AMP -Perwakilan untuk Urusan Luar Negeri
Tema: "SATUKANLAH BARISAN, HAI ORANG PAPUA BARAT!"
Topik: C. Beberapa Koreksi Penting dan Mendesak
----------------------------------------------------------
Executive Summary
Ulasan dalam tulisan ini bersifat mendesak dan penting karena diperlukan saat ini juga.
Aliansi Mahasiswa Papua (AMP)bukan organisasi politik dan tidak menganut paham politik tertentu, tetapi AMP punya satu tugas: menyalakan lampu "balance" and "equality" melawan kabut politik kotor Papua Barat karena bisnis konspirasi dan diplomasi yang sudah mengorbankan banyak manusia Papua. AMP tidak menghakimi jalan mana yang benar dan salah, tetapi mengusahakan agar Manusia Papua mencapai tingkat kemanusiaan yang beradab; yaitu mengerti adat dan menerapkan adat Melanesia di Papua Barat sebaik mungkin.
Di dalam pergulatan menyelamatkan manusia Papua Barat dari ketertindasan, intimidasi, perkosaan, penghilangan, genocide, kolonialisme dan pembunuhan, kita perlu kembali duduk dan berpikir, "Hhmm, bagimana kita mau maju ini?" Kita perlu hidup sceptical, critical dan analytical kepada semua orang yang masuk dari luar dan berpura-pura mau menolong. Kita perlu berpikir dua kali kalau kita mau ditolong oleh orang asing manapun juga.
Dalam tulisan ini AMP mengajukan usul sebuah konsep "Systems of Governance for West Papua" yang dianggap AMP sebagai . relevant. (sesuai) dan . appropriate. (cocok) bagi rakyat yang bertradisi dan bersuku-bangsa Melanesia di Papua Barat dan sesuai dengan real-politik setempat di dalam konteks kuasa neo-kolonialisme Indonesia.
==========================================================
Beberapa Koreksi Penting dan Mendesak
(April Minggu I, 2000, Ditulis berdasarkan Teori Konspirasi)
0. Pengantar
Dalam memperjuangan aspirasi rakyat Papua Barat, kita mengalami beberapa persoalan yang sangat fatal. Salah satu dari persoalan itu karena kita miliki beberapa pengertian yang salah tentang berbagai pihak di dunia ini, sehingga kita menaruh harapan secara salah atau keliru.
Salah satu contoh adalah bahwa kita selama ini menganggap PAPA (pemerintah, organisasi agama, dan perusahaan) itu baik, tetapi dalam tulisan lain kita tilik betapa mereka jahat dalam pembunuhan bumi ini. Ingat, kalau orang membunuh bumi ini, maka itu sama saja dengan membunuh Anda, karena Anda hidup dari bumi, oleh bumi dan akhirnya akan kembali kepada bumi pula. Nah, kalau ada orang yang punya pekerjaan seharian itu untuk membunuh bumi ini, perlu Anda tanya, "Are they on our side?"
Marilah kita melihat beberapa misconception dan misunderstanding di antara rakyat Papua sehubungan dengan perjuangan memenuhi aspirasi rakyat Papua.
Kita lihat saja di mana-mana di Papua Barat. Terutama sekali apa yang terjadi pada 1 Desember 1999, di mana Bintang Kejora dikibarkan kaya orang baru keluar dari lubang kuburan dan merayakan pesta kebangkitan. Orang Papua kira waktu itu adalah saat yang ditunggu-tunggu, yaitu "M."
Kita juga sudah mendengar beberapa pernyataan seperti ini:
PBB turun, Indonesia keluar. Mulai tanggal 1 Desember, kami minta supaya PBB turun dan urus masalah Papua Barat.
Saya sejak kecil sudah percaya bahwa PBB adalah satu-satunya jalan menuju pemenuhan aspirasi rakyat Papua Barat. Saya memandang PBB itu hampir sama dengan Tuhan Yesus dalam versi Kitab Suci orang Kristen. Atau kedudukan PBB sama dengan Mohammad dalam Islam atau sang Budha dalam agama Budha.
Tetapi semua ini keliru dan salah. Hal pertama yang kita lupa adalah apa artinya PBB, yaitu Perserikatan Bangsa-Bangsa. Sama kata dengan Ikatan Keluarga Bangsa-Bangsa. Sama dengan Persatuan Negara-Negara yang "sudah" merdeka. Jadi, negara yang belum merdeka mereka tidak punya tempat di PBB, karena badan ini didirikan oleh dan berdiri untuk negara-negara yang sudah merdeka. Jangan lupa, Indonesia adalah anggota ke-50 dari PBB.
Karena itu sebenarnya sungguh lucu, kalau orang Papua mau minta bantuan kepada PBB untuk merdeka. Lucunya karena PBB sudah nyata adalah milik Indonesia, yang sudah nyata Indonesia adalah anggotanya.
Kita sudah lihat contoh apa yang sebenarnya terjadi di Timor Loro Sa. e. Orang bodoh di kampung saya, yaitu ayah saya sendiri sudah bilang, "Aduh, Indonesia dorang sudah merekrut milisia untuk bunuh rakyat Timor. Itu sudah jelas" Tetapi apa yang dibilang sama pace Ghana bernama Kofi Annan? Teganya dia bilang, "Masalah Timor itu urusan dalam negeri Indonesia. Juga masalah ini tidak begitu serius, bisa diatasi oleh Indonesia." Kasihan, seorang yang sudah sampai di posisi Sekjen PBB saja sudah salah menilai situasi di Timor. Apakah begitu? Tidak! Sama sekali tidak!
