PAPUAN INTERNAL Forum
21 November 2000


LEMBAGA STUDI DAN ADVOKASI HAK ASASI MANUSIA (ELS-HAM)
Institute for Human Rigths Study and Advocacy
Jl. Kampus ISTP - Padang Bulan, Jayapura, PAPUA BARAT
Telp/Facs +62-0967-581600/581520 email:elsham_irja@jayapura.wasantara.net.id
======================================================================
KELOMPOK GARIS KERAS PEJUANG PAPUA MERDEKA BENTUK PANITIA KEMERDEKAAN PAPUA BARAT

(Jayapura, 20 November 2000)
Desakan untuk segera mewujudkan 'Papua Merdeka' sesegera pada tanggal 1 Desember 2000 bukan sekedar isapan jempol. Kelompok "Garis Keras" para pejuang 'kemerdekaan papua' dari Dewan Musyawarah Masyarakat Koteka (DEMMAK), Tahanan Politik dan Narapidana Politik (Tapol/Napol), Masyarakat Mamberamo Tami (Mamta), Front Nasional Papua (FNP) dan "Bintang 14" serta Tentara Pembebasan Nasional (TPN) Papua Barat telah membentuk 'Panitia Sementara Persiapan Kemerdekaan Papua Barat' dan pada Juma't (17/11) di Balai Pendidikan Guru (BPG) Kotaraja, Jayapura telah melakukan rapat persiapan. Sekitar 50 orang hadir dalam pertemuan tersebut. Dalam rapat tersebut telah ditunjuk sdr. Philip Karma (Ketua), Beny Wenda, S.Sos (Wakil Ketua), Edison Waromi (Sekretaris) dan dibantu 10 orang anggota, yakni: 1. Rika Mambay, 2. Petrus Gombo; 3. Philep Watory; 4. Meky Rumrapuk; 5. Yohanis Dasirona; 6. Max Adii; 7. Renate Thesia; 8. Hiskia Mauri; 9.Yunus Runawari; 10. Simon Alom. Mereka ini mewakili berbagai kelompok organisasi politik seperti disebutkan diatas.
Menurut 'Panitia Sementara Kemerdekaan Papua Barat' pada dasarnya ada dua hal yang mendorong dibentuknya panitia tersebut, yaitu : Pertama, dalam Setiap pidato politik ketua Dewan Presedium Papua Theys Hiyo Eluay selalu mengatakan rakyat Papua akan mencapai kemerdekannya pada tanggal 1 Desember 2000; Kedua, dalam Sidang Kongres Nasional Papua II pada tanggal 3 Juni 2000, Theys mengatakan mulai hari ini Papua keluar dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Akan tetapi kenyataannya Theys selalu bermesraan dengan para Pejabat Tinggi Militer dan Pemerintah Indonesia.
Dalam pertemua itu mereka membahas langkah-langkah apa yang ditempuh bilamana aparat keamanan menggunakan kekerasan. Mereka juga membicarakan tentang bagaimana mengevakuasi warga sipil (papua dan pendatang) bilamana terjadi 'clash' antara aparat keamanan dengan rakyat. Dibahas pula bahwa menjelang 1 Desember nanti para warga Papua yang berada di sepnjang perbatasan RI (Papua Barat) dan Papua New Guinea (PNG) akan dimobilisasi untuk mengungsi ke PNG guna menarik perhatian dunia. Sehubungan dengan itu mereka menegaskan agar pemerintah Indonesia segera menarik mundur pasukannya dari wilayah perbatasan.

Pertemuan panitia persiapan kemerdekaan papua barat itu melanjutkan pertemuan lagi pada 18 November di lantai II PT. Multi Graha, Jln. Sam Ratulangi APO - Jayapura. Dalam pertemuan ini telah dibagi 2 (dua) kelompok, masing-masing Kelompok I dipimpin oleh sdr. Beny Wenda, bertugas merancang demonstrasi dan mogak massal dengan menutup semua aktifitas perkantoran yang ada di seluruh Papua, mulai 27 November. Untuk wilayah Jayapura tempat Demonstrasi yang mereka tetapkan sebagai berikut. Untuk warga yang berdomisili di Base G sampai dengan Entrop berkumpul di Jayapura, Penduduk yang berdomisili diwilayah Kotaraja,sampai Perumnas Waena berkumpul di kampus Uncen Abepura. Aksi demonstrasi ini dirancang dalam bentuk pengungsian sehingga diusul supaya warga membawa kompor dan bahan makanan. Ada kesan aksi ini "paksaan" karena mereka mengecem penduduk Papua dan pendatng yang tidak mengungsi. Sedangkan penduduk di wilayah perbatasan seperti, Skou, Arso Wemby, Waris akan diungsikan wilayah PNG.

Kelompok II dipimpin Philep Karma merancang teks Proklamasi Kemerdekaan Papua Barat yang sudah Final. Rencananya 1 Desember 2000 teks Proklamsi ini akan disodorkan kepada Theys Eluay dan Thom Benal (keduanya dari Presidium Dewan Papua ­ PDP) untuk membacakannya. Namun jika mereka menolak pada saat itulah Kelompok Garis Keras akan mengambil alih kepemimpinan perjuangan
Papua Barat.

Program lain lagi disebut program "jula beli", maksudnya apabila dalam kegiatan 1 Desember nanti, aparat keamanan menggunakan cara-cara kekerasan untuk membubarkan massa dan apabila ada korban yang jatuh terpaksa mereka juga siap melakukan pembalasan.

Sementara itu relawan ELS-HAM di perbatasan RI - PNG yang melakukan monitoring di wilayah itu melaporkan Jumaat (17/11) malam bahwa 4 batalyon aparat TNI sudah membuat "pagar betis" mulai dari pesisir pantai Skou Mabo terus sampai ke arah pedalaman Kecamatan Wemby, di Jayapura sejauh kurang lebih 50 Km. Pos-pos penjagaan Kopassus sebelumnya yang dijaga 5 personil, kini ditambah menjadi 1 kompi (30 personil) di setiap Pos penjagaan. Jumlah keseluruhan pos 21 buah, sehingga jika dikalikan: 30 personil x 21 pos = 630 personil (1 Batalyon ). Ini baru pos terbuka artinya bisa dapat dilihat
khalayak umum, tapi ada lagi namanya "pos tertutup" di mana aparat keamanan menyamar dan tinggal bersama penduduk sipil bersama para transmigran. Mereka (aparat keamanan) juga menyamar dan bekerja di perusahan-perusahaan kayu (logging) di wilayah perbatasan.

Relawan ELS-HAM itu juga melaporkan bahwa penduduk sipil transmigran di sekitar wilayah perbatasan sudah mempersenjatai diri atau dipersenjatai dengan senjata-senjata rakitan, senapan mesin otomatis dan Bom Granat. Kondisi ini mengisyaratkan tinggal tunggu waktu saja untuk pihak mana
memulai konflik, maka akan pecah dan merebak di seluruh Papua Barat. Rakyat kecil, baik Papua maupun pendatang akan menjadi korban percuma jika ikut terpancing masuk ke dalam keadaan ini. Semestinya DAMAI menjadi fondasi bagi semua pihak untuk "memerangi" situasi ini, tanpa harus dengan kekerasan..(@)