuang Papua kalau diberi uang dan kedudukan, langsung kebuasaan sebagai orang Papua hilang jejak. Mereka langsung berbicara berbalik prinsip. Mereka langsung menghianati rakyat sendiri. Jadi, kalau teman-teman dari pantai mau menyuarakan "merdeka", orang pedalaman akan bilang begini: "Tunggu dulu, apakah ini artinya UANG dan KEDUDUKAN?" karena masih sulit bagi mereka untuk percaya pernyataan seperti ini apakah memang benar-benar sejati.
Barangkali teman-teman yang disebut "orang pantai" atau "pintar" ini akan bilang "Mana bukti?" Lalu teman-teman pedalaman akan tunjuk "nama-nama" secara langsung, yang sampai hari ini menjadi "rumour" yang tidak sehat dan baunya membuat orang bisa muntah dan bahkan ada yang sudah dan akan mati demi hal ini. Inilah yang membuat teman pedalaman mencurigai teman pantai kalau mereka memang sama-sama sebangsa. Itulah sebabnya kalau teman "pantai" memimpin proses "dialogue" dan mendeklarasi diri sebagai Pimpinan Papua Barat, orang gunung akan bilang, "Jangan sampai dorang cari posisi DPR/MPR dan Gubernur" atau "Jangan sampai dorang cari paha putih dengan hotel mewah!" Dorang bilang, "Tunggu dulu, dorang ini yang tukang tipu itu! Dorang ini yang lidah bercabang dua itu!"
Orang pedalaman bilang begini, "Kimai, dorang ini yang sudah mulai bikin OPM, buka mata untuk merdeka. Dorang yang bikin bendera, lambang, mulai konferensi ini dan konferensi itu. Mereka ini yang ajar kita untuk bikin perang dengan Indonesia. Mereka ini yang bikin proklamasi 1 Juli 1971. Mereka ini yang bikin-bikin OPM kaya mereka bisa bertahan di hutan saja. Kita masih pakai koteka, kita masih buta huruf, kita masih belum pendidikan baik saja baru dorang punya penyakit itu sudah ditularkan ke gunung dan hutan. Setelah kita di pedalaman pegang barang itu, mereka sekarang balik kutuk kitorang lagi. Mereka balik jual kitorang lagi. Mereka balik tambah Indonesia baru kejar kitorang lagi. Ada banyak tentara, polisi, dan aparat pemerintah Indonesia, yang secara biologis konon dari Papua Barat pantai justru memperlakukan orang pedalaman secara biadab dan tidak manusiawi. Ini bukan barang rahasisa lagi.
Lagipula, kalau mereka diberi jabatan, mereka balik kasih tahu Indonesia untuk bunuh kitorang lagi. Setelah mereka panggil Indonesia masuk, mereka balik lapor kitong pu tempat sembunyi untuk bom kitorang lagi. Kitorang balas, mereka bilang . aduh perjuangan ini harus secara non-violent, suruh teman-teman di hutan untuk tahan diri. lagi." Itu sebabnya, AMP sering mengangguk kalau orang pedalaman bilang, "Jangan percaya dorang pu mulut manis dan pintar bicara itu. Kerja mereka NOL BEEEESSSAR! Dorang itu ahli jual teman, mereka punya bisnis itu disebut PT Pembunuhan Orang Gunung dan CV Penghilangan Orang Koteka." Orang pedalaman sering bilang, "Kita orang pedalaman dan udik ini menjadi pupuk untuk kebun dan makanan orang pantai. Jadi kalau dorang bicara itu, dorang mau tambah dorang punya pupuk. Jadi hati-hati. Sebentar dorang bicara baik, kalau dorang marah dorang angkat telepon nanti lapor BAKIN Jakarta."
Kotak-kotak ini begitu jelas di Papua Barat, tetapi sepertinya terlihat diatasi bersama oleh Thom Beanal dan Theys Eluway.
Rumah Sakit Umum dan Rumah Pembedahan Politik Papua Barat sudah berdiri, dan para pasiennya diundang untuk daftarkan diri untuk dioperasi. Untuk pembedahan ini selanjutnya AMP akan memikirkan untuk menggelar berbagai seminar dan dialogue utara-selatan, pedalaman-pantai, tanah besar-pulau, pintar-udik, dlsb. Untuk itu AMP perlu dukungan Anda, khususnya Anda yang merasa benar memiliki penyakit ini atau tahu teman anda terjangkit penyakit ini karena ini penyakit kronis dan mematikan.
1.2 Kotak Kedua: Pejuang militer. tokoh politik Papua Barat
Ini kotak yang walaupun tidak begitu nampak, cukup berarti dan masih ada di kalangan kita orang Papua Barat. Walaupun kita akhirnya akan mengaku: "Kitong semua punya andil moh!" Tetapi saat ini teman-teman di hutan masih percaya bahwa perjuangan bersenjata atau gerilya lebih penting dan beresiko lebih tinggi daripada perjuangan politik, sehingga kita di hutan yang lebih penting. Sedangkan tokoh politisi mengatakan begini: "Kamu bikin di hutan tapi kamu perlu hitung kekuatan dulu. Jangan cari mati bodoh-bodoh. Kita di Papua tidak bisa berjuang dengan senjata karena kita orang sedikit, dan perlengkapan senjata juga tidak benar moh. Lagipula kita sudah mati banyak,jadi tidak usah cari mari lagi."
Pejuang Papua Merdeka di hutan-rimba Papua akan bilang, "Bikin dulu baru bicara!" Tetapi pejuang Papua Merdeka di meja perundingan akan bilang, "Bicara baik-baik, jelaskan letak persoalan, nah kalau sulit baru kitong baku angkat! Jadi sabar dulu."