Kofi Annan punya daftar nama-nama anggotanya, dan ia tahu bahwa daftar urutan nomor 50 tertulis: INDONESIA. Dalam hal ini, anggota keluarganya Annan yang ada berkelahi dengan orang Timor, yaitu orang yang melawan anggota keluarganya, orang yang menghancurkan wibawa anggotanya nomor ke-50. Jadi apa yang harus dilakukan PBB? Apakah berdiri untuk Timor yang bukan sebuah negara itu, yang bukan anggotanya, ataukah buat Indonesia yang nomor anggotanya 50 itu? Mungkin ini pertanyaan bodoh, trausah jawab sudah e?
Alasan kedua adalah bahwa PBB-lah yang serahkan tanah Papua kepada dua penguasa, yaitu Australia untuk Papua Timur dan Indonesia untuk Papua Barat. Pada akhir tahun 1950-an sampai 1960-an, tanah New Guinea sudah menjadi salah satu pokok dari agenda proses dekolonisasi. Berdasarkan agenda inilah maka persoalan dekolonisasi direalisir di waktu itu. Nasib baik jatuh pada PNG karena mereka dijajah negara yang sudah lebih maju dalam cara kerjanya, Inggris. Sedangkan nasib buruk jatuh pada Papua Barat, karena Indonesia menyerang Papua Barat sementara Papua Barat masih dalam proses menuju kemerdekaan. Barusan setelah bendera, lambang negara, lagu kebangsaan, dll. diperkenalkan pada 1 Desember 1961, pada bulan April tahun 1962 sudah diterjunkan pasukan payung dengan Komando yang sudah mendarah daging di Papua, TRIKORA.
Setelah TRIKORA itulah, masalah Papua Barat dilimpahkan kepada PBB oleh Belanda pada pertengahan tahun 1962. Kemudian PBB menjajah Papua Barat sampai tahun 1969. Di tahun inilah diselenggarakan apa yang disebut PEPERA (Penentuan Pendapat Rakyat). PEPERA ini diselenggarakan atas dasar New York Agreement, yang konon ditanda-tangani oleh Indonesia dan Belanda saja. PBB adalah badan yang mengetahui semua proses ini dan yang tahu tentang apa yang terjadi di Papua. Anehnya, PBB justeru mensahkan perjanjian ini, padahal orang Papua tidak terlibat di dalamnya untuk menandatanganinya.
PBB selanjutnya bersalah karena PBB tidak menegur Indonesia sebagai anggotanya karena Indonesia sudah melanggar Perjanjian New York. Salah satu pasalnya berbunyi bahwa PEPERA itu harus dilakukan dengan satu orang satu suara, tetapi Indonesia merubahnya menjadi "Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan." Hanya 1,025 yang ditunjuk ABRI untuk bermusyawarah secara perwakilan. Pelanggaran ini tidak ditegur oleh PBB, bahkan PBB mensahkan hasil PEPERA yang jelas-jelas melanggar hukum internasional itu dan prinsip Perjanjian New York itu.
Bukan itu saja, rakyat Papua-pun sudah pernah ke New York dan mengajukan Nota Protes. Di Papua sendiripun sudah banyak protes dan demonstrasi. Lagipula, banyak laporan media masa tidak ada yang menyatakan setuju dengan invasi militer Indonesia. Tetapi toh, PBB mensahkan pencaplokan Papua Barat ke dalam Indonesia.
Lalu masalah Papua Barat dihapus dari agenda Dewan Keamanan PBB, tepat tahun 1969. Kemudian semua yang terjadi akibat kesalahan ini PBB abaikan sama sekali, seolah-olah masalah Papua sudah beres.
Karena itu, semua orang Papua sekarang ini harus bertobat dan menerima diri sendiri sebagai satu-satunya penyelamat bagi Papua Barat. Pertolongan kita bukan dari langit, bukan dari darat, bukan dari laut, bukan dari hutan, bukan dari PBB. Pertolongan kita ada di tangan kita sendiri. Itu sebabnya kesatuan dan kekompakkan kita itu lebih penting daripada apapun yang Anda boleh harapkan di dunia ini. Itu sebabnya kita perlu membangun sarana dan fasilitas yang bisa menciptakan dan mempertahankan persatuan, kesatuan dan kekompakan kita semua. Itulah seabnya kita sudah punya Dewan Presidium Papua.
2. Kita sudah punya salah konsep terhadap NGOs seperti Palang Merah Internastional
Kita juga sudah percaya Palang Merah Internasional sebagai orang-orang yang baik, orang-orang yang membela kebenaran, orang-orang yang bicara jujur, dll. Itulah sebabnya Kelly Kwalik dia menerima mereka di hutan-rimba pada saat menahan orang putih dan orang Papua serta Indonesia di sana.
Pada waktu Palang Merah turun, wah, mereka ramah sekali. Mereka senyum lebar-lebar sampai bibir-bibir mereka hampir tarobek keluar. Mereka jual gigi sampai Kelly dia beli lagi, sangat murah lagi.
