Monday, 17/06/02 09:05 WIT
Belajar dari Kasus Freeport, Perlu Amendemen UU Pengelolaan LH
Jakarta, Belajar dari kasus PT Freeport, Menteri Negara Lingkungan Hidup (LH) meminta amendemen Pasal 14 UU No 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Karena, pasal ini menyebabkan setiap Menteri LH ragu-ragu dalam mengusulkan penanganan limbah perusahaan pertambangan.
Menteri LH Nabiel Makarim mengungkapkan hal tersebut menjawab pertanyaan anggota Komisi VIII DPR saat rapat kerja (raker) di Jakarta kemarin, mengenai penanganan limbah tailing PT Freeport di Papua.
Persoalan tentang Freeport memang mendapat perhatian luas dari anggota Komisi VIII DPR saat raker kemarin. Priyo Budi Santoso dari Fraksi Partai Golkar misalnya, mengaku sangat gemas dengan persoalan pencemaran PT Freeport yang tidak kunjung selesai meski kabinet dan menteri silih berganti menanganinya.
Menurut Nabiel, dalam pasal 14 UU ini disebutkan perusahaan pertambangan tidak boleh mencemari lingkungan. ''Padahal, pencemaran pasti terjadi dan kita hanya bisa meminimalisasi saja,'' kata dia.
Ketentuan seperti itu, tuding Nabiel, menyebabkan persoalan limbah tailing Freeport tidak kunjung selesai. Setiap Menteri Lingkungan akan selalu ragu-ragu mengeluarkan keputusan karena setiap solusi yang ditawarkan pasti mempunyai risiko pencemaran, sehingga akan bertentangan dengan UU.
Nabiel mencontohkan penggunaan pipa untuk menyalurkan limbah tailing ke salah satu lembah seperti yang diusulkan banyak pihak, juga mempunyai risiko. Salah satu risikonya adalah kemungkinan anggota separatis meledakkan pipa ini, sehingga limbah pun akan menyebar ke mana-mana.
''Dengan satu bom kecil saja, menjadikan limbah menyebar ke setiap lembah. Ini sangat mungkin dilakukan anggota separatis untuk menunjukkan keberadaannya. Sama halnya dulu yang dilakukan Indonesia ketika melakukan serangan enam jam kepada Belanda,'' tutur Nabiel.
Menanggapi usulan amendemen pasal 14 UU ini, salah seorang anggota Komisi VIII Simon Patrice Morin menyatakan, perlunya melihat pasal tersebut lebih jauh. ''Tidak gampang mengamendemen UU, saya kira Menteri LH harus berani mengambil keputusan untuk mencegah rusaknya lingkungan lebih jauh dengan cara meminimalkan pencemaran,'' ujarnya.
Meski kesulitan dalam menangani pencemaran Freeport, Nabiel mengaku tetap akan melakukan langkah penanganan. Namun, langkah penanganan ini masih menunggu hasil studi penilaian risiko ekologi (ecological risk assessment) Freeport yang akan selesai Oktober 2002.
Sementara menunggu penilaian tersebut, KLH juga meminta Freeport untuk mengkaji pilihan pengelolaan tailing dengan analisis untung rugi yang memperhitungkan pemanfaatan sungai sebagai tempat pembuangan.
Nabiel sendiri secara umum mengakui kesulitan untuk menangani kecenderungan makin rusaknya lingkungan. Penyebabnya, masih belum efektifnya pemerintahan semasa reformasi, yang terlihat dari kurangnya penegakan hukum. Selain itu hanya sedikit masyarakat yang benar-benar memperjuangkan terhindarnya lingkungan dari kerusakan.
''Selama ini yang mendukung kelestarian lingkungan cuma sedikit, dari golongan menengah ke atas termasuk LSM. Padahal, untuk menjadi gerakan yang mempunyai kekuatan secara politis, harus berasal dari rakyat bawah,'' tutur Nabiel. (CR-14/V-2-media)
http://www25.brinkster.com/infopapua/info/papuanews.asp?id=288
|
|