Pejuang di hutan akan bilang, "Jangan hormat, jangan salut, jangan mengemis kepada koloni Indonesia. Trada cerita kemerdekaan di seluruh dunia ini yang diberikan karena orang datang mengemis kepada presiden kolonial. Barang itu harus direbut dengan jalan menendang musuh dan kolonialisme keluar tanpa syarat. Dorang sudah bunuh kita seperti binatang baru kamu pergi hormat, salut dan mohon lagi, kaya orang bodoh saja. Minta merdeka sama orang yang sedang merendahkan martabat orang Papua seperti binatang itu? No way! Saya ini manusia. Saya punya harga diri. Saya punya martabat. Saya punya kekuatan. Saya mau berjuang sampai mati. Satu orangpun Papua masih hidup, perjuangan Papua merdeka tidak akan habis ditelan kekuatan koloni Indonesia dan kroni-kroninya yang berasal dari tanah Papua Barat dan dunia Barat."
Pejuang kota dan elitisi Papua akan bilang, "Jangan tergesa-gesa. Pikir baik-baik. Indonesia bunuh kita karena dorang tidak paham dong punya kesalahan politik. Dorang bunuh kita tetapi orang Jawa sebagian besar belum tahu, jadi mereka tidak mendukung kita. Kita harus berjuang bersama orang Jawa juga agar membebaskan kita. Kalau kita menjelaskan dosa-dosa Indonesia kepada rakyat Indonesia, politisi Indonesia, dan masyarakat internasional, maka Indonesia akan merasa malu dan akan mohon diri mundur dari Papua Barat. Kita harus berjuang sampai kesalahan mereka kita tunjuk."
Kotak ini AMP sebut kotak "air di daun talas", artinya baik perjuangan yang satu ataupun yang lainnya sangat tergantung pada suhu politik di Indonesia dan di dunia atau pada micro-politics di dalam kelompok-kelompok elit Papua Barat sendiri, serta amanat penderitaan rakyat. Politik itu bukan soal benar dan salah. Politik itu menyangkut siapa yang punya teman banyak dan didukung dan siapa yang kalah dalam hitung suara. Politik abad ke-21 itu masalah untung-rugi investasi. Politik itu menyangkut siapa yang baik dengan saya dan siapa yang tidak, siapa yang memenangkan hati saya dan siapa yang tidak, cara mana yang didukung rakyat dan cara mana yang tidak, cara mana yang dapat memebuahan hasil dan yang mana mengandung resiko mahal.
Kotak ini akan lebih nampak setelah Papua Barat mencapai kemerdekaannya karena saat itulah kedua belah pihak agar berargumentasi telah berbuat banyak untuk rakyat Papua Barat. Kita barangkali akan kembalikan kepada rakyat pertanyaan ini: "Siapa yang kamu salut, Tom Beanal atau Kelly Kwalik?" Biarkan rakyat berbicara, karena katanya Papua Barat akan dibentuk sebagai negara demokrasi.
1.3 Kotak Ketiga: Orang Papua di dalam Negeri. Pengasingan
Kotak ini sebenarnya dengan begitu cepat ditutup, tetapi masih ada. Ada orang Papua yang melihat perjuangan di pengasingan lebih berbobot daripada perjuangan di dalam negeri. Karena itu, mereka sering mau memberi komando dan arahan kepada mereka yang ada di dalam negeri. Pada saat mereka yang di dalam melakukan kesalahan, misalnya, teman-teman yang di luar sering berusaha mencuci tangan. Jikalau teman yang di dalam berbuat baik, teman-teman yang di luar mau mengaku andil di dalamnya.
Teman-teman di dalam, khususnya mereka yang di hutan sering bilang,
Dorang bikin apa di Barat sana? Duduk di paha-paha putih sampai lupa nona Papua lagi! Ingat Barat sampai lupa perjuangan Papua lagi. Makan roti sampai benci petatas lagi. Nanti kitong sandera orang Barat baru mereka lompat kaya kutu anjing saja masuk di layar-layar televisi dan bicara di radio-radio. Nanti kitong sandera baru mau kasih suara kemari "Kasih bebas mereka sudah!" dll. Mereka itu, neh, enak, makan roti, tidur nyenyak, bikin anak, tetapi kitorang ini kaya Yudas Iskariot saja. Kita ini dijadikan macam babi hutan saja. Kita punya teman-teman dorang juga tidak mau membela kitorang lagi. Tunggu. Kitong merdeka dulu baru kitong tanya dorang yang ada di kota dan luar negeri itu: "Kamu sebenarnya dari mana, dari muka bumi kah, atau dari planet mana? Mana bukti perjuangan kamu?"
Barangkali itu suara emosi Kelly Kwalik, Mathias Wenda, Bernard Mawen, John Koknak dan Hans Bomay.
Sedangkan kita yang di luar negeri barangkali akan bilang begini.
Aduh, kitorang orang sedikit. Kitong tidak mau mati lagi dengan perang-perang yang tra bakal menang itu. Kitorang tidak bisa melawan Indonesia. Jadi, jalan yang baik itu kitong pergi lobi politik dan diplomasi di badan-badan internasional seperti PBB dan Uni Eropa (EU). Indonesia memang su salah moh. Kalau kitong tunjuk kesalahan Indonesia kepada rakyat internasional, nanti orang internasional dorang yang bicara Indonesia untuk kasih malu dorang dan lepas kitorang. Jadi, kitong ini tinggal tindis tombol di PBB saja. Kalau mereka yang mau berjuang di hutan itu baik, tetapi mereka tra akan menang, jadi dorang harus tahu diri.
Saya ini Presiden pertama Papua Barat, Ketua ini dan itu dari Papua Barat, tokoh ini dan itu dari Papua Barat. Saya ini yang dulu mulai ini barang. Saya yang merancang ini kemerdekaan. Saya yang tahu semuanya. Saya anak dari pejuang kemerdekaan Papua Barat, jadi saya punya hak lebih dan harus dihargai. Saya ini begini dan begitu. Orang tua saya begini dan begitu.
AMP mau bicara terus-terang, kotak ini nampak kecil, tetapi waktu Papua sudah "M" baru semua akan masuk dan bicara "An owak ninggigirak", yang dalam bahasa Lani berarti, "Saya sudah punya andil di dalamnya!" Tetapi yang akan jadi masalah lebih parah lagi kalau nanti rakyat Papua bilang, "Eh, Pace ini panggil diri Papua tapi kitong tra perna dengar dia pu nama, dan juga dia pu pikiran dan bicara ini bukan Papua lagi tapi sama deng Barat yang perkosa kitong ini, dong tratau bahasa yang kitong tau umum di sini lae, dlsb. Dia trabisa bicara bahasa Papua lagi. Dia tra punya adat Papua lae. Rakyat Papua akan menolak atau menyangkal orang sebangsa sendiri yang datang dari luar negeri. Semua yang kini dikorbankan akan dianggap trada apa-apa. Memang, karena mereka tidak pernah lihat bukti sampai hari ini moh.