Mereka janji sama Kelly begini, "Bicara sudah. Ko mau bilang apa sama Presiden, Perdana Menteri, Ratu, Raja segala macam di dunia ini, katakanlah. Kita ini orang Palang Merah baru Internasional lagi, baru kulit putih lagi. Kantor kami di Geneva di mana PBB ada sidang lagi. Mengapa Anda sandera? Anda sebenarnya mau apa? Sampai tingkat apa baru Anda mau lepaskan orang-orang ini?" dlsb. Di Wamena ada satu binatang kecil. Kita biasa pegang itu binatang baru tanya dia, "Ada isterimu? Isterimu 100? Tadi sudah makan? Teman saya pacarnya 10?" dlsb. dan binatang ini kebiasaannya mengangguk saja. Tidak pernah bilang tidak. Palang Merah menganggap Kwalik sama dengan binatang ini. Mereka tanya ini, tanya itu. Waktu percakapan-percapan itu Palang Merah dorang bawa dorang punya juru kamera bakarat satu atau dua. Kemudian waktu pembicaraan berlangsung itu, Kwalik dia direkam sampai muka, mata, telinga, badan, mulut, suara, belakang, semua dorang rekam sampai habis-habisan.
Kelly kira begini: (1) Mereka orang putih yang bawa Injil kebenaran dan kejujuran dorang punya orang, mereka tidak akan tipu. (2) Mereka senyum-senyum, jadi orang-orang baik semua, (3) Mereka dari Palang Merah, jadi mereka pasti jujur dan benar seperti yang mereka janjikan.
Tetapi apa yang terjadi? Rekaman itu justeru diserahkan kepada ABRI untuk selanjutnya lacak dia dan bunuh si Kwalik. Tidak pernah satu detik rekaman-pun yang disiarkan dalam media-massa manapun di seluruh dunia. Kami sudah cek di seluruh Eropa, dan mereka bilang, "Palang Merah itu bukan barang betul moh! Itu sebuah bisnis untuk cari uang. Itu agen rahasia pemerintah dan penguasa dunia ini!" Karena tidak percaya, saya ke Geneva sendiri, untuk lihat itu barang dengan mata kepala sendiri. Ini dasar orang Wamena, tidak percaya kalau orang hanya bilang. Orang Geneva bicara seolah-olah Palang Merah itu sama dengan pemerintah atau TRITUNGGAL PAPA. Saya tidak puas. Saya naik ke Direktur Palang Mereka urusan Asia dan Pasifik. Saya ketemu baru saya bilang, "Surely, they are all liers" (Sungguh benar, mereka semua penipu besssssaaaar!!!!!) Kalau mau buktikan, pergi kepada Kwalik, pergi sendiri ke Palang Merah.
Kita sudah melihat NGOs non-funding ya? Semakin mereka kuat dan besar, semakin mereka lebih cenderung memihak kepada PAPA, daripada kepada rakyat jelata yang angkat mereka dan yang untuk mereka itu barang didirikan.
Kejahatan Palang Merah tidak berhenti di situ, bahkan pada tanggal 9 Mei, 1996, helikopter Palang Merah itu memuat beberapa orang kulit putih lalu dibimbing oleh perempuan yang dulu datang dengan senyum besar datang sama Kwalik. Perempuan ini menyangkal mati-mati bahwa dia ikut. Itu berarti Palang Merah dorang sudah serahkan foto-foto dan rekaman video kepada ABRI sehingga mereka gunakan itu untuk pelajari Silas, Daniel dan Kelly dengan semua anak buahnya. Sampai hari ini semua ini disimpan sebagai dokumen. Ingat Palang Mereh dia ambil itu rekaman atau merekam, lalu ABRI dorang pakai untuk bunuh kita.
Pada tanggal 9 Mei 1996 ini sebuah helikopter berlambag Palang Merah turun di Geselema. Helikopter ini dibooking dan dibayar dengan nama Palang Merah. Setelah rakyat mendekati helikopter ini, mereka langsung ditembak dengan senjata dari tentara orang kulit putih yang ada di dalam helikopter itu. Mereka lepas tembakan dan bunuh 8 orang kampung yang datang dengan harapan mau sambut orang Palang Merah.
Kemudian lebih jahat lagi, apa yang Palang Merah buat pada waktu sandera yang dilepas protes bahwa "Mengapa orang barat dan helikopter Palang Merah yang turun bunuh orang di Geselema?" Palang merah bilang begini, "Ah itu orang hutan saja moh. Biar dorang mati sudah. Mereka tahan orang putih sampai hampir 5 bulan. Asal orang putih tidak mati. Kalau orang Wamena dorang dapat tembak itu tobat. Mereka bukan sama dengan kita, mereka punya martabat lebih rendah dari kita moh. Mereka itu sama dengan binatang. Tidak usah lakukan penyelidikan."
Tiga tahun kemudian, Four Corners dan Australian Broadcasting Corporations, serta ELSHAM Papua melakukan penyelidikan. Akhirnya ditemukan dosa-dosa Palang Merah yang parah, dosa yang tidak bisa diampuni sama sekali. Pendek kata, hanya dosa mereka diungkit lewat media masa dan laporan ELSHAM baru mereka mau mengaku dan minta maaf. Mereka keluarkan laporan yang jelas-jelas menyangkal diri mereka bahwa mereka terlibat. Aneh, tapi nyata. Yah, dunia ini digiring kepada kenyataan-kenyataan yang aneh-aneh. Sampai manusia akan bilang, "Cukimai, bangsat, biadab!" Lalu manusia-manusia itu akan bunuh diri.
