Educating the World, for a Free & Independent Confederated Tribal-States of West Papua

 

Senin, Juni 10, 2002 02:28:07

Akan Dibabat Habis 

Jika benar pos- pos TNI diserang 



JAYAPURA-Adanya isu akan dilakukan penyerangan terhadap pos-pos TNI dan Polri di wilayah Papua ditanggapi dengan tegas pihak Kodam XVII/Trikora. Melalui Kapendam XVII/Trikora Mayor G. T. Situmorang ditegaskan, jika benar ada serangan dari pihak-pihak tertentu terhadap TNI, maka TNI tidak akan tinggal diam. 

''Kalau mereka berani menyerang, kami akan sambut dan akan kami timbulkan korban sebanyak-banyaknya di pihak mereka,"tegas Situmorang saat ditemui Cenderawasih Pos di ruang kerjanya, kemarin. 

Menurut Situmorang, dalam hal ini TNI akan bersikap tegas dan tidak akan kompromi jika pos-posnya diserang. Sebab menurutnya, sebagai alat pertahanan negara, TNI selalu siap sedia mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. ''Itu memang sudah tugas kita untuk mempertahankan negara. Jadi apapun yang mengganggu, akan kita libas habis," tandasnya. 

Seperti telah diberitakan, Kapolda mengungkapkan bahwa Intel Polda telah mencium rencana penyerangan tersebut dari rapat-rapat yang telah diselenggarakan oleh pihak penyerang di Tanah Hitam (Abepura). 

Menurut Kapendan, TNI sama sekali belum mengetahui rencana tersebut dan baru mengetahui dari pernyataan Kapolda di Cenderawasih Pos. ''Kami belum mengetahui rencana penyerangan tersebut," ungkapnya. 

Dengan adanya isu tersebut, pos-pos TNI yang sekarang berada di daerah-daerah pedalaman menurut Kapendam yang pernah bertugas di Timor-Timur tersebut, tidak ada persiapan khusus untuk menghadapi serangan mendadak seperti isu tersebut. 

''Mereka selalu siap kapan saja dan setiap anggota TNI telah memiliki kemampuan dan keahlian khusus untuk menghadapi situasi seperti itu sehingga TNI telah siap," ujarnya mantap. 

Kapendam menambahkan, hendaknya masyarakat tidak usah terlalu resah dengan adanya isu tersebut. Sebab isu tersebut bisa saja tidak akan terjadi dan dirinya yakin masyarakat bisa mengandalkan TNI untuk menjaga pertahanan negara. ''Masyarakat hendaknya tidak usah terlalu khawatir. Sebab, TNI masih bisa diandalkan,"tambahnya. 

Selain itu, Kapendam juga mengungkapkan bahwa sebenarnya yang bertanggung jawab terhadap keutuhan negara bukan hanya TNI, tapi seluruh warga negara Indonesia. ''Jika perlu masyarakat juga bisa membantu TNI untuk mempertahankan negara. Sebab yang merupakan pertahanan semesta adalah rakyat juga bertanggung jawab untuk menjaga keutuhan negara, sehingga rakyat dan TNI bisa saling membantu sesuai kapasitasnya masing-masing," tandasnya. 

Saat ditanyakan apakah akan ada pendekatan khusus kepada pihak-pihak tertentu yang akan mengadakan penyerangan tersebut, Kapendam belum bisa memastikan hal tersebut. ''Kalau itu, nanti menunggu perkembangan lebih lanjut. Tapi yang jelas jika diserang akan kita balas. Tapi jika tidak, kita juga akan bersikap damai," tegasnya lagi.(ea)
KMPJ Membantah 
Tidak benar bahwa ada 37 mahasiswa Jayawijaya yang ikut dalam pertemuan yang diisukan hendak menyerang pos-pos TNI/Polri 

JAYAPURA-Pernyataan Kapolda tentang adanya 37 mahasiswa Jayawijaya yang diduga terlibat dalam pertemuan-pertemuan yang digelar bersama Dani Kogoya yang notabene orang Jayawijaya dan mantan pengurus KMPJ, mendapat tanggapan keras dari Komunitas Mahasiswa dan Pelajar Jayawijaya (KMPJ) di Jayapura. 