Salah satu contoh konkrit. Saat ini sudah ada percakapan terbuka tentang Papua pribumi dan Papua non-pribumi. Mengapa tidak ada percakapan Papua yang berjuang mati-matian di hutan dan di Papua dan mereka yang ke-enakan di dunia barat dan bermimpi siang bolong yang tidak-tidak, yang menjadi presiden, ketua dan kepala ini dan itu? Mengapa orang Papua merasa lebih mudah berdialogue dengan Indonesia, tetapi merasa lebih susah berdialong di antara Papua sendiri? Aduh, aneh tapi nyata.
Di sinilah akan terjadi kikisan-kikisan dan gesekan-gesekan yang sebenarnya tidak perlu terjadi dan akan kita sesalkan. Disinilah AMP mengajak supaya semua orang Papua belajar adatnya, berdiri di atas adatnya dan mati di dalam adatnya. Adat adalah akar kita, adat adalah politik kita, adat adalah hak hakiki dari hak asasi manusia, adat adalah kekuatan yang tidak mengenal hukum dan batas politik manapun yang pernah ada di dunia ini.
1.4 Kotak Keempat: Elite-Grassroots movement Kotak keempat ini sangat menyakitkan karena kita sudah mau mulai membangun elit politik Papua Barat yang sebenarnya terlalu dini, tetapi kita harus melakukannya karena sistem pemerintahan dunia ini menuntut dan juga karena kita telah dilempar ke dalam "lumpur" itu.Kotak ini AMP sebut sebagai "Kotak telur di ujung tombak!" kalau tasalah sedikit dan, selesailah riwayat perjuangan Papua Barat itu.
Ingat! PBB, EU, ICRC, Indonesia, USA, Belanda, Wali Gereja-Gereja Indonesia dan Sedunia, dan badan-badan lain seperti itu akan membutuhkan politisi elit Papua Barat. Ini harus mau dan tidak mau. Sejak hancurnya sosialisme, secara praktis kapitalisme yang menang di dunia ini. Kapitalisme sangat dan sangat membutuhkan elit politisi. Ini sama dengan rumus satu tambah satu sama dengan dua. Tidak ada sosialisme berarti hanya ada kapitalisme.
Elit politisi itu disebut Presiden, Perdana Menteri, Kepala Suku, Ketua Sinode, Ketua Dewan ini-dewan itu, dlsb. Pokoknya, harus ada satu orang di puncak (puncak perjuangan, puncak politik, puncak militer, dlsb.) Ini metode kerja kapitalis ala neo-kolonialisme Amerika Serikat.
Kalau sudah ada elit, maka permainan perjuangan itu bisa dimainkan BUKAN DENGAN DIALOGUE, tetapi DENGAN DIPLOMASI dan BUKAN DI RUANG SIDANG, tetapi DI KAMAR RAHASIA, dan BUKAN DALAM RIBUAN PASANG MATA , tetapi DI BAWAH EMPAT MATA.
Beberapa orang dalam elit politisi itu dari mereka yang ada di luar negeri, dan mereka yang ada di dalam negeri, dan jelas-jelas mereka yang paling menderita, yaitu yang di hutan tidak punya tempat di sini. Ini masalah gawat yang perlu kita was-was.
Kemudian, elit politisi ini akan menggunakan sistem yang sudah berlaku di seluruh dunia, yaitu diplomacy. Diplomasi berarti:
Kita mau susun tapi, nanti sampai di angka terakhir, kalimat yang dimulai dengan "BOLEH& " hampir trada, yang ada hanya "TIDAK BOLEH& " melulu. Di sinilah kita kapok, mangkali ada yang akan bunuh diri. Kitong orang Papua banyak bunuh diri karena putus cinta, mungkin kita mau mulai dengan bunuh diri karena kegagalan politik.
Ini bukan mimpi, hal ini sudah terjadi di Papua New Guinea, di Nigeria, di Afrika Selatan, dlsb., di mana kalau masyarakat yang hidup dalam sistem kesukuan, tetapi dipaksakan dengan sistem kapitalisme, akhirnya yang menderita adalah rakyat. Sedangkan para kapitalis bastards, yaitu tukang makan orang (cannibals) itu, mereka berpesta pora jauh-jauh di Amerika dan Eropa dan mengatakan, "We are developing democracy in Indonesia. It is very important for the interest of this country! These people are primitive, they do not understand democracy. They need education. We need to treat them carefully because they are cannibals." dlsb.
Di sinilah beban politisi elit Papua harus jelas dan tegas. Politisi elit Papua harus punya adat, tahu adat, dan pake adat, adat Papua Barat dan adat Melanesia. Itulah sebabnya perjuangan kita memakai jalur Kepala Suku Papua Barat. Asalkan saja para Kepala Suku tidak belajar dari para diplomat, perjuangan ini akan selamat dan sesuai dengan pergerakan masyarakat jelata, tetapi kalau kita berusaha salah injak pedal politik ini, kita semua akan jatuh ke jurang maut.
Di sinilah gerakan grassroots akan menuntut pertanggungjawaban elit politisi Papua Barat. Inilah cikal-bakal perpecahan lebih lanjut dalam perjuangan ini. Inilah telur di ujung tombak. Kalau pecah, lebih baik kita semua bertobat dan menerima Yesus sebagai Juruselamat, lalu bilang: "Pancasila!"
2. Penyakit Kedua: Beberapa Konspirasi
(Den Haag, 23 Maret 2000)Ada orang Papua, khususnya mereka yang merasa diri tokoh perjuangan telah dibutakan oleh konspirasi internasional karena mereka berdoa tapi tak bekerja atau berdoa tapi salah berdoa.