Ini baru salah satu contoh permainan kotor dari Palang Merah Internasional. Anda mau tahu permainan kotor World Vision International? Atau mau tahu permainan kotor organisasi misionaris? Tidak usah. Nanti Anda sakit. Dan rumah sakit di Papua-pun bisa bunuh Anda, jadi lebih baik tak usah bikin sakit Anda. Tenang saja, pelajari, dan tindak-lanjuti. Kuncinya ini, "DO NOT TRUST ANYONE and ANYTHING, TRUST YOURSELF and YOUR OWN PEOPLE! EVEN DON. T TRUST ME!!" kata satu orang peranakan Kanada-Perancis. (Artinya, jangan pecaya siapapun dan sesuatupun, yakinilah dirimu sendiri dan orangmu sendiri! Bahkan jangan percaya saya juga!) Sampai detik saya tulis ini, saya mau katakan padanya, "Pace ko batu. Kau orang terbenar dan terjujur yang pernah kutemui sampai detik ini!" Tuhan Yesus bilang, "Percaya kepada-Ku!", orang ini bilang "Percaya dirimu sendiri!" Memang ada resiko-resiko yang fatal kalau kita menggantungkan harapan kepada orang lain. Contoh dari cerita dari si Kwalik dkk. sudah cukup jelas, bukan?
Orang di Papua Barat memang pintar. Baru pertama kali kita pernah maju ke istana presiden kolonial lalu minta kemerdekaan dikembalikan. Baru pertama kali kita merekrut pemuda menjadi Satgas Papua untuk menjaga keamanan agar ABRI Indonesia tidak membikin kacau. Ini tanda-tanda positif. Ini bukti bahwa orang Papua sudah pintar dan mengatakan, "Apa yang ada di dunia ini semua bullshits!" Karena itu, AMP kira masuk akal kalau kita bentuk Palang Merah sendiri dengan nama Palang Hitam atau sejenisnya. Kita perlu bentuk organisasi HAM sendiri, yaitu ELSHAM sudah ada. Kita perlu punya organisasi-organisasi NGOs yang tumbuh dari Papua Barat sendiri agar kita jangan ditipu oleh konspirasi internasional ini. Di sinilah letak pintarnya orang Papua, tetapi kalau kita termakan arus, kalau kita mau tergantung kepada organisasi asing, maka lebih baik kita bubar jalan dan sujud menyembah "Indonesia!" karena Indonesia itu sudah bagian dari konspirasi internasional, jadi mau apa lae?.
Pengertian kita terhadap Pemerintah, Organisasi Agama dan Perusahaan (PAPA) sudah salah. Kita sudah salah mengerti. Ini disebut misunderstanding. (PANJANG LEBAR SUDAH DIBAHAS dalam artikel sebelumnya)
Karena itu kita harus koreksi diri dan bertobat. Kita harus bertobat dan kembali kepada adat Melanesia, adat yang sudah kita punya, yang sudah ada selama berabad-abad, adat yang sudah menjaga tidak mati ratusan-ribu orang dalam waktu sekitar 10 ribu tahun, adatmu sendiri. Tanpa adat, percayalah Papua Barat akan menjadi sebuah museum hidup untuk orang datang belajar dan berkata, "Di sini pernah hidup sebuah suku-bangsa namanya Melanesia, tetapi mereka sudah punah karena tidak bisa tahan penyakit malaria!"
(AMP sudah menulis satu artikel mengenai Cara Bagaimana Mengatasi atau Menghindari NGOs yang membahayakan. Akan diterbitkan kemudian)
4. Selama ini kita anggap Orang Putih itu semua Bagus
Anggapan ini ada karena kesalahan Pendeta-pendeta putih yang ada di Papua Barat. Mereka tunjukkan diri sebagai "malaikat terang" dari Benua Amerika, Benua Australia dan Benua Eropa. Mereka berdiri di depan kita dengan baju putih dan hati seolah-olah putih. Mereka tunjuk jari dan bilang "Ini salah, itu salah, you salah, dia salah. Kau benar, dia kami senang!""dlsb.
Akibatnya kita sudah jual diri. Ada pace Wamena satu dia tidak tahu tulis. Setelah dia melihat foto dari seorang perem Jawa cantik di majalah Sahabat Pena, terbitan Kantor Pos dan Giro Indonesia, dia pergi kepada saya dan minta tuliskan surat buat dia. Setelah surat itu ditulis, kita poskan di Kantor Pos Sentani. Dua minggu kemudian, balasan tiba dari Jawa. Kata-katanya sangat manis. Saya bacakan dan terjemahkan artinya. Setelah itu pace dia suruh saya balas lagi. Sampai akhirnya perempuan dia turun dengan KM Umsini di Jayapura dan cari ini Kakak laki-laki. Dia ketuk pintu Asrama. Dia bilang, "Ada John kah? (Bukan nama betulan) Kita bilang, "Kenapa?" Sementara itu saya mulai main otak saya, pikirkan dia punya foto yang Kakak laki-laki dia ada pegang dengan muka perempuan ini. Dan betul, itu perempuan dari Sahabat Pena. Setelah mereka baku kawin, sudah dapat anak satu, tetapi lama-lama mace dia tahu bahwa laki-laki dia tratau tulis, tratau baca dan tratau bahasa Indonesia. Setahun kemudian, waktu paitua dia ke kebun cari sayur untuk jualan buat anak baru lahir dan isteri, mace dia beli tiket KM Umsini baru pulang.