Ketua Umum KMPJ, Manuel Mulait, didampingi Ketua I, Welius Kogoya, serta tiga anggota KMPJ yakni Yanes Alitnoe, Nathan Pahabol dan Aser Tasunil saat bertandang ke redaksi Cenderawasih Pos, menegaskan bahwa tidak ada mahasiswa KMPJ yang ikut terlibat pertemuan-pertemuan yang diisukan tersebut. 

"Saya tegaskan bahwa pernyataan Kapolda tersebut tidaklah benar bahwa ada 37 mahasiswa Jayawijaya yang ikut dalam pertemuan-pertemuan yang diisukan hendak menyerang pos-pos polisi dan TNI tersebut. Dan saya sebagai Ketua Umum KMPJ yang merupakan wadah organisasi non kampus mahasiswa-mahasiswa yang berasal dari Jayawijaya yang ada di kota Jayapura ini merasa dilecehkan dengan pernyataan Kapolda yang belum dibuktikan kebenarannya tersebut,"tegas Manuel Mulait. 

Mahasiswa Jayawijaya, lanjutnya, yang tergabung dalam organisasi tersebut tidak pernah mengadakan pertemuan-pertemuan yang sifatnya politik. Apalagi disertai dengan sentimen-sentimen negatif terhadap aparat pemerintah. 

"Kalaupun ada pertemuan-pertemuan antara sesama mahasiswa Jayawijaya, itu sifatnya hanya membahas program-program kerja dalam pembinaan-pembinaan mahasiswa baru maupun dialog-dialog mahasiswa-mahasiswa lama dalam rangka diskusi pendidikan dan yang sifatnya positif," ujarnya, mantap. 

Ditambahkannya, mahasiswa yang berasal dari Jayawijaya yang datang ke Jayapura adalah dalam rangka menimba ilmu untuk mencerdaskan kehidupan masyarakat Jayawijaya guna memperbaiki taraf hidup, bukan dalam rangka untuk mengikuti pertemuan-pertemuan yang tujuannya tidak jelas. Apalagi pertemuan-pertemuan politik. 

"Selama ini kalau ada anggota KMPJ ingin mengadakan pertemuan harus ada rekomendasi dari pimpinan, apa tujuan pertemuan tersebut dan membahas apa kami sebelumnya mengetahui hal tersebut. Dan selama ini tidak ada pertemuan-pertemuan yang membahas tentang penyerangan tersebut,"tandasnya lagi. 

Sementara itu Ketua I KMPJ Welius Kogoya menambahkan bahwa dengan adanya pernyatan Kapolda tentang 37 mahasiswa Jayawijaya yang diisukan ikut dalam pertemuan-pertemuan tersebut yang belum tentu kebenarannya kalau 37 mahasiswa tersebut berasal dari Jayawijaya, membuat persepsi publik ke mahasiswa Jayawijaya yang ada di Jayapura menjadi negatif. 

"Padahal belum tentu ke 37 mahasiswa tersebut berasal dari Jayawijaya. Untuk itu kami akan mengadakan dengar pendapat dengan Kapolda besok (hari ini) atau lusa (besok). Dan kami akan meminta Kapolda untuk membeberkan nama-nama tersebut ke media massa dan membuktikan bahwa ke 37 mahasiswa yang disebutkan namanya satu per satu tersebut berasal dari Jayawijaya," tegasnya. 

Dirinya tidak ingin seperti kasus 6 Desember yang hanya mengadu domba mahasiswa dengan masyarakat Papua, terulang lagi. "Ini masalah yang sensitif. Jadi kalau Kapolda membuat pernyataan yang sifatnya sepihak kepada mahasiswa Jayawijaya yang jumlahnya 37 tersebut yang dituduh terlibat dalam pertemuan untuk membahas penyerangan pos-pos pilisi dan TNI yang belum dibuktikan kebenarannya, kami khawatir mahasiswa Jayawijaya akan melakukan hal-hal yang tidak diinginkan oleh kita semua,"ujarnya. 

