[Up] | [Back] | [Next]

0. Pengantar
 
Pada suatu waktu, waktu itu namanya Hari Jumat, tanggal 2 March 2001, di kota Yogyakarta, saya duduk berpikir panjang lebar, tentang hal-hal yang menjadi penghalang kemerdekaan bangsa Papua. Saya mengajukan pertanyaan-pertanyaan ini di otak saya:
Siapa sih musuh orang Papua itu?
Apa sih musuh orang Papua itu?
Apa yang menyebabkan sehingga orang Papua sulit Merdeka? Apa sih alasan di benak orang Jawa, orang Sumatra, orang Bali, orang Sunda, dan orang Barat sehingga mereka enggan mengakui kemerdekaan bangsa Papua tahun 1961, tanggal 1 Desember? Atau Mengapa sih sekarang Indonesia bersikeras mempertahankan aneksasi Papua Barat walaupun tanpa dasar hokum, sejarah, politik, cultural dan geografis yang masuk akal?
Apa yang menyebabkan sehingga kemerdekaan yang sudah disiapkan Belanda diabaikan begitu saja oleh penjajah itu dan kini seolah-olah tidak pernah terjadi apa-apa bagi dia?
Mengapa sih Indonesia bersikeras merebut Irian Barat (nama waktu itu), padahal Indonesia sudah Merdeka tanpa Papua? Atau mengapa Megawati katakana, “Indonesia tidak lengkap tanpa Irian?”
Lalu, jawabannya segera muncul seperti ini:
Untuk pertanyaan pertama, jawabannya antara lain:
· Indonesia!
· Belanda!
· TNI
· Polri
 
Untuk pertanyaan kedua, jawabannya waktu itu: Tidak ada!
Untuk pertanyaan ketiga, muncul jawaban seperti ini:
· Karena Indonesia masih ketinggalan atau belum dewasa berpolitik secara negara paska modern, sehingga mereka masih berpola piker manusia modern, yaitu bahwa kekuasaan secara geografis masih dianggap penting, walaupun sudah tidak demikian lagi di era globalisasi ini.
· Karena Indonesia masih dikuasai oleh adat Jawa, yaitu tidak pernah mau mengakui kelebihan, keunggulan, fakta kemenangan, dari pihak lain. Contohnya, sulit sekali orang-orang Orde Baru maju ke meja pengadilan tanpa dikejar-kejar. Mereka semua serba lempar batu sembunyi tangan. Kapankah pejabat teras di Jakarta pernah mengakui “Aku menyesal, aku mohon maaf sebesar-besarnya kepada bangsa Indonesia?” Jadi, intinya mereka tidak mau hilang muka di muka bumi ini.
· Karena Papua itu kaya-raya sehingga kalau kehilangan Papua itu malapetakan besar bagi Indonesia karena Indonesia punya hutang negara yang tidak akan pernah lunas dalam jangka waktu 100 tahun ke depan kalau Papua pergi.
· Karena mental bangsa Indonesia masih mewarisi mental imperialisme, yaitu merasa enak dan bangga kalau sanggup menguasai dan mangasimilasi serta menganggap tidak ada masalah sementara bersatu dalam satu negara yang besar dengan beribu suku-bangsa.
· Dst.
Saya cukupkan sampai di sini, karena jawaban-jawaban ini akan muncul dalam tulisan saya selanjutnya. Intisari tulisan ini tercantum dalam pertanyaan di atas.
Dan saya berusaha memberikan jawaban secara obyektif dalam perspektif internasional (global) dan komprehensif, sehingga saya tidak melulu menyalahkan satu pihak dan membenarkan pihak Papua, atau sebaliknya. Lagipula, tulisan ini sangat perlu dibaca oleh rekan-rekan Pro-Demokrasi dan Reformasi di Indonesia, karena inti perjuangan kalian sama saja dengan apa yang orang Papua perjuangkan. Kita perlu tiba pada sebuah titik di mana kita akan saling bertanya begini: “Jadi, sebaiknya orang Papua Merdeka atau diberi Otonomi Khusus secara paksa?” Orang Papua tidak usah menjawabnya, teman-teman “Pro-Dem” yang kami harap menjawabnya secara jujur berdasarkan kebanaran dan kasih.