Kolom Kecurigaan yang Berlebihan
Selain itu, ada juga faktor politis. Abdurrahman Wahid sendiri barangkali agak kurang srek dengan Perdana Menteri Australia, John Howard. Tetapi pergaulan beliau dengan tokoh lain di Australia kelihatannya cukup baik. Sebelum jadi presiden, beliau sering pergi ke Australia untuk mengikuti seminar dan konferensi sekaligus bertemu dengan kawan-kawan. Dibandingkan dengan presiden-presiden sebelumnya, beliaulah yang paling mengenal Australia. Meskipun demikian, hubungan Indonesia-Australia mengalami kemerosotan selama Abdurrahman menjadi presiden. Faktor utamanya adalah masalah Timor Timur. Banyak orang Indonesia menyalahkan Australia karena Perdana Menteri Howard pernah mengusulkan agar diadakan semacam referendum di Tim-Tim, lima hingga sepuluh tahun sesudah otonomi dilaksanakan. Bagi saya, agak kurang jelas mengapa Howard disalahkan oleh pihak Indonesia karena Presiden Habibie justru menolak usulnya. Sebaliknya, Presiden Habibie mengadakan referendum pada 1999 juga. Tahun lalu banyak pihak percaya bahwa Australia mempunyai rencana untuk menginvasi Tim-Tim. Tetapi, kalau kita melihat perimbangan kekuatan pada waktu itu, invasi tidak mungkin dilakukan. Angkatan darat Indonesia punya sekitar 230 ribu anggota, sedangkan anggota angkatan darat Australia hanya 23 ribu. Untuk menjaga sidang MPR saja pada zaman Soeharto, Indonesia telah memobilisasi 25 ribu pasukan, lebih banyak dari seluruh angkatan darat Australia. Dari 23 ribu itu, tidak lebih dari 5.000 yang dapat dimobilisasi dalam waktu singkat, sedangkan saat itu Indonesia sudah menempatkan 25 ribu pasukan di Tim-Tim dan daerah di sekitarnya. Para jenderal Australia tidak semuanya bodoh. Mereka tahu bahwa tidak mungkin 5.000 pasukan dapat menaklukkan 25 ribu pasukan, yang didukung juga oleh cadangan pasukan di tempat lain. Sampai kini, kecurigaan terhadap Australia masih kental di kalangan orang tertentu di Indonesia. Baru-baru ini, sebuah wawancara televisi yang diberitakan di Sydney Morning Herald (6 November) telah diputarbalikkan—entah secara sengaja atau tidak—untuk memberi kesan seolah-olah Menteri Luar Negeri Australia, Alexander Downer, mendukung gerakan kemerdekaan Papua. Beberapa tokoh Indonesia, termasuk Ketua DPR Akbar Tandjung, juga mengikuti suara-suara lain di Komisi I DPR dalam menolak "sikap" Australia. Memang, berita di SMH—kalau kalimat pertamanya saja yang dibaca—agak ambiguous, tetapi kalau dibaca kalimat-kalimat berikutnya, maknanya sangat jelas. Dalam wawancara itu, Downer mengatakan dengan tegas, "Posisi kami adalah jelas, yaitu Irianjaya harus tetap menjadi bagian dari Indonesia" (The clear position we have is that Irianjaya should remain part of Indonesia). Tetapi Downer juga mengatakan bahwa kegagalan untuk menghormati hak asasi rakyat akan membantu gerakan separatis (There has to be a commitment to an appropriate standard of human rights, otherwise that'll only encourage the secessionist movement). Meskipun demikian, atas dasar laporan yang salah tafsir itu, timbul banyak berita menggebu-gebu yang mengatakan bahwa Menteri Luar Negeri Australia mendukung gerakan separatisme! Kecurigaan banyak orang Indonesia pada Australia itu terjadi terutama sesudah Tim-Tim keluar dari Indonesia. Dikatakan bahwa Australia ingin supaya Indonesia terpecah belah. Apakah bukti bahwa Australia mau Indonesia terpecah belah? Australia sudah lama memberi bantuan ekonomi dan militer kepada Indonesia. Mengapa Australia memberi bantuan tersebut jika tujuannya adalah supaya Indonesia terpecah belah? Dikatakan bahwa pemerintah Australia ingin supaya Indonesia terpecah belah karena takut diinvasi oleh Indonesia. Jika Australia memang sangat bimbang menghadapi "ancaman dari utara" itu, sudah tentu anggaran pertahanan Australia tinggi sekali. Nyatanya, anggaran pertahanan sekarang hanya 1,9 persen dari GNP. Memang, angkatan darat Indonesia jauh lebih besar dari angkatan darat Australia, tapi Australia mempunyai angkatan udara dan laut yang cukup kuat. Ancaman dari Indonesia yang paling dikhawatirkan oleh para hli strategis Australia bukanlah invasi militer tetapi invasi pengungsi, jika Indonesia terpecah belah. Akibat kekacauan yang terus-menerus di Indonesia, sudah ada sekitar 500 ribu pengungsi di dalam negeri. Jika Indonesia benar-benar mengalami disintegrasi, jumlah itu akan jauh lebih besar dan banyak yang akan mencari perlindungan di luar negeri, termasuk ke Australia. Karena itu, Australia, seperti tetangga Indonesia yang lain, berkepentingan untuk terus mendukung kesatupaduan Indonesia. *) Peneliti senior di Research School of Pacific and Asian Studies, Australian National University Kolom ini dikutip dari Majalah TEMPO edisi 13 - 19 Nopember 2000
|