Disinggung tentang Dani Kogoya, Wilius Kogoya menegaskan bahwa yang bersangkutan bukan lagi merupakan mahasiswa. ''Dani Kogoya sekarang statusnya bukan mahasiswa lagi, melainkan pegawai negeri disalah satu instansi pemerintah,''ujarnya yakin. 

Dalam kesempatan yang berbeda, salah seorang tokoh intelektual Jayawijaya, Sofyan Yoman mengatakan, bahwa masyarakat Jayawijaya bukanlah masyarakat yang brutal, tetapi mereka adalah masyarakat yang tahu adat dan tahu aturan, sehingga mereka tidak mungkin akan melakukan penyerangan-penyerangan seperti yang dituduhkan tersebut. 

Masih menurut Yoman bahwa seharusnya Kapolda sebagai aparat penegak hukum harus mengambil sikap untuk isu-isu semacam ini dan jangan cepat menyudutkan suatu golongan karena hal ini dapat menimbulkan konflik di dalam masyarakat. 

''Kalau memang ada dan orangnya jelas, maka seharusnya Kapolda memanggil orang yang dimaksud untuk dimintai keterangan siapa yang ada di balik semua rencana tersebut, dan jangan mencari kambing hitam,''tuturnya. 

Ditambahkan, TNI dan Polri seharusnya instropeksi diri dengan hal-hal seperti ini dan jangan cepat mengkambinghitamkan orang lain atau kelompok lain, karena jangan sampai kasus di Abe (6 Desember) terulang kembali. 

''Sebab kalau memang ada seperti yang dinyatakan oleh Kapolda, maka itu harus dibuktikan siapa, kapan dan dimana diadakan pertemuan. Lalu panggil orang-orang yang melakukan pertemuan tersebut untuk diajak duduk bersama membicarakan persoalan yang ada dan jangan cuma saling mencurigai,''paparnya. (cr-117/cr-121) 

Important News

Indonesia: Disintegration of the Last Great Colonial Power?, By Kerry B. Collison

ARMED CONFLICTS REPORT 2001: Indonesia - Irian Jaya (West Papua) (1969 - first combat deaths)
Update: January 2002

The Amungme, Kamoro & Freeport : How Indigenous Papuans Have Resisted the World's Largest Gold and Copper Mine, by Abigail Abrash

West Papua campaign launched at UN

International law and w. papua's right to independence By pwagner@wnec.edu

HRW World Report- Indonesia

Views and Positions of the Government of Indonesia Regarding Human Rights

Amnesty International Annual Report 2002
released May 28, 2002,
Covering events from January - December 2001, INDONESIA

Indonesia- Ending Repression in Irian Jaya

Why I Wrote the book on Theys Eluay's assassination? by Sem Karoba

Amnesty International Annual Report 2002
released May 28, 2002,
Covering events from January - December 2001, INDONESIA

Papuan leaders want troops withdrawn

WASIOR BRACES FOR AN IMMINENT MILITARY OPERATION

Timor Lorosa'e President's Opinion on the Contrary to Jose Ramos-Horta's opinion on Supporting Independence Movement in Aceh and West Papua

Papuan Representatives Heading to Jakarta to Meet Mega-Hamzah Government

Fighting talk as independence movement gambles on action

Foreign Affairs, Defense and Trade Reference Committee on  Australia’s Relationship with PNG and the island states of Oceania

The right of peoples to self-determination in the prevention of conflicts 

Pemberlakuan Otsus Harus Memberdayakan Putra Papua

issue 344 - April 2002, New Internationalist Magazine's Speial Edition on West Papua, by Chris Richards and Paul Kingsnorth

 
   
© Copyright 1999-2001. All rights reserved. Contact: Tribesman-WEBMASTER   Presented by The Diary of OPM