2.1 Pertama, berdoa tanpa bekerja
Mereka percaya bahwa Tuhan Allah akan melakukan mujizat dengan memberikan kemerdekaan kepada bangsa Papua Barat. Mereka samakan perjuangan Papua Barat seumpama bangsa Israel. Mereka berdoa dan berpuasa. Di pos-pos OPM/TPN, mereka kirim pendeta-pendeta dan pendoa syafaat, lalu dilakukan doa, kebaktian dan puasa. Kata mereka,
"Pertolongan kita datang daripada Tuhan. Kita ini bangsa pilihan Allah. Tuhan Dia ciptakan tanah Papua ini, dan mereka yang bunuh kita, mereka yang hancurkan kita akan dibalas oleh Tuhan. Kita serahkan semua keluhan, penderitaan, kematian kita kepada Tuhan. Dia yang berhak membalas semua ini& dlsb."
Ini kalimat aneh tapi nyata. Kalau kita baca secara teliti sejarah Israel, ceritanya bukan demikian. Orang Israel justru harus berjuang setengah mati, bukan tidur, bangun, berdoa lalu barang itu turun dari langit. Bahkan kita lebih bodoh lagi karena kita lupa bahwa Israel sendiri belum memperoleh keamanan politik secara sejati. Bagaimana orang Papua mau melebihi orang Israel? Tunggu dulu, jangan bodoh!
Apa akibatnya? Ya, semangat perjuangan menjadi kendor. Mereka menjadi lupa bahwa bangsa Israel tidak pernah masuk Kanaan tanpa perang. Mereka harus perang lalu bisa injak Kanaan. Bagian ini sering disembunyikan secara sengaja atau karena kebodohan oleh mereka yang khotbah sana-sini. Dari cerita Alkitab dan Alqur. an, tidak pernah ada negara yang langsung turun dari langit oleh Tuhan Allah. Mimpi siang bolong ini perlu dihentikan.
Padahal kita lupa bahwa agama adalah alat pertama yang telah dipakai untuk membasmi orang Aborigin di Australia, orang Indian di Amerika, orang Afrika di Afrika dan orang Melanesia di PNG, orang Melanesia di Papua Barat dlsb. Kalau Anda mau tangkap ikan di kali, cara mana yang paling enak dan santai? Bukankah tumbuk akar tuba, tinggal siram atau tenggelamkan ke kali, baru tunggu beberapa menit dan tinggal pungut ikan? Kalau ada orang Papua yang menolak ide seperti ini memang bodoh. Itulah kira-kira posisi agama. Agama adalah pelemah, penjinak, penawar, dan pengendali otak manusia. Pada saat manusia diberi agama, mereka lalu menjadi "Kasihilah musuhmu seperti dirimu sendiri!" tetapi sementara itu, "Berikanlah tanahmu kepada orang asing, karena mereka mau ambil emas dan perakmu. Berikanlah nyawamu juga supaya tanahmu dipenuhi oleh musuhmu! Jangan melawan pemerintah Indonesia karena mereka diangkat oleh Allah." Kita dibodohi, itu bukan dimaksudkan dengan Allah Yang di surga, tetapi allah yang ada di dunia Barat. Lebih bodoh lagi, kita tidak lihai melihat bahwa orang-orang yang mengkhotbahkan ini dan membawakan ini pada mulanya adalah dari negara-negara yang membunuh kita, menjual senjata dan yang mengambil harta kita.
Ada satu orang tokoh Papua "M" katakan kepada saya di Belanda tanggal 25 Maret 2000 sbb:
Mereka itu suruh kita duduk, berdoa dan menghadap ke atas (langit), lalu orang Barat itu mereka punya mata bukan di langit lagi. Mata mereka di hutan-hutan, di kandungan gunung-gunung dan perut tanah kita. Mereka bilang, . Kitong sudah suruh dorang menghadap ke atas, jadi kamu datang ambil apa yang dorang punya yang ada di dalam bumi mereka ini. Kami sudah bilang dorang bahwa tanah airmu ada di surga, jadi barang dunia ini lupakan saja.. Jadi mereka ambil, ambil, ambil dan ambil. Kita menghadap ke langit dan ke langit? Papua bodoh ini!
Ini konspirasi yang sudah dibaca oleh tokoh Papua di Belanda. Ini bukan hanya terjadi di Papua Barat. Tokoh Adat, tokoh Agama, tokop politik dan orang pintar di Papua Barat harus dibelikan tiket pesawat untuk secara khusus melakukan studi banding ke Amerika Serikat, ke Amerika Selatan, ke Kanada, ke Australia, ke Papua New Guinea, ke Afrika dan ke Asia. Kalau tidak kita yang sudah mengulangi kesalahan ini akan anggap suatu kebenaran. Di sinilah dasarnya kita layak disebut orang primitif, karena kita pergi sujud kepada orang yang bunuh kita. Barangkali itu sebabnya juga kita lebih layak disebut "kawanan domba" daripada "kawanan babi."
2.2 Kedua, bekerja di salah tempat
Kita mengharapkan bantuan dari dunia Barat terlalu berlebihan. Kita telah lupa bahwa Indonesia sebenarnya secara teori dan praktek tidak punya dosa sebesar dosa-dosa dunia barat terhadap orang Papua Barat. Kalau kita lihat berapa besar untung yang diperoleh Jakarta secara politik dan ekonomik, kasihan mereka hanya cium bau dari dapur dunia Barat. Karena itu Dr. Amin Rais sebagai orang pintar Indonesia dan kaum intelek lainnya telah mengkritik perusahaan-perusahaan di Papua dan meminta untuk ditinjau kembali. Sementara itu kita orang Papua justru merasa bahwa dunia Barat yang akan membantu kita. Ini sekali lagi, aneh tapi nyata.
Orang yang dulu pernah menyapu bersih orang Aborigin lalu bikin negara Australia, orang yang dulu memburu orang Indian sampai bekas tanah dan mendirikan negara Amerika Serikat, orang yang dulu memakan orang Maori lalu bikin negara New Zealand, orang yang dulu bikin Timur Tengah menjadi kotak-kotak dan kantong-kantong minyak dan membagi tanah Palestina, tanah Kurdistan, orang yang dulu bagi-bagi tanah Afrika, orang yang dulu potong pulau New Guinea menjadi Papua Timur dan Barat, orang-orang itu pulalah yang orang Papua Barat masih yakini sebagai "Juruselamat mereka!" Yah, sekali lagi, aneh tapi nyata. Mereka menghabiskan waktu, dana dan tenaga untuk keluar-masuk ke dunia Barat dan minta bantuan para kanibal ini, padahal mereka lupa bahwa sebenarnya Jakarta lebih bisa menolong daripada dunia Barat.
Jangan lupa. Kita perlu renungkan pertanyaan-pertanyaan berikut ini secara serius dan mendalam:
2.2.1 Mengapa Amerika Serikat yang justru menjadi penengah dalam skandal politik yang disebut dengan New York Agreement tahun 1962? Apa kepentingan negara ini dengan Papua Barat?
2.2.2 Mengapa justru Amerika Serikat yang punya hak menggali emas dan tembaga di Timika? Mengapa segala pelanggaran Hak Asasi Manusia Papua Barat diabaikan?
2.2.3 Mengapa justru PEPERA yang penuh permainan politik kotor itu dibiarkan oleh dunia internasional, termasuk AS dan PBB?
2.2.4 Mengapa Belanda disuruh keluar tanpa syarat dari Papua Barat oleh AS?
2.2.5 Mengapa pulau ini orang luar (Belanda dan Inggris) yang bagi lalu sekarang mereka tidak mau perduli mengatasi akibat dari pembagian yang mereka ciptakan?
2.2.6 Mengapa Australia tutup telinga dan mata hati untuk menolong Papua Barat?
2.2.7 Mengapa Belanda tutup telinga dan mata hati dan memilih seolah-olah tidak tahu-menahu dengan persoalan nasib buruk Papua Barat?
Yang mereka cari hanya satu: "profit" alias keuntungan. Inilah yang disebut konspirasi internasional. Orang Papua jangan tadudu bodo-bodo.
Makanya ada orang naik mimbar, berdiri di dalam sekolah-sekolah teologia, berdiri dalam sidang gereja-gereja, masuk sebagai orang yayasan, jangan anda bodoh-bodoh menyembah mereka sebagai juruselamat Papua Barat. Mereka adalah bagian dari konspirasi internasional dalam usaha-usaha:
Apa yang mereka pakai? Agama, yayasan, sekolah, dlsb. Apa yang mereka khotbahkan?
Kalau kita belum bisa penuhi satu saja, mereka akan bilang, "Ah salah sendiri. Kamu belum bisa ini jadi, kamu tak bisa merdeka!"
Karena apa nasib ini kita temua? Karena kita salah tempat. Kalau salah harus pulang. Pulang ke negerimu dan pulang kepada adatmu, jangan berusaha menjadi kebarat-beratan dan jangan ikut proses Indonesianisasi atau Jawanisasi.
2.3 Sudah lama kita lalaikan bibit "Kanker Politik" dari Konsiprasi Internasional di Papua Barat
Penyakit-penyakit yang menghambat perjuangan di Papua Barat bukan hanya karena kesalahan kita, tetapi juga karena virus yang ditularkan atas hasil konspirasi internasional. Nama-nama penyakit itu disebutkan di sini supaya kita mencari jalan penyembuhannya.
2.3.1 New Guinea Raat (tahun 1961) yang diketuai oleh orang Belanda dengan wakil ketua dua orang Papua Barat adalah sebuah bibit penyakit, yang Indonesia sebut Negara Boneka Papua buatan Belanda. Inilah cikal-bakal munculnya identitas rakyat Papua Barat, yaitu secara resmi diumumkan 1 Desember 1961. Ini bukan karena rakyat Papua minta, tetapi karena pemerintah Belanda mau berikan. Ini bibit asing, yang ditanam di tanah Papua. Sampai hari ini tidak jelas, apakah memang Belanda secara tulus mau memerdekakan Papua Barat, atau mau bertingkah seperti Inggris, hanya memberikan Parlemen dengan Kerajaan Belanda sebagai Kepala Pemerintahan. Belanda sudah memilih untuk kuburkan isu ini sampai hari ini. Kita yang menderita akibat injeksi virus ini, mereka justru memilih bersantai di Negeri Belanda dan diam.
2.3.2 Bibit penyakit kedua ada pada bulan Desember 27, 1949 di mana Belanda memberikan kedaulatan penuh secara ed facto dan de jure kepada Republik Indonesia Serikat. Kalau kita pergi membaca dokumen penyerahan itu, Belanda secara jelas mengatakan, "New Guinea Barat tidak termasuk wilayah RIS itu." Kalau seandainya saja Belanda serahkan Papua Barat sekaligus kepada Indonesia, maka kita orang Papua Barat secara politik, hukum dan historis terlalu bodoh kalau mau bermimpi merdeka. Tetapi saya, ini penyakit dari Belanda yang telah diinjeksikan, lalu Belanda dia malas tahu atas akibatnya.
2.3.3 The New York Agreement (1962) yang ditandatangani Indonesia dan Belanda, tanpa melibatkan orang Papua sebagai pihak yang bersangkutan merupakan virus maut yang dimasukkan secara sengaja oleh Amerika Serikat di kota New York. Ini kelanjutan dari konspirasi New Guinea Raat di atas. Di sini nyata bahwa Dewan New Guinea yang diketuai Belanda itu-lah yang dianggap bahwa New Guinea adalah wilayah Belanda, sehingga yang bertanda-tanganpun orang Belanda. Ini jelas-jelas menunjukkan sikap kolonialisme Belanda. Ini juga yang mendorong Indonesia berambisi kolonial pula. Kalau seandainya New York Agreement ini turut ditanda-tangani oleh Orang Papua, kita juga begitu bodoh kalau menuntut hak secara politis, historis dan hukum dari Indonesia karena kita sudah turut taruh cap jari. Justru karena tidak ada itulah, penyakit kemerdekaan ini terus terjangkit.