Maaf ini cerita tra penting. Tetapi inilah nasib orang Papua melihat manusia kulit putih yang mondar-mandir sebagai misionaris, sebagai pilot, sebagai Palang Merah, sebgai turis, ini dan itu. Kita sudah punya salah konsep tentang mereka ini. Kita melihat mereka sebagai juruselamat kita.
Kita sudah tidak tahu lagi apa yang pernah terjadi di Benua Australia dengan masyarakat asli bersuku-bangsa Aborigin. Kita sudah tidak pernah dikasih-tahu lagi apa yang terjadi di Benua Amerika dengan penduduk asli bersuku-bangsa Yanomami, dll. Kita sudah dijadikan bodoh karena kita tidak diberitahu sebenarnya apa yang terjadi dengan suku Maori di Selandia Baru. Kita tidak tahu apa yang telah terjadi dengan suku bangsa Melanesia di Thailand, Vietnam, Malaysia, Filipina, Papua Barat, Papua New Guinea, dan kepulauan Pasifik lainnya. Semua cerita ini ditutup mati dan rapih.
Mereka datang dengan "topi kebenaran", padahal kita perlu tanyakan mereka begini: "Eh, pace putih. Kitong dengar kamu punya negara namanya Amerika Serikat. Apakah itu kamu punya tanah dari dolo? Eh, kitong dengar kamu dari Australia. Apakah benua itu dari sono memang berkulit seperti kamu?" Paling-paling mereka akan bilang, "Yang penting tanah air kita di sorga. Tak usah pikir barang dunia yang fana ini." Salah satu contoh kita telah melihat nasib Kwalik dkk. dengan anggota Palang Merah yang konon semua orang kulit putih.
Karena itu, lebih baik kali berikut Kwalik harus minta anggota Palang Merah yang masuk itu orang kulit hitam dari Afrika. Jangan pula dari PNG karena PNG itu para mantu dan kepokanan Jakarta. Ada satu orang Inggris dia bilang saya waktu kita minum di pub begini, "Wiwa do not put any hope on me because I am white and I am British or on other white people to help you. White people will never do anything best that your ever dreamed of for you. White people will only bring harm on you. The best people you can talk to are those black people from Australia, from PNG, from Africa and other Melanesian people in Asia." (Artinya, Wiwa, jangan taruh harapan kepada saya kulit putih dari Britain ini dan kepada orang kulit putih buat tolong kamu. Orang putih tidak akan pernah berbuat sesuatu yang terbaik yang anda pernah impikan bagi kalian. Orang putih hanya akan membawa bahaya bagimu. Orang-orang paling baik buat anda bicara adalah orang kulit hitam dari Australia, dari PNG, dari Afrika dan orang Melanesia lain di Asia.) Wah saya kapok dan soak langsung. Tetapi rupanya dia benar.
Dia orang kedua yang jujur kepada saya. Saya pikir kejujuran ini ada di mana-mana di seluruh dunia. Kejujuran ini ada di Amin Rais dan Sri Bintang Pamungkas. Kejujuran ini ada di rakyat Jawa. Cuma kita sangka mereka semua jahat. Tidak, justeru orang jauh dari Eropa itulah yang lebih jahat. Mereka jahat karena mereka tak punya jaringan darah, jaringan budaya, jaringan sejarah, jaringan kolonialism, jaringan apapun dengan kita. Jadi kalau mereka tembak kita, jangan anda tanya, "Mengapa?" Kalau mereka jual senjata kepada Jakarta, kalau ijazah terakhir para Jenderal ABRI di Jakarta itu dengan dalam Bahasa nggris yang konon diterbitkan di negara AS, maka jangan Anda taduduk bingung. "Tak kenal maka tak sayang!" berlaku di sini. Jangan terlalu tabingung.
(AMP sudah menulis satu artikel mengenai apa bahayanya orang Jawa dan orang Barat, tapi akan terbit dalam booklet kami, bukan di Internet.)
Ingat bahwa, tidak semua orang putih itu jahat, tetapi sama dengan kita orang Papua, ada yang baik sampai terlalu baik, kalau mereka jahat memang jahatnya terlalu jahat. Jadi,kalau kita orang Papua mau bekerja dengan mereka, kita harus lihat dulu, apakah ini yang terjahat atau yang terbaik. Jangan lihat kepada organisasi misi, teologi mereka, badan yang mereka wakili. Ini semua bohong. Lihat kepada pribadi lepas pribadi. Saya yakin bahwa mereka yang membaca tulisan ini marah sama AMP. Mereka akan bilang saya facist, racist, dll. nama yang mereka sudah kasih nama di negara mereka. Tetapi tidak, ini koreksi yang baik dan sehat. Kita orang Papua yang tidak boleh jadi bodoh. Kita yang harus menguji dan memilih berdasarkan adat Melanesia.
