| | | 04 April, 2002 09:03:39 AM
TERRORISME DAN PREMANISME POLITIK HARUS KITA LAWAN(Oleh : A. Umar Said)
Penyerbuan gerombolan Forum Betawi Rempug tanggal 28 Maret yang lalu terhadap orang-orang yang berkumpul di kantor Komnas HAM, yang mengakibatkan dianiayanya banyak ibu-ibu dan anak-anak dengan pukulan kayu, tendangan dan tamparan, adalah satu peristiwa yang mengandung banyak arti penting dalam perjuangan kita bersama. Oleh karena itu, pertistiwa ini perlu
diangkat tinggi-tinggi oleh sebanyak mungkin kalangan dalam masyarakat sebagai persoalan politik, ekonomi, sosial, dan moral. Sebab, walaupun peristiwa ini terjadi di suatu tempat di Jakarta saja, dan hanya melibatkan jumlah yang tidak sampai ribuan orang, tetapi mempunyai arti penting secara nasional.
Adalah menggembirakan bahwa berbagai kalangan sudah mengeluarkan pernyataan yang mencerminkan protes kemarahan mereka terhadap peristiwa berdarah dan tidak beradab ini. Mengutuk perbuatan gerombolan Forum Betawi Rempug (FBR) adalah sikap politik dan moral yang benar. Namun, bersama-sama melakukan berbagai tindakan atau kegiatan - seluas mungkin dan sebesar mungkin - untuk mencegah terulangnya peristiwa semacam ini adalah lebih penting lagi. Sebab perbuatan seperti yang dilakukan oleh Forum Betawi Rempug itu adalah manifestasi yang jelas atau bukti yang mencolok-mata tentang masih
berurat-akarnya praktek-praktek Orde Baru. Aksi-aksi Forum Betawi Rempug hanyalah sebagian kecil saja dari ice-berg (gunung es), sedangkan sebagian terbesarnya masih tersembunyi di bawah permukaan air.
Keseriusan peristiwa serangan gerombolan FBR terhadap masssa pendukung UPC di kawasan kantor Komnas HAM bisa dilihat dari berbagai sudut pandang. Kalau kita kenang kembali tayangan televisi tentang peristiwa itu, dan kita lihat foto-foto yang disiarkan oleh UPC, dan kemudian kita renungkan dalam-dalam berbagai aspek peristiwa ini, maka akan makin nyatalah bagi seluruh kekuatan pro-demokrasi dan pro-reformasi bahwa peristiwa ini perlu diexpose besar-besaran, dan juga bahwa hukuman yang setimpal haruslah dijatuhkan secara adil kepada mereka yang bertanggungjawab. Di antara berbagai hal yang bisa sama-sama kita renungkan adalah yang sebagai berikut :
PENDUDUK MISKIN HARUS BERJUANG
Ketika pembusukan moral sudah membikin buta hati banyak orang (terutama “kalangan atas” masyarakat dan pemerintahan) terhadap penderitaan kaum miskin di Republik kita ini, maka kegiatan berbagai LSM atau Ornop (di antaranya, yang termasuk menonjol adalah UPC – Urban Poor Consortium atau Konsorsium Kemiskinan Kota) memainkan peran penting dalam kehidupan bangsa
kita. Sebab, jumlah kaum miskin di negeri kita sudah besar sekali, yaitu sekitar 60 % dari seluruh penduduk negeri yang berjumlah lebih dari 210 juta orang, atau sekitar 120 juta (angka-angka ini juga diakui oleh organisasi-organisasi internasional). Di antara 120 juta orang miskin ini, sebagiannya tinggal di kota-kota besar (dan sekitarnya), seperti
Jakarta, Bandung, Jokya, Semