Thursday, April 25, 2002 12:57:57 AM
|
28-12-2001
17:45 WIB
Catatan HAM
Akhir Tahun 68H
Pembunuhan
Tokoh Masyarakat Papua dan Aceh
Tiga hari lagi
tahun 2001 akan berakhir. Banyak catatan kekerasan dan pelanggaran
Hak Asasi Manusia yang dialami bangsa Indonesia selama tahun 2001
ini. Catatan yang tentu saja akan sulit dilupakan oleh seluruh
rakyat, terlebih bagi mereka yang terlibat langsung dan menjadi
korban pelanggaran HAM tersebut.
Pelanggaran HAM
terbanyak mungkin terjadi di Aceh. Pergolakan yang terjadi di
wilayah itu sudah memakan cukup banyak korban warga sipil yang tidak
berdosa. Puncaknya ketika Rektor Universitas Syah Kuala, Dayan
Dawood ditembak mati oleh orang yang tidak dikenal dalam perjalanan
pulang kerumahnya, 6 September. Padahal belum genap sepekan
masyarakat Aceh dikagetkan dengan tewasnya anggota DPRD Zaini
Sulaiman. Lebih ironis lagi penembakan Dayan itu hanya dua hari
menjelang kunjungan Presiden Megawati Sukarnoputri ke tanah Serambi
Mekah itu.
Seperti biasanya
saling tuduh antara Jakarta dan GAM memenuhi halaman koran-koran
nasional. Menteri Koordinator Politik dan Keamanan Susilo Bambang
Yudhoyono, sehari kemudian mengeluarkan pernyataan bahwa penembakan
itu adalah bagian dari usaha GAM merusak upaya pemerintah
menciptakan perdamaian di Aceh
GAM pun tak kalah
gertak. Mereka berbalik menuduh aparat yang melakukan pembunuhan
itu. Namun semua kasus pembunuhan tokoh masyarakat Aceh hanya
berhenti pada perdebatan saling tuding ini. Tidak ada satupun
pembunuh yang berhasil diungkap oleh polisi.
Selain di barat di
ujung juga timur tepatnya di bumi Cendrawasih juga terjadi
pembunuhan atas diri Theys Hiyo Eluay. Tanggal 10 November Ketua
Presidium Dewan Papua itu diculik orang tak dikenal seusai
menghadiri upacara hari pahlawan di markas Kopassus. Keesokkan
harinya, jenasah Theys ditemukan di perbatasan RI dan Papua Nugini.
Kematian Theys
membuat sebagian rakyatnya marah, dan terjadi kerusuhan di beberapa
tempat di Papua.
Sejumlah kalangan
di Presidium Dewan Papua menduga tentara Indonesia berada dibalik
peristiwa ini. Karena tidak ada alasan yang cukup kuat bila rakyat
Papua dan pendatang ke Papua yang melakukannya. Dewan Presidium
Papua pun menjatuhkan ultimatum kepada pemerintah untuk segera
mengungkap kasus ini sebelum tanggal 10 Desember.
Dugaan pelaku
pembunuhan Theys dilakukan tentara semakin kuat ketika Komisi untuk
Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan Kontras pada tanggal 23
November mengumumkan adanya dokumen operasi tertutup di Papua.
Dokumen itu disinyalir sebagai upaya konspirasi pembunuhan tokoh
Papua merdeka itu.
Meningkatnya
intensitas pelanggaran HAM yang semakin tinggi dirasakan oleh Ifdal
Kasim dari Lembaga Studi Hukum dan Hak Asasi Manusia Elsham. Menurut
Ifdal pelanggaran HAM sekarang makin rumit jika dibandingkan saat
Orde Baru. Jika pada masa orba pelaku pelanggaran sudah jelas yaitu
militer, namun di masa sekarang aktor-aktor yang telibat bukan hanya
tentara tapi pihak-pihak yang berkepentingan di daerah Aceh dan
Papua. Selain itu adanya tuntutan kemerdekaan makin membuat tingakt
pelanggaran HAM semakin tinggi.
Pada tahun 2002
mendatang Ifdal tidak yakin pemerintah mampu menyelesaikan kasus
pelanggaran HAM ini. Kearena semangat politisi Indonesia semakin
rendah dalam menegakkan HAM. Para penguasa lebih mendahulukan
rekonsiliasi politik antar elit, sehingga melupakan suara para
korban pelanggaran HAM yang lebih sering disia-siakan.
Tim Liputan 68H
Jakarta
|