5. Kita Punya Salah Sikap terhadap Orang Indonesia
Selama ini kita menyangka bahwa orang Indonesia itu jahat. Ada tokoh politik Papua di Belanda dia bilang saya begini, "Orang Indonesia itu mereka baik. Mereka lebih baik daripada orang Belanda. Cuma satu suku dari semua orang Indonesia itulah yang paling jahat, punya nafsu kerakusan daerah dan punya ambisi menjajah kita. Orang Indonesia lainnya hanya ikut ramai dan mumpung ada peluang untuk merebut kita, ya mereka masuk merampas kita punya harta." Mendengar ini kalimat, langsung saya duduk dan pikir-pikir, "Ini benar atau tidak?"
Hasil renungan itu mengatakan, "Eh pace, itu tete dia benar itu!" Lalu saya pikirkan siapa sebenarnya yang punya tangan kotor di Papua Barat, sebelum PEPERA, selama PEPERA, setelah PEPERA sampai hari ini. Kita bisa hitung siapa-siapa yang makan orang Papua sampai tersisah sedikit saja. Tom Beanal bilang kita ini dibunuh pagi, siang, sore dan malam. Siapa sebenarnya yang membunuh kita?
Jangan marah kepada semua orang Indonesia, sobat. Bahkan jangan kita marah manusia. Kita telah melihat orang kulit putih di atas. Jangan kita marah manusia putih, manusia Indonesia, dll. Kita semua adalah manusia.
Yang salah itu adalah "sistem." Sistem PAPA di seluruh dunia ini sudah salah. Karena itulah dalam tulisan mengenai PAPA sudah dibilang, "Apakah Papua Barat mau terjun ke dalam permainan sistem itu, atau mau berdiri sendiri di atas adat Melanesia?" Saya sudah punya banyak teman dari Jawa, Bali, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi dan Molucas. Mereka adalah manusia baik-baik. Mereka punya nilai moral dan perikemanusiaan. Itulah sebabnya manusia ditempatkan pada Sila kedua setelah Tuhan pada sila Pertama dan Pancasila. Tetapi kenyataan di lapangan lain. Ada tokoh masyarakat di Belanda bilang saya begini, "Indonesia itu dia injak dia punya Pancasila sendiri. Yang dia bilang lain daripada yang dia bikin. Jangan orang Papua percaya yang dia bilang, lihat dia bikin apa dulu." Inilah diplomasi? Tidak diplomasi tidak boleh dikaitkan dengan Pancasila atau UUD 1945. Apa yang salah?
Baik orang Jawa, orang Sumatra, orang Borneo, orang Celebes, orang Molucas, orang Timor orang Bali, orang Papua, kita semua ada pada satu barisan. Barisan itu adalah barisan bekas jajahan Belanda. Tetapi Jakarta sudah salah karena dia mau dirikan kolonialisme di dalam bekas kolonial Belanda itu. Dan itupun bukan semata-mata kesalahan dia. Dia ditopang, didanai, dilatih, dipersenjatai, dikhotbai, dll. dll. untuk memperkokoh kerajaan Jawa di Indonesia. Hanya pada waktu orang Jawa mengerti ini, mereka akan bilang, "Go ahead Papua, you are socially, culturally, legally and historically different!" Hal ini tidak berarti kita hanya duduk minta, tetapi kita harus desak orang Jawa supaya pertama mereka mengerti diri mereka dan siapa mereka, lalu mereka akan menjadi beradab. (Sudah ada tulisan mengenai tingkat peradaban orang Indonesia).
6. Apa Yang Salah Dengan Hasil Mubes Papua?
Kita tidak boleh pernah mengulangi kesalahan umat manusia yang sudah menjadi pelajaran buat umat manusia di abad 21 ini!
Ini peringatan keras dari AMP.Negara-negara di Eropa, Amerika, Australia, Afrika, dan Asia sudah merdeka dalam abad-abad 20 dan sebelumnya. Apa yang terjadi dalam sistem PAPA mereka sudah menjadi pelajaran yang terbaik buat kita. Jangan terlalu jauh, apa yang di PNG saja sudah cukup bagi kita untuk kita jadikan pelajaran.
Kesalahan Indonesia yang selama ini kita sebut, yaitu "Terlanjur jatuh ke dalam sistem persekongkolan global!" juga merupakan kesalahan semua bangsa lain di seluruh dunia. Kecuali negara-negara satu dua di seluruh dunia ini yang tidak mau terlibat dalam semua ini. Salah satunya adalah negara di mana kantor PBB terletak, yaitu Switzerland. Kantor PBB ada di sana, tetapi Switzerland sendiri bukan anggota PBB.
Salah satu president di dunia ini pernah katakan bahwa proses globalisasi itu bukan sebuah pilihan kebijakan (policy choices). Itu kenyataan (These are facts!) Dengan kata lain, tidak diinjikan manusia manapun di dunia ini yang menolak ide dan proses ini. Ini kewajiban manusia pada tingkat peradaban saat ini. Ini presiden dunia yang berbicara. Siapa yang bisa melawan? NOL! Papua Barat ada pada barisan menuju proses globalisasi itu. Tinggal kita pilih, apakah kita mengajukan adat kita untuk paling tidak dihargai dalam sistem dan proses globalisasi itu ataukah kita tunggu dan termakan hangus dan terbawa arus globalisasi itu. Kita punya peluang untuk mengglobalisasikan konsep pemerintahan yang akrab dengan lingkungan dan yang sensitif dengan HAM. Kalau kita tunggu, kita akan kehilangan identitas Melanesia, kalau kita pro-aktif, maka kita akan tetap hidup sebagai orang Melanesia, paling tidak dalam abad ke-21 ini, kalau tidak bisa selama-lamanya begitu. Pilihan harus dibuat oleh generasi kita saat ini juga.
