Jumat, 21/06/02 09:19 WIT
Otonomi Daerah Masih Jalan di Tempat
Surabaya, Pelaksanaan otonomi daerah mulai Januari 2001 ternyata masih jalan di tempat, dan tidak sesuai dengan rencana besar yang sebetulnya sangat berpeluang untuk mengembangkan daerah. Sejak ditetapkan berlaku hingga sekarang, setiap daerah selalu meributkan pembagian wewenang dan sumber pendapatan-baik dengan pemerintah pusat maupun daerah tetangga-tanpa pernah memikirkan pembangunan yang sebenarnya merupakan esensi dari otonomi daerah.
Dalam dialog "Lingkungan Bisnis dalam Rangka Pendayagunaan Potensi Daerah Kabupaten/Kota untuk Pembangunan Ekonomi", Kamis (20/6), di Surabaya, staf pengajar Fakultas Ekonomi (FE) Universitas Indonesia (UI) Dr Akhmad Syakhrosa mengatakan, bahwa pelaksanaan otonomi daerah selama ini tidak menunjukkan hasil kerja yang optimal.
Menurut Syakhrosa, akibat perdebatan seputar pendelegasian wewenang kepada pemerintah daerah yang terus berlarut-larut itu, pengembangan perekonomian daerah justru menjadi terbengkalai.
Hadir dalam dialog tersebut Deputi Macro Economic Growth Bappenas Dr Soekarno Wirokarno, Direktur Pembiayaan dan Pinjaman Daerah Direktorat Jenderal (Ditjen) Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah Arlen T Pakpahan, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jatim Fachrul Abdul Rachman, dan sejumlah anggota legislatif se-Jatim.
"Sebagai ideologi, otonomi daerah tidak jalan, yang jalan justru perdebatan tentang konsepnya. Fokus tentang bagaimana membangun daerah setelah pelaksanaan otonomi justru kabur. Energi bangsa ini habis untuk memperdebatkan sesuatu yang tidak perlu," katanya.
Padahal, seharusnya pemerintah kabupaten atau kota dapat segera menyusun langkah strategis untuk membangun sinergi guna membangun daerahnya dengan segala potensi besar yang ada. Sinergi yang mutlak diperlukan adalah kerja sama intensif yang jelas dan terarah antara pemerintah, DPRD, dan pengusaha besar dan kecil di daerah tersebut.
Sama dengan kondisi perekonomian nasional yang banyak bergantung pada sektor usaha kecil dan menengah (UKM), perekonomian daerah pun banyak didorong oleh pengusaha tahan banting ini. Oleh sebab itu, seharusnya pemerintah dapat memberikan bantuan maksimal pada UKM, dengan pembagian tugas yang jelas agar setelah pelaksanaan otonomi, perekonomian daerahnya tidak guncang.
Menanggapi hal itu, Fachrul Abdul Rachman mengakui bahwa hingga saat ini belum ada pembagian tugas yang jelas seperti yang disarankan Syakhrosa. Namun, pihaknya telah mengupayakan pencarian pasar bagi produk-produk UKM dengan mengajak mereka berpameran, memberikan pelatihan ekspor-impor, dan berbagai upaya lain yang bertujuan mengembangkan usaha UKM. "Tapi, UKM tidak bisa 100 persen bergantung pada pemerintah dan perbankan, dong. Mereka juga harus mulai belajar sejak sekarang," katanya. (rma-kcm)
|
|