2.3.4 The Act of Free Choice (PEPERA, 1969) yang cacat secara hukum karena disalah-gunakan dan disalah-artikan oleh Indonesia tetapi yang diabaikan begitu saja oleh PBB dan Amerika Serikat karena konspirasi internasional. Ini kelanjutan dari penyakit-penyakit yang telah mereka tularkan ke dalam tubuh rakyat Melanesia di Papua Barat. Kalau seandainya saja Indonesia menjalankan New York Agreement yang ditandatangani tanpa orang Papua itu dijalankan persis ayat demi ayat seperti yang tertulis, barangkali orang Papua akan diam seribu basah, karena sendiri mau sendiri suka, aduh sayang. Tetapi kenyataanya justru lain. Orang Papua ditunjuk, dilatih dan ditodong senjata untuk memilih Indonesia. Karena itulah, itu kesalahan Indonesia sendiri. Justru Indonesialah yang terus memperanakkan bibit penyakit kemerdekaan itu ke dalam jiwa orang Papua. Jadi kalau kita Papua yang mau terus disalahkan, itu suatu kekeliruan yang sangat besar dari politisi Jakarta.
2.3.5 Pembunuhan masal dan operasi tumpas Indonesia di Papua Barat(sejak 1963 sampai hari ini) dijalankan dengan persenjataan dan pelatihan militer dari Amerika Serikat, Kanada, Belanda, Australia, Inggris, Perancis, Jerman dlsb.
Indonesia dan dunia internasional tidak mau sadar bahwa sebenarnya bibit penyakit "kemderdekaan Papua Barat" itu hasil dari pelacuran politik mereka yang tidak sehat. Prostitusi politik Indonesia, Belanda, Amerika Serikat dan Australia itulah yang justru melahirkan isu kemerdekaan Papua Barat. Bayangkan kalau seandainya ini semua tidak ada. Bayangkan kalau seandainya orang Papua tidak ada yang dibunuh dan dibom serta dimusnahkan rumah-rumahnya, diperkosa dlsb. Setelah salah sendiri, lalu menuntut Papua Barat harus dengan Indonesia. Dasar politisi!
Kita sudah lama melalaikan semua virus ini. Kita berhadapan dengan TNI dan ABRI serta Pemerintah Indonesia. Kita menyangka bahwa Indonesia sendirilah yang bersalah atas masalah-masalah di Papua Barat. Karena itulah, virus-virus ini telah bertelur dan beranak, dan kini menjadi sulit bagi kita untuk keluar dari neo-kolonialisme Indonesia. Itulah sebabnya barangkali isu "Pelurusah Sejarah Papua" adalah tepat waktu dan tepat tempat.
2.4 Konspirasi Internal Papua Barat
Tanpa kita orang Papua mau berusaha menjembatani perbedaan-perbedaan dan menyatukan persepsi dan ideologi, kita telah memilih untuk mengabaikan dan mengubur seolah-olah tak ada masalah. Bahkan membahasnya-pun seolah "suara dari neraka!" AMP sangsi, bahwa mereka yang berusaha piara perbedaan-perbedaan inilah justru bagian dari konspirasi internasional dan justru mau supaya orang Papua tetap tidak bersatu dan tidak kuat, dan itu berarti tetap dijajah. Lebih jahat lagi, orang Papua sendiri sudah main konspirasi internal ini. Konspirasi ini dimainkan dengan subur karena didasari atas perbedaan-perbedaan yang telah disebutkan pada bagian pertama di atas.
Masih banyak rahasia perjuangan Papua yang belum mengudara. Semua ini disimpan di dalam peti dan tas politisi Papua Barat. Coba saja Anda dekati mereka dan bicara dari dekat lalu buka isi tas-tas mereka. Mereka lupa bahwa apa yang mereka simpan itu adalah sampah, bukan barang yang wajar untuk dibawa dalam tas politik mereka. Akibatnya waktu kita bicara dengan mereka, waktu kita berjabatan tangan, waktu kita duduk di samping mereka, bau sampah di dalam tas itu sangat busuk. Ini baru penilaian orang Papua sendiri. Belum lagi penilaian dunia internasional.
Barangkali kita akan bilang, "Itu urusan ke dalam, jadi nanti baru kitong urus!" Tetapi ini pandangan sangat rawan untuk dipakai musuh, terutama dunia barat yang membenci hidup secara sosial dan dalam sistem kesukuan. Ingat, orang Papua itu hidup dalam sistem suku begitu kuat. Ingat kita masyarakat sosial, bukan individual seperti di Barat. Ingat sistem ini sangat dibenci oleh dunia Barat. Ingat, sistem yang ada di Papua Barat telah mulai dihancurkan oleh agama Barat, lalu sistem pemerintahan Barat, oleh perusahaan-perusahaan baratm dan kini oleh NGOs dari dunia Barat. Mereka semua punya tujuan satu: MENGHANCURKAN MASYARAKAT YANG HIDUP DALAM SUKU-SUKU. Bukti? Pergi sendiri ke Australia, Amerika dan Afrika. Pigi tanya mereka: Mengapa kalian diperlakukan seperti binatang oleh dunia Barat? Mereka tidak akan pernah tahu adat lagi. Ini berbahaya. Ini harus dibuka dan dijemur.
Kita tidak perlu tutup-tutup lagi. Ada orang Papua yang makan-minum, tidur-bangun, beranak-cucu, dlsb. atas keuntungan dari bisnis manusia dengan kolonial. Ada yang sudah mendirikan perusahaan-perusahaan CV dan PT khusus untuk berbisnis manusia, dan manusia itu berasal Papua. Direktur perusahaan manusia Papua itu orang Papua sendiri. Inilah yang disebut cannibalism, bukan? Jual sana-jual sini, cari untung dan cari kedudukan. Ini bukan cerita mimpi, tapi ini kenyataan.
Saling curiga itu sangat kuat. Ini bukan main hebatnya. Ini penyakit terjahat. Orang Papua sekarang ramai bahas HIV-AIDS, tetapi lupa bahwa penyakit mereka yang membahasnya sendiri belum pernah dicari jalan penyembuhan. Sampai penyakit ini belum dioperasi, jangan pernah bermimpi merdeka. Lebih baik bubar jalan saja.