Kini di Papua Barat sudah kita selenggarakan pra-Act of Free Choice II, yaitu dengan nama Musyawarah Besar. PEPERA (Act of Free Choice) yang kedua itu akan dilakukan dalam sebuah kongress Papua dalam beberapa waktu mendatang. Ada beberapa hal menarik berdasarkan analisis AMP yang perlu kita pikir ulang, agar kita tidak mengulangi kesalahan manusia yang sudah-sudah.
6.1 Dewan Presidium Papua Barat sudah tepat
Kita bangga melihat betapa dewan presidium ini telah benar-benar mewakili dua kelompok besar manusia Papua yang sudah kita kenal dengan baik. Perbedaan manusia pedalaman/koteka/gunung dengan manusia pantai/kota sangat jelas. Dalam tulisan lain sudah kita bilang, "Tidak akan pernah hilang ini perbedaan!" Karena itu, dewan presidium ini adalah tepat dan terbaik bagi Papua Barat.
Cuma kita perlu waspadai. Ada orang Papua banyak di dunia Barat sana yang bilang, "Yang lucu itu ada dua kepala untuk Presidium itu! Kasih tahu mereka supaya pilih satu saja jadi ketua baru satunya wakil!" Dasar orang Barat-Papua. Ini contoh yang jelas di mana orang Papua di luar negeri akan bawa ide yang aneh-aneh ke Papua dan akan dibilang, "Kau kulit Esau, tapi suara Yakub!" Mereka sudah diajar sama ompo-ompo mereka di Barat jadi mereka pikir kepala cuma satu orang itu cara baku bagi semua manusia di dunia. Tidak, masyarakat Melanesia adalah orang Melanesia. Kita harus mengatur diri menurut cara Melanesia, in a Melanesian way, we should organise ourselves. Nothing is perfect, nothing is the best, nothing is the worst. Everything is relative. All are good and all are bad. It depends on who is making the judgements for all these. It depends on who you are, what you are, where you are, when you are, why you are and how you are.
Karena itu, kalau orang Papua bilang sistem presidium kolektif itu yang cocok, maka tidak ada orang lain yang pernah bisa bilang, "Itu salah!" Kecuali kemaluannya itu sudah dibuang ke sampah boleh.
6.2 Sebanyak 200 Orang Perwakilan Rakyat Tidak Mewakili Orang Papua Barat
Ini salah satu kenyataan yang aneh dalam musyawarah besar (Mubes) ini. Walaupun kepala dorang atur berdasarkan adat Melanesia (Melanesian Way), tetapi rupanya sudah ada penyakit kanker masuk. Kita sudah melihat kanker-kanker politik luar seperti PEPERA, New York Agreement, dll. dalam tulisan sebelumnya. Kini dalam Perwakilan Rakyat ini telah nyata terjangkit kanker itu. Tidak sulit kita memahami penyakit ini. AMP mau sampaikan sejak dini supaya kami tidak utak-atik lagi setelah barang itu sudah jadi. Nanti kita dibilang, "Ah, dulu ko tratau moh, muncul persoalan baru pace ko bicara macam tahu dari dulu saja. Koteka saja moh, ko diam sudah!"
6.2.1 Jelas-jelas proporsi para anggota itu dibagi berdasarkan batas-batas kabupaten dan kotamadya buatan penjajah Indonesia.
Kita sudah mengulangi kesalahan pertama yang telah kita buat, yaitu tapal batas yang dibuat Belanda dan Inggris yang sampai hari ini kita masih pegang kokoh kaya Alkitab saja. Pemerintah PNG jadi bodoh karena mereka ditodong dengan tapal-batas yang secara arbitrary dibuat kaum kolonial. Akibatnya saya tidak bisa pergi ke om, ke tante, ke tete, ke ipar di PNG karena garis buatan kolonial ini. Garis seperti ini dibuat Inggris di Timur Tengah banyak sekali. Ada salah satu suku-bangsa di Timur Tengah, yaitu orang Kurdish yang dibagi sama kolonial ke dalam 5 (lima) negara. Akibatnya, kini mereka sedang berjuang untuk merdeka, tetapi mereka harus berperang melawan lima negara sesama agama, sesama bangsa sendiri, yaitu orang Arab di Timur Tengah. Siapa yang bikin itu batas-batas? Kolonialisme Barat!
Nah, negara itulah bikin batas di Afrika, Amerika, Australia, dll. Negara itu yang bikin batas di pulau New Guinea.
Sama dengan itu pula, kalau kita ikuti batas-batas kabupaten, kotamadya, dll. seperti hasil mubes ini, maka kita sedang masuk terlingkar ke dalam lingkaran setan. Kita sudah jelas menciptakan patokan-patokan atau tapal batas antara satu dengan yang lain berdasarkan batas-batas arbitrary buatan kolonial Indonesia.
Ini para antropolog yang ada di Uncen harus lebih serius soroti. Jangan hanya pintar bicara di dalam ruangan kelas, tapi untuk mengatur kenyataan lapangan jadi NOL BESAR. Bagilah tapal batas itu menurut tapal batas ADAT MELANESIA di Papua Barat. Dengan cara ikut-ikutan ini, ada dua kerugian kita: Pertama kita telah mengakui batasan yang telah kolonolial Indonesia buat. Kedua, dan yang lebih jahat lagi, kita telah turut serta dalam merobek-robek ikatan kesukuan dan kekeluargaan yang sudah hidup di Papua Barat sejak berabad-abad, yang diperkirakan lebih dari 10 ribu tahun.
