Educating the World, for a Free & Independent Confederated Tribal-States of West Papua

 

Senin, Juni 24, 2002 05:45:06

Hanya Satu dari 67 LSM Asing di Poso yang Melapor 



PALU -- Ternyata hanya ada satu dari 67 LSM asing di Poso yang melaporkan diri ke kantor imigrasi di Palu. Pjs Kepala 
Imigrasi Palu Drs Bambang Satrio, Ahad (23/6), mengemukakan bahwa dari 67 LSM asing hanya satu di antaranya yang melaporkan. LSM yang melaporkan keberadaannya itu adalah International Medical Corps. Menurut Bambang, LSM itu masuk menggunakan paspor 
biasa dan visa dinas. 

Visa dinas yang dimiliki LSM asing itu dikeluarkan langsung oleh Departemen Luar Negeri (Deplu), bukan Departemen 
Kehakiman/HAM.

Menurut Satrio, kemungkinan ada benarnya sinyalemen Pokja Damai Malino ada 67 LSM asing masuk wilayah Poso, daerah yang dilanda konflik bernuansa SARA selama tiga tahun itu, namun hingga medio Juni 2002 baru satu yang melapor di Imigrasi Palu.

"Boleh jadi LSM asing itu masuk ke wilayah Sulteng melalui Makassar (Sulsel) dan Manado (Sulut) lewat jalur darat Trans Sulawesi," katanya. Karenanya, Bambang berjanji akan melakukan penyelidikan terhadap LSM asig yang masuk secara ilegal 
tersebut. 

Namun, mengakui pihaknya kesulitan mendeteksi masuk-keluarnya orang asing di Sulteng karena selain wilayah kerja Kantor Imigrasi Palu relatif cukup luas, juga daerah ini belum memiliki bandara/pelabuhan internasional. Sekalipun kondisinya semacam itu, Kantor Imigrasi Palu akan berupaya meningkatkan pengawasan kepada warga asing yang masuk ke wilayah Sulteng, bekerja sama dengan instansi terkait dan masyarakat.

Adanya 67 LSM asing di Poso diungkapkan Sekretaris Pokja Malino Poso Tingkat Provinsi Sulteng, Sofyan Farid Lembah. Menurut Sofyan, disinyalir sekitar 43 dari 67 relawan LSM asing belum diketahui identitas dan tujuan mereka masuk ke wilayah Poso.

Jumlah relawan asing yang berhasil dipantau tim Pokja Malino, katanya, hanya 24 orang dari berbagai negara; Amerika, Australia, Kanada, Mesir, Selandia Baru, dan berbagai negara di Eropa. Itu sesuai dengan data di Polda Sulteng bahwa pada periode November 2001 hingga Maret 2002 sebanyak 22 orang berasal dari Belgia, Italia, Belanda, Inggris, Amerika, Australia, Selandia Baru, Kanada, dan Mesir. Mereka berasal dari 12 LSM internasional antara lain Mercy Corps, CARE, Jubilele Campaign, dan Alaska Medical Mission.

Jaminan Kristen
Sementara itu, seorang tokoh Kristen Poso menyatakan wilayah Tentena, kota kecil di tepian Danau Poso, bukan merupakan tempat yang menakutkan bagi umat Islam yang ingin menetap kembali di daerah itu. "Justru sebaliknya, wilayah Tentena terbuka bagi umat Islam," kata Kristian Bontinge di Palu, Sabtu (22/6).

Bontinge juga menolak anggapan bahwa Tentena adalah 'zona kematian' bagi umat Islam. Menurutnya, hal itu hanyalah pekerjaan kelompok tertentu yang ingin mempertentangkan umat Islam dan Kristen. "Hembusan isu-isu menyesatkan itu hingga kini terus berlagsung dan silih berganti, sehingga Poso tak pernah aman karena kedua kelompok saling mencurigai," katanya di sela-sela 
'Musyawarah Antar-Umat Beragama Sulawesi Tengah' yang berlangsung tiga hari hingga 23 Juni 2002 di Wisma Haji Palu. 

Karenanya, Bontinge mengimbau umat Islam yang memiliki rumah serta harta benda di Tentena dan sekitarnya tidak perlu takut apalagi khawatir kembali ke kampung halamannya sendiri. "Kami masyarakat Tentena (umat Kristen) dengan tangan terbuka mengajak saudara saya dari muslim untuk kembali tinggal bersama di Tentena," katanya.

Yahya Mangun, tokoh Muslim Poso pada pertemuan tersebut, tentu saja menyambut baik niat pemuka Kristen itu sekaligus mengajak pulang semua warga Muslim Tentena di pengungsian untuk membangun kembali desanya. Sambutan senada juga dilontarkan Kakanwil Depag Sulteng Prof Dr HM Noor Sulaiman PL. Dia membenarkan pernyataan Bontinge 
bahwa wilayah Tentena tidak tertutup bagi umat Islam. "Sinyalemen itu tidak benar, terbukti sekitar 50 jiwa umat Muslim kini hidup rukun dengan umat Kristiani di Tentena," katanya. ant/ban 
http://www.republika.co.id/cetak_detail.asp?id=80066&kat_id=6 

Important News

When Indonesia's unity is no longer voluntary

Editorial Empowering the regions

Indonesia: Disintegration of the Last Great Colonial Power?, By Kerry B. Collison

ARMED CONFLICTS REPORT 2001: Indonesia - Irian Jaya (West Papua) (1969 - first combat deaths)
Update: January 2002

The Amungme, Kamoro & Freeport : How Indigenous Papuans Have Resisted the World's Largest Gold and Copper Mine, by Abigail Abrash

West Papua campaign launched at UN

International law and w. papua's right to independence By pwagner@wnec.edu

HRW World Report- Indonesia

Views and Positions of the Government of Indonesia Regarding Human Rights

Indonesia- Ending Repression in Irian Jaya

Why I Wrote the book on Theys Eluay's assassination? by Sem Karoba

Amnesty International Annual Report 2002
released May 28, 2002,
Covering events from January - December 2001, INDONESIA

WASIOR BRACES FOR AN IMMINENT MILITARY OPERATION

   
© Copyright 1999-2001. All rights reserved. Contact: Tribesman-WEBMASTER   Presented by The Diary of OPM