Jangan lupa bahwa kemampuan Anda sebagai manusia bersuku-bangsa Papua diremehkan, direndahkan, diinjak-injak oleh orang luar yang sebenarnya tidak manusiawi dan belum sepenuhnya beradab. Ini bukan sekedar pertanyaan, ini mentalitas penjajah dan perampok serta pemerkosa dan pelanggar segala hukum dan hak asasi manusia di dunia ini.
Ada diplomat dan politisi Papua saat ini memikirkan jalan otonomi seluas-luasnya dengan alasan seperti:
Apa kira-kira jawaban Kelly Kwalik, dkk.? Jawabannya barangkali begini:
Pendidikan, pembangunan infrastruktur, pembangunan fisik dan kebudayaan Melanesia di Papua Barat tidak boleh dijadikan ukuran oleh dunia Barat untuk meremehkan perjuangan ini karena ini menyangkut harga diri, jatidiri dan martabat sebagai manusia Melanesia di Papua Barat.
Jangan sampai kita bodoh-bodoh diseret kepada konspirasi internasional yaitu masyarakat dunia menuju satu suku, satu bangsa, satu ras, satu bahasa, satu makanan, satu minuman, satu sistem pendidikan, satu jenis pelajaran, satu bumi, satu langit, satu Tuhan, yang kini dilagukan dengan nama GLOBALISATION. Ini bukan rumor, ini fakta, dan orang Papua harus membuka mata lebar-lebar dan bertindak sebelum terlambat.
Aliansi Mahasiswa Papua mengerti semua dilema ini, dan kami siap memperjuangkan agar kita tidak ditipu ulang oleh Politisi Papua. Kesalahan Pepera tahun 1969 sudah cukup. Kita tidak hanya mempersalahkan Indonesia dan Amerika Serikat, generasi tua Papua juga patut menjelaskan kepada kami. Ribuan nyawa orang Papua yang sudah mati. Kita tidak bisa lupakan begitu saja seperti angin lalu. Sekarang saatnya generasi tua mempertanggung-jawabkan dosa mereka.
3. Yang Belum Ada itu Ini!
AMP menilai bahwa hal yang perlu ditanamkan dan dikembangkan di antara kita saat ini adalah sbb.:
Orang gunung/koteka harus membuka mulut dan menegur teman-teman dari pantai/kota agar bertobat dan menerima Yesus sebagai Juruselamat lalu bersumpah, "One People . One Soul!"
Selama ini orang gunung hanya menang di hutan, menang gerilya, dan menang bicara di balik batu. Cuman Tom Beanal muncul, semua orang gunung angkat kepala baru bilang, "Itu, orang pantai kamu ada apa?" Padahal tidak sadar bahwa pekerjaan beberapa teman dari pantai telah menolong kita menjadi seperti ini.
Teman-teman pedalaman harus mengampuni teman-teman dari pantai yang sudah banyak kali dipakai oleh ABRI. Sudah banyak teman-teman pantai ikut ABRI dalam memperkosa, mengintimidasi, melapor, dan bahkan membunuh manusia Papua di gunung dan hutan Papua. Tanah Papua telah menjadi saksi mata atas semua kebiadaban kita.
Tetapi teman-teman dari gunung harus mengampuni mereka. Kalau hati teman-teman dari pantai ikut arus angin seperti kapal layar di lautan Pasific, teman dari gunung harus pegang prinsip itu kuat, tetapi bersamaan dengan itu pula perlu menegur sanak dan teman-teman dari pantai. Bila perlu tampar mereka agar kita tiba pada satu tujuan: "M." Hargai bahwa teman dari pantai sudah maju dalam diplomasi dan mengerti penyakit Indonesia. Akui bahwa teman-teman dari pantai itu sudah maju dalam berbagai hal yang berbahaya bagi dunia internasional.
Orang Papua kota harus sadar bahwa ini zaman di mana umat manusia di seluruh dunia tidak pernah dianggap primitif lagi. Tidak ada manusia yang kolot lagi. Tidak ada manusia yang harus berubah, harus berkembang lagi. Peradaban manusia di seluruh dunia telah sampai kepada tingkat klimaks, dan pada tingkat ini tidak perlu lagi kita utak-atik dan hancur-luluhkan seluruh komponen suku dan adat yang ada di Papua Barat, seperti yang bangsa-bangsa lain telah buat di benua Australia, Amerika, dan Afrika.
Orang Papua kota harus menjadi juru bicara dan penuntun semua manusia Papua, tetapi juga harus tunduk dan mendengarkan mereka yang koteka, yang orangnya padat dari gunung-gunung dan hutan-rimba sana. Jangan karena dianggap koteka lalu suaranya diabaikan sebagai angin lalu. Inilah yang menimbulkan perpecahan selama ini.
Selain itu, jangan pernah teman-teman pantai melihat teman-teman koteka sebagai ancaman, sebagai kompetitor politik, sebagai musuh. Kalau ada orang pedalaman maju, jangan teman-teman dari kota melihatnya sebagai berbahaya. Pegang tangan mereka, angkat jiwa dan penderitaan mereka, peluk mereka, sambut mereka, bawa mereka keluar. Apa terjadi atas diri Tom Beanal adalah contoh terbaik bagi kita orang Papua.
Ambisi kerakusan daerah, kerakusan posisi, kerakusan ini dan itu harus dimatikan. Pentingnya manusia daripada pribadi dan suku harus dijunjung tinggi. Percayalah bahwa teman-teman gunung ada di belakang Anda. Jangan kuatir. Bangun kerjasama dengan kejujuran dan transparansi. Jangan membangun elit politisi Papua dan jangan membentuk konspirasi internal Papua. Jangan naik gunung terlalu tinggi. Ingat, ada gap yang terlalu besar antara Papua kota dan Papua pedalaman. Kalau orang Papua sendiri tidak sadari ini, kita lebih baik tidak usah bicara "M." Percuma!!