Sayang, kita bukan menjadi pemecah masalah, tetapi menjadi penambah masalah. Itu sebabnya kita perlu ingat, "Do not create new problems in the process of solving old problems!" Ini persoalan yang dihadapi Gus Dur sekarang. Beliau mau selesaikan masalah warisan Orde Baru, tetapi sementara itu kadangkala juga menciptakan masalah baru. Semoga orang Papua tidak demikian.
6.2.2 Anggota dari Presidium Dewan Papua justru mengkopi pola kolonial, alias tidak mencerminkan realitas orang Melanesia di Papua Barat.
Sudah jelas, para anggota ini dipilih berdasarkan kriteria seperti:
Apa hasilnya? Hasilnya ini: Semua suku di Papua Barat tidak terwakili sama sekali! Jangan kita membual kiri-kanan. Kita sudah nyata menyangkal diri bahwa kita adalah masyarakat suku. Kita hidup dalam sistem kesukuan yang sangat kuat. Tetapi kita sudah menyangkal suku yang jumlahnya 245 lebih itu. Hitung saja dari 22 anggota Dewan Presidium itu dan tanya, "Ini suku mana, ini suku mana?" Anda akan heran ada monopoli dan sudah terlihat konspirasi di dalam tubuh politik Papua di situ. (Kami sudah menulis konspirasi Politik di Papua Barat, akan diterbitkan di dalam booklet saja.) Kalau hal ini tidak diatasi, jangan pernah salahkan AMP dan aliansinya.
6.3 Para Wakil Dewan Papua tidak bercermin Bintang Kejora
Bintang Kejora itu terbagi dalam tujuh garis biru, yang menandakan tujuh provinsi Papua Barat, tetapi yang menarik, pembagian wilayah di dalam Mubes ini justeru mensahkan wilayah buatan kolonial Indonesia. Ini merupakan paradox, apakah orang Papua mau mensahkan pembagian wilayah Papua buatan Indonesia, atau mau kembali kepada pokok dasar pembagian yang terdapat pada Bendera Bintang Kejora. (Dalam hal ini kami juga akui bahwa tujuh wilayah juga buatan Belanda, tetapi karena pembagian itu sudah ada di Bendera, kecuali kalau kita mau rubah bendera.)
Karena itu, ada beberapa alternatif yang dapat kita pilih. Pertama, kita dapat mengaku pembagian wilayah Indonesia untuk menerima apa yang dibuat Indonesia di Papua, yang berarti, "Lebih baik berhenti tipu rakyat! Dari sekarang juga!". Kedua, kita dapat melupakan pembagian wilayah berdasarkan bendera Bintang Kejora. Ini berarti, pada sidang khusus untuk Bendera Bintang Kejora, kita harus merubah jumlah garis biru yang berjumlah tujuh menjadi 13, sesuai dengan kabupaten dan kodya di Papua saat ini. Ketiga, kita pura-pura tidak tahu atau anggap remeh hal ini karena mengingat isu keamanan, dan bentuk saja Dewan Papua dengan apa yang ada, lalu kita bongkar pasang setelah barang itu jadi.
Padahal, perwakilan yang ada di Dewan Papua sudah jelas tidak representative sama sekali. Di tambah lagi, perwakilan itu tidak ada dasar adat Melanesia atau logika rumus Bintang Kejora. Barangkali kita mau ikut tabiat sang Mambruk?
Kita Ondoafi, kita Kepala Suku, kita Dosen Antropologi, kita kaum akademisi, kita orang Melanesia, tetapi kita sudah lupa diri. Kita termakan api globalisasi, konspirasi internasional dan pengaruh kolonialisme serta neo-kolonialisme. Ini kesalaan fatal.
7. Jalan Keluar yang diajukan AMP
Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) adalah wadah yang mempersatukan berbagai unsur pemuda Papua yang kini ada di bangku studi di seluruh dunia.
AMP tidak hanya omong besar tanpa tahu jalan mana kita perlu lalui. Sebagai jalan keluar, AMP sudah menyiapkan sebuah konsep pemerintahan di Papua Barat dengan nama TRIBAL DEMOCRACY atau DEMOKRASI KESUKUAN. Konsep ini perlu dibaca, diteliti, dikritik dalam seminar yang diselenggarakan oleh dan untuk Orang Papua Barat.
Walaupun kita tidak dapat mengabaikan globalisasi sistem pemerintahan, kita juga tidak boleh sama sekali mematikan adat orang Melanesia. Karena itu kata "kesukuan" diambil mewakili adat orang Papua Barat. Sedangkan kata "demokrasi" merupakan adaptasi terhadap sistem pemerintahan ala Barat yang sudah diterima dan menglobal.
Bagi mereka yang mengerti isi seruan ini dan bersedia memberikan dukungan moril dan material serta tenaga, tolong hubungi kami.
E-mail:
amp_foreign@yahoo.com (abroad)amp_westpac@yahoo.com (Jakarta)Halaman web:
http://www.westpapua.netTopik-topik selanjutnya antara lain: