Ondofolo Dortheys Hiyo Eluay: SELAMAT DATANG SANG PEMBUNUH! Kabar Apa Lagi yang Kau Bawa? Kabar Baik atau Bakar
Buruk?
(THAILAND-WPNews 23 December 2002) Demikian kata Ondofolo Dortheys Hiyo Eluay menanggapi rencana kedatangan orang nomor satu Indonesia itu. Sebagai orang nomor satu di Papua Barat, sang Ondofolo merasa heran dan kaget.
Beliau heran karena rupanya beliau juga takut mati? Mengapa orang yang tidak takut mematikan orang lain itu justeru takut mati? Orang yang berani bunuh seharusnya juga berani mati, bukan begitu kah?
Beliau heran karena sampai-sampai para penembak jitu NKRI diterjunkan, lengkap dengan mobil anti peluru dan helikopter,seolah-olah anak sulung Sukarno yang merupakan pujaan saya itu sedang datang ke luar negeri saja, jelas-jelas beliau tahu sedang merenacakan datang ke kandang musuh, melewati kuburan dan tulang-belulang yang beliau telah habiskan itu.
Beliau heran karena biaya banyak yang dikeluarkan hanya untuk menyambut sang pembunuh bangsa Papua itu, dari keluarga yang dulu terbiasa membunuh, dan terus membunuh. Mengapa biaya itu tidak diberikan saja kepada ELSHAM dan AMP untuk teruskan penyelidikan atas pelanggaran HAM di Papua Barat?
Beliau heran bersama Pdt. Herman Saud, Ketua GKI Papua karena pada hari Kelahiran Raja Damai dan Penyelamat Umat Manusia (orang Indonesia dan orang Papua) itu justru terjadi persiapan-persiapan menyambut seorang Pembunuh dan Pengacau kehidupan manusia dan kebebasan berekspresi serta kebebasan
berkumpul.
Beliau heran karena mereka menyangka bahwa TPN/OPM akan bertindak tidak Kristiani, yaitu dengan mengacaukan Hari Besar umat manusia itu dengan pertumpahan darah.
Mungkinkah Gen. TPN PB Mathias Wenda yang nyata-nyata lebih taat kepada Tuhan dan yang lebih banyak berdoa kepada Tuhannya daripada elit politik Papua agen NKRI? Ataukah memang NKRI yang tidak mengakui Kristus Yesus itu sengaja saja mau mengacaukan Hari Kelahiran Juruselamat itu menjadi Hari Kekacauan di Papua Barat?
Beliau heran karena Jaap Salossa dan Kostant Karma tidak punya naluri kemanusiaan. Karena mereka mau memanfaatkan Natal ini dengan PENGESAHAN OTSUS, yang sudah terlambat setahun itu.
Beliau heran karena para palacur politik asal Papua Barat justeru lebih sibuk mempersiapkan pembunuh mereka daripada mensyukuri Kelahiran Penyelamat mereka Yesus
Kristus, Penebus dosa-dosa manusia. Apakah mereka mau menghapus dosa-dosa mereka dengan memanfaatkan Hari Kelahiran Penebus Dosa
itu?; dengan harapan agar moga-moga Tuhan mengampuni dosa-dosa
mereka?; termasuk darahku yang ada di tangan mereka?
Beliau lebih heran lagi karena orang Papua dibutakan dengan Natal, sehingga lupa bahwa Mega sebenarnya datang untuk bilang kepada dunia bahwa Orang Papua Sudah Terima Otsus, yang saya tolah mentah-mentah itu. Terkutuklah mereka yang menerima Otsus itu, karena saya mati karena menolaknya, maka tindakan mereka tidak dapat dimaafkan di dalam mata hati orang Papua.
Beliau lebih heran lagi karena ada Paduan Suara juga yang dinyanyikan orang Kristen Papua, seolah-olah mereka mau memuji Tuhan, padahal mereka lupa bahwa lagu-lagu itu merupakan lagu-lagu laknat dan kutuk atas diri mereka sendiri. Beliau heran bahwa ada orang Papua juga yang mau memuji Tuhan di hadapan sang pembunuh mereka sendiri.
Beliau lebih heran lagi karena orang Papua tidak minta Megawati untuk membawa RENCANA KOMPREHENSIF PERDAMAIAN DI TANAH PAPUA. Itu yang harus terjadi, bukan penyerahan paket Otsus. Salah kah? Atau Benarkah? Itu yang harus terjadi dalam rangka memperingati hari kelahiran Raja Damai itu. Bukan menumpukkan masalah baru di atas masalah-masalah yang sudah ada.
Maaf, tapi jangan dengar suara orang mati, yang sudah dimakan cacing. Kalian yang hidup lebih bisa berpikir sehat daripada mayat-mayat yang bergelantugan dan tulang-tulang yang bertaburan di tanah Papua.
Bersama adik-adik saya: Yusuf Tanawani, Yafeth Yelemaken,
William Onde, Simon Alom, Hans Bomay, dan anak-anak saya semua.
(Disampaikan lewat mimpi kepada anak-anaknya, dari Thailand)
|