Senin, 01/07/02 13:30 WIT
Hukum Adat Efektif Melestarikan Ekosistem Laut
Jakarta, Penegakan hukum yang masih lemah menyebabkan laju kerusakan ekosistem laut semakin meningkat. Menurut Direktur Coral Reef Rehabilitation and Management Program (Coremap), Dr Anugerah Nontji, untuk menyelamatkan ekosistem ini, upaya yang cukup sederhana adalah dengan menerapkan hukum adat secara sinergis dengan hukum nasional.
Selama ini, katanya kepada Republika usai temu wartawan di Jakarta, Jumat (27/6), masalah penegakan hukum untuk menyelamatkan kelestarian laut masih sangat kurang. ''Bahkan, tidak sedikit dari para penegak hukum yang ada di lapangan itu ternyata ikut 'bermain','' tuturnya lagi.
Saat sekarang, beberapa daerah masih memiliki hukum adat untuk melindungi kelestarian ekosistem laut. Tiga daerah yang diketahui adalah Mataram, Papua, dan Riau. Beberapa daerah lain, kata Anugrah lagi, tidak tertutup kemungkinan juga memiliki hukum adat yang tegas dan sanksi bagi para pelanggarnya.
Di Taman Laut Takabonerate, Sulawesi Selatan, misalnya, masyarakat setempat tak segan-segan menindak para pelanggar dengan sanksi sosial berupa pengucilan dari komunitas adat setempat. Sehingga, bagi masyarakat yang akan melanggar, akan berpikir beberapa kali sebelum bertindak.
''Ini bukti kalau hukum adat cukup efektif juga untuk melakukan upaya konservasi. Setidaknya bagi masyarakat setempat yang ingin melakukan pengrusakan,'' ujarnya.
Namun, Anugerah mengakui, hukum adat masih memiliki kekurangan. Hukum adat biasanya lebih dapat diterapkan jika masyarakatnya bersifat homogen. Sementara, bagi masyarakat heterogen, penerapannya mengalami kendala. ''Nah, untuk itulah hukum adat yang masih ada seperti sekarang ini, harus segera kita daftarkan secara menyeluruh. Sehingga, jika nanti ada intruder, kita bisa memberikan sanksi yang tegas bagi mereka. Sama seperti sanksi yang diberikan kepada masyarakat setempat.''
Mengenai kondisi terumbu karang di Indonesia selama sepuluh tahun terakhir ini, Anugerah mengatakan sudah pada tahap rusak parah. Jumlahnya malah mencapai 70 persen. Sementara yang masih berstatus baik hanya enam sampai tujuh persen saja.
Padahal, keanekaragaman hayati terumbu karang Indonesia adalah yang tertinggi di dunia. Penyebab kerusakan umumnya karena penggunaan bom dan racun sianida. ''Seharusnya kita prihatin dengan kondisi seperti ini,'' ucapnya dengan nada miris.
Sementara itu, Asisten Direktur Public Awarness Coremap, Deny Hidayati, mengungkapkan bahwa pihaknya akan terus melakukan sosialisasi dan fasilitasi berbagai bentuk kegiatan yang berkaitan dengan pelestarian ekosistem laut. Salah satunya adalah dengan menunjuk duta karang di 12 propinsi. Duta karang ini teridir dari anak-anak sekolah yang berusia 11 sampai 14 tahun.
''Dengan bantuan fasilitasi dari Coremap yang ada di daerah dan guru, nantinya para duta karang itu akan mengkampanyekan mengenai pelestarian ekosistem laut,'' paparnya. (rep)
http://www25.brinkster.com/infopapua/info/papuanews.asp?id=332
|
|