|
|
Rabu, 08/05/02 04:03 WIT
Markas Tribuana Diduga Jadi Alat Kejahatan Kemanusiaan
Jayapura, Berdasarkan pengakuan dari para saksi kasus pembunuhan Ketua Presidium Dewan Papua (PDP) Theys Hiyo Eluay disebutkan Markas Tribuana (Kopassus) di Hamadi dan satuan Kopassus dalam kompleks tersebut di bawah komando Dansatgas Tribuana diduga menjadi alat kejahatan kemanusiaan.
Demikian keterangan yang disampaikan dua mantan anggota Komisi Penyelidik Nasional (KPN) kasus Theys asal Papua Jhon Ibo dan Pdt Phil Erary, dalam rapat yang diikuti DPRD Papua, pejabat Pemerintah Daerah Provinsi Papua, PDP, tokoh adat, masyarakat, dan agama, di ruang rapat Panmus DPRD Provinsi Papua di Jayapura, kemarin.
Dikatakan, pembunuhan Theys bukan hanya dilakukan tiga perwira Kopassus sebagai tersangka utama, tetapi juga diduga melibatkan sejumlah bintara dan prajurit Kopassus lainnya.
Menurut Ibo dan Erari, sejumlah bintara dan prajurit Kopassus itu digerakkan ketiga perwira yang merupakan tersangka utama dalam kasus penculikan dan pembunuhan Theys. Para anggota Kopassus itu digerakkan mulai dari Markas Komando, Sky Land, dan sepanjang jalan menuju tempat kejadian perkara (TKP) di Koya Tengah.
Mereka (Kopassus) telah melakukan suatu perintah dari atasan 'dibayar' untuk mengeksekusi Theys. Oleh sebab itu, kata Ibo dan Erari, penyidik harus dapat mengungkapkan siapa otak intelektual dan motif dari pembunuhan tersebut.
Sedangkan sopir pribadi Theys, Aristoteles Masoka, yang hingga sekarang belum ditemukan, Ibo dan Erari mengatakan, nasibnya sama dengan Theys. "Seandainya Aristoteles tidak lolos dan kembali melapor diri dan meminta perlindungan ke Markas Tribuana, maka dia dipastikan dibunuh seperti Theys," ujar kedua anggota KPN itu.
Oleh sebab itu, Ibo dan Erari mengatakan, Komandan Satgas Tribuana harus ditanya ke mana Aristoteles digiring setelah melapor diri dan meminta perlindungan kepadanya.
Mengenai kesimpulan KPN belum ditemukan indikasi kuat pelanggaran HAM berat berdasarkan UU No 26 Tahun 2001 tentang Pengadilan HAM, menurut Erari, merupakan hasil kompromi setelah KPN daerah menyimpulkan penculikan dan pembunuhan atas Theys serta penghilangan atas Aristoteles Masoka (sopir Theys), merupakan suatu tindak kejahatan kemanusiaan. "KPN daerah menyatakan keberatan dalam rapat Pleno KPN 26 dan 27 April lalu, kalau KPN menyimpulkan belum ada indikasi kuat pelanggaran HAM dalam kasus Theys," tutur Erari.
Dia menegaskan, untuk mengusut tuntas kasus Theys perlu penyelidikan independen yang bersifat internasional, karena rakyat Papua sudah tidak percaya dengan KPN sebagai instrumen dalam upaya menemukan motif dan pelaku perencana pembunuhan Theys.
Erari mengatakan, penyidikan yang dilakukan Puspom TNI dalam kasus Theys segera ditinjau lagi. "Puspom sebagai instrumen militer akan berat dan sulit untuk bersikap independen dalam hal menyidik anggota militer yang diduga terlibat," katanya.
Sementara di Jakarta, mantan Ketua KPN Irjen (purn) Koesparmono Irsan, di kantor Komnas HAM, kemarin, mengatakan, sulit untuk mendapatkan bukti adanya pelanggaran HAM berat dalam kasus Theys.
"Sebab untuk menentukan kasus itu merupakan pelanggaran HAM berat atau bukan ada dua syarat yang harus muncul. Pertama, widespread (menyebar) dan sistematis," papar anggota Komnas HAM.
Dalam kasus Theys, unsur widespread tidak muncul, karena korban cuma satu dan aksi kekerasan itu tidak menyebar. Sedangkan, tambahnya, hilangnya Aristoteles merupakan suatu kasus yang berbeda dengan kasus Theys. Unsur kedua, yakni sistematis, kata Koesparmono, harus dilakukan berdasar adanya perintah. (MY/CR-7/Ant/P-3)
http://www25.brinkster.com/infopapua/info/papuanews.asp?id=214
|