|
|
Rabu, 08 Mei 2002, 18:39 WIB
Yusril: RUU Penanggulangan Terorisme Hampir Final
Laporan : Angelina Maria Donna
Jakarta, KCM
Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia (Menkeh dan HAM) Yusril Ihza Mahendra mengatakan penyusunan Rancangan Undang Undang (RUU) Penanggulangan Terorisme sudah hampir final dan diharapkan pertengahan Juni sudah diajukan ke DPR.
Menurut Yusril, RUU ini terdiri dari sembilan bab dan 35 pasal. Saat ini akan dibuat penjelasan dari pasal-pasal tersebut. "Draft RUU juga dibahas dalam sidang kabinet tadi untuk mendapatkan saran dan kritik dari para menteri dan mereka menanggapi secara positif. Jadi kita tinggal menyempurnakan draft tersebut," ujarnya di Jakarta, Rabu (8/5).
Dalam waktu dekat setelah draft ini selesai akan dilakukan debat publik untuk mendapatkan saran dan kritik dari masyarakat. Diharapkan sebelum minggu pertama, bulan Juni, draft sudah selesai dan dilaporkan ke Presiden untuk kemudian diajukan ke DPR pertengahan Juni.
Yusril menjelaskan, dalam RUU juga akan dibentuk lembaga hearing atau semacam praperadilan. Artinya mereka yang diduga oleh aparat yang berwenang melakukan aksi terorisme akan diajukan terlebih dahulu dalam lembaga hearing ini sebagai pengadilan awal.
Dalam proses ini, hakim akan menentukan apakah cukup bukti untuk menganggap dugaan tersebut sebagai satu kasus untuk diteruskan ke pengadilan. "Jika tidak cukup bukti, maka tidak akan diteruskan ke pengadilan. Kita dalam hal ini mengadopsi sistem pengadilan Anglo-Saxon," ujarnya.
Ditegaskan Yusril, pemerintah dalam menyusun RUU ini tetap berdasarkan HAM, UUD 1945, konvensi internasional seperti hak-hak sipil dan politik dan konvensi PBB lainnya. "Dalam pasal-pasal nanti akan dijelaskan siapa-siapa saja yang menjadi subyek yang dapat dituntut, baik WNI maupun WNA dan bagaimana penanganan lintas negara, karena terorisme digolongkan transnational crimes. Jadi penanggulangannya harus bekerja sama dengan negara-negara lain. "Pemerintah tetap menjunjung tinggi HAM, jadi tidak mungkin RUU ini disusun pemerintah dengan maksud meniadakan ketentuan HAM. Sampai sekarang RUU ini jauh dari militeristik," tandasnya.
Mengenai definisi terorisme itu sendiri, Yusril mengemukakan, jika seseorang melakukan tindakan dengan mengancam dan menggunakan kekerasan yang menimbulkan rasa ketakutan yang meluas di masyarakat. Hal itu bisa dikategorikan sebagai tindak pidana terorisme, demikian juga jika yang melakukan adalah kooperasi, itu bisa juga menjadi subyek. Jika kooperasi ini terbukti terlibat, bisa dikenakan denda maksimal Rp 1 trilyun dan dapat dibubarkan.
Ditambahkan, penyusunan ini juga mengacu pada ketentuan yang ada dalam KUHAP dengan adanya pengkhususan-pengkhususan, misalnya masa penahanan yang lebih panjang dari yang ada di KUHAP, mengingat sulitnya penyelidikan mengenai kasus terorisme. (ima)
http://www.kompas.com/utama/news/0205/08/074014.htm
|