3.3 Ringkasan:
Orang Papua harus saling menghargai kelebihan dan kekurangan. Setelah kita menghargai perbedaan kita, juga kita harus pandai menggunakan perbedaan itu, yaitu kelebihan dan kekurangan demi melengkapi dan memperkuat barisan kita.
Kita harus bangga bahwa kita diciptakan dan berada dalam kotak geografis dan suku yang berbeda dan unik. Ini merupakan kekayaan yang paling mahal, yang tidak dimiliki oleh suku-bangsa manapun di seluruh dunia. Mereka yang ada di Australia, Amerika dan Afrika telah dimusnahkan oleh dunia Barat yang tak punya adat. Kita di New Guinea masih memilikinya sampai hari ini, dan itu harus menjadi kebanggaan kita semua. Orang yang tidak merasa bangga-lah yang justru akan bekerja sama dengan dunia Barat untuk "membaratkan Papua Barat."
Peradaban manusia di seluruh dunia harus mengaku dan menerima semua yang ada sebagaimana adanya. Paham-paham yang menganggap orang koteka harus pakai celana panjang, orang Wamena harus jadi orang Biak, orang Papua harus jadi orang Jawa, orang Kristen harus jadi orang Islam, orang Pribumi harus jadi orang Kristen, dlsb.dlsb. adalah paham-paham kuno, paham-paham abad 19 dan sebelumnya. Paham di abad 21 ini adalah paham atas dasar "respect" and "accept" what and how you are. Inilah bottom line daripada apa yang kita dengan sebagai lagu kebangsaan manusia di dunia, yaitu Human Rights (Hak Asasi Manusia). There is nothing more, nothing less, nothing best, nothing worst. Semua adat, semua kebedaraan, semua keadaan adalah relative. The truth is that all tings are relative, notihing is absolute. Setelah kita menghargai dan menerima keberadaan kita seadanya dan bangga atas itu, baru kita lancarkan serangan perjuangan.
4. Perangkat Jalan Keluar: Usulan AMP
(Den Haag, 25 Maret 2000)Kita sudah melihat symptoms dari penyakit politik Papua Barat. Kita telah melihat penyebabnya. Kita sudah cungkil keluar penyakitnya. Dan kini kita tiba pada hal berikut: "Obat!" dan "peraturan perawatan" untuk mencoba mengobati penyakit ini.
4.1 Yang pertama: Kita perlu bangun suatu sistem KOMUNIKASI yang mantap
Sistem komunikasi dimaksud dalam pengertian fisik dan organisatoris; yaitu:
5.1.1 Perlu disiapkan fasilitas komunikasi lintas geografis, lintas budaya, dan lintas politik dengan sebuah sistem Internet Network yang handal dan canggih.
5.1.2 Perlu disiapkan program-program rekonsiliasi melalui FORERI dan sejenisnya di seluruh dunia dan secara langsung melakukan rekonsiliasi dimaksud secara bertahap dan transparan untuk menghindari:
5.1.2.1 Kotak-kotak yang disebut di atas tidak dipakai oleh musuh dan melemahkan perjuangan mencapai cita-cita rakyat Papua.
5.1.2.2 Kotak-kotak yang disebut di atas tidak menetas menjadi cikal-bakal politik "devide et impera" (divide and conquer) dalam politik Papua Merdeka dari permainan konspirasi internasional dan konspirasi internal. (Saat ini penyakit ini sudah menjadi darah daging di Indonesia. Apakah Papua Barat mau ikut jejak Indonesia dalam konspirasi ini? Terserah "boy"! Ku, hanya mengakan, Wo, wo!)
4.2 Yang Kedua: Perlu diantisipasi agar mempersiapkan "The Concept of the Systems of Governance for West Papua" yang susuai dan cocok dengan konteks, kondisi dan ADAT orang Melanesia serta real-politik di Papua Barat baik di dalam atau di luar konteks Indonesia sebagai kuasa neo-kolonial.
Dalam hal ini, Aliansi Mahasiswa Papua telah menyiapkan konsep TRIBAL DEMOCRACY atau DEMOKRASI KESUKUAN untuk didebatkan, dilengkapi dan dimasyarakatkan sebelum dipertimbangkan lebih lanjut dalam perkembangan politik Papua Barat yang merdeka atau dalam penjajalan Indonesia.
AMP menilai bahwa konsep konstitusi yang sudah ada justru banyak menjiplak dari konsep Eropa, yang nyata-nyata pasti tidak cocok dengan adat masyarakat kesukuan di Melanesia pada umumnya dan Papua Barat secara khusus. Walaupun kita tidak dapat mengabaikan globalisasi sistem pemerintahan, kita juga tidak boleh sama sekali mematikan adat orang Melanesia. Karena itu kata "kesukuan" diambil mewakili adat orang Papua Barat. Sedangkan kata "demokrasi" merupakan adaptasi terhadap sistem pemerintahan ala Barat yang sudah diterima dan menglobal.
Bagi mereka yang mengerti isi seruan ini dan bersedia memberikan dukungan moril dan material serta tenaga, tolong hubungi kami.
E-mail: amp_foreign@yahoo.com (abroad)
DI SAAT ITU....
Di saat itu....
Pada saat semua orang Papua menghargai satu sama lain,
Manakala kita bangga atas semua keprimitifan dan kemajuan,
Di saat kita mau membagi tugas sesuai kelemahan dan kelebihan,
Di kala kita mau membangun Papua berdasarkan Adat Papua,
Di kala kita mau mendengar suara semua orang Papua,
Di waktu semua orang Papua bersalaman "Sobatku! Sedarah! dan Sedagingku!"
Pada waktu semua orang Papua berpelukan,
Saat itu akan ada upacara duka bangsa Papua: Terbesar dan bersejarah dalam segala sejarah kita,
Dan air mata akan jatuh,
Itu bukan karena kekalahan, Sobat,
Tetapi itu karena kemenangan,
Kemenangan yang ada di dalam persatuan dan kesatuan barisan!
Ini upacara titik tolak kekuatan kita semua,
DI SAAT ITU... YA DI SAAT ITU...
Pelajaran kuno ini jangan dilupakan masyarakat modern Papua!
Bukankah guru sejarah koloni Indonesia bilang
begitu?