Friday, June 28, 2002 07:41:32 PM
PT ExxonMobil Indonesia Pasok16 Jip Antipeluru ke Aceh
Lhok Seumawe, Kompas - Kepolisian Daerah (Polda) Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) tengah meneliti masuknya 16 jip antipeluru yang diimpor PT ExxonMobil Indonesia melalui Pelabuhan Lhok Seumawe, Mei 2002. Mobil jip mewah yang akan digunakan sebagai kendaraan operasional tersebut diduga masuk ke Indonesia tidak melalui prosedur yang benar.
Kepala Polda NAD Irjen Yusuf Manggabarani yang dikonfirmasi soal jip antipeluru ini, Rabu (26/6), di Banda Aceh, membenarkan pihaknya tengah meneliti prosedur impor yang dilakukan perusahaan migas tersebut. Mobil itu didatangkan sehubungan dengan temuan sejumlah sumur gas baru di kawasan Seurakai, Kabupaten Aceh Utara.
Menurut Kepala Polda, PT ExxonMobil telah mengurus Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) untuk kendaraan jip tersebut, namun ternyata surat izin impornya tidak lengkap sesuai dengan surat keputusan bersama (SKB) tiga menteri. "Karena itu, Polda NAD belum memberikan STNK-nya, sebelum penelitian tentang prosedur masuknya ke Indonesia selesai," ujarnya.
Keterangan yang diperoleh dari Lhok Seumawe dan Banda Aceh, 16 unit mobil jip anti- peluru itu adalah mobil mewah merek Chevrolet Suburban, Toyota Land Cruiser, Land Rover Defender Gearbox, dan Mercedes Benz yang harganya antara Rp 1 milyar hingga Rp 3 milyar per unit.
Tak berizin
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan NAD Arsyiah, yang dikonfirmasi wartawan kemarin menyangkut perizinan impornya, menjelaskan, ExxonMobil pernah mengajukan permohonan untuk pembuatan tanda penetapan tipe (TPT). Tapi, permohonan itu tidak diberikan karena mobil antipeluru yang dipasok itu belum ada izin impornya dari Menteri Perindustrian dan Perdagangan (Menperindag).
Namun, perusahaan itu tetap memasok 16 mobil jip antipeluru dengan berpegang pada ketentuan SKB tiga menteri, yakni Menperindag, Menteri Keuangan dan Menteri Pertambangan dan Energi tahun 1997. Dalam SKB tersebut disebutkan, perusahaan pertambangan seperti PT ExxonMobil Indonesia diberikan fasilitas untuk mengimpor barang-barang keperluan untuk operasi pertambangan seperti truk, alat berat, mesin-mesin, dan mobil tanki, tanpa dikenakan bea masuk.
Menurut Arsyiah, perusahaan ini salah mengartikan isi dari SKB tiga Menteri tersebut. Sebab, mobil antipeluru yang dipasok itu bukan merupakan barang yang berhubungan langsung dengan operasi pertambangan. Karena itu, untuk memasoknya harus mendapatkan izin lain dari Menperindag.
Dalam kaitan ini, kata Arsyiah, Dinas Perindustrian dan Perdagangan NAD sudah menyurati Menperindag di Jakarta untuk menanyakan masalah ini, tapi belum ada jawabannya. Bila Menperindag memberikan kemudahan dengan berpedoman pada SKB tiga menteri, maka ke-16 unit mobil antipeluru itu bisa dipasok tanpa dikenakan bea masuk.
"Tapi, kalau menteri hanya memberikan izin impor seperti lazimnya, maka ExxonMobil tetap harus membayar bea masuknya antara 150 sampai 250 persen dari harga jualnya," tegas Arsyiah.
Sumber Kompas di Lhok Seumawe mengatakan, PT ExxonMobil Indonesia membutuhkan sebanyak 20 unit mobil antipeluru untuk keperluan operasional karena ditemukannya sumur-sumur gas baru yang sekarang sedang ditangani pengeborannya.
Kandungan gas di sumur-sumur baru itu lebih besar dari temuan pertama di Sereukai tahun 1996. Saat ini, puluhan teknisi asing ExxonMobil sedang melakukan persiapan untuk eksploitasinya.
Kawasan ladang gas Arun Field yang meliputi wilayah cukup luas dengan radius lebih 200 kilometer, mulai dari Kecamatan Tanah Luas sampai ke perbatasan Aceh Utara- Aceh Timur masih agak kurang aman. Selama ini, teknisi Mobil Oil yang perlu ke lokasi sumur gas baru harus menggunakan helikopter dan pengawalan aparat keamanan. (Y)
http://www.kompas.com/kompas-cetak/0206/28/daerah/ptex19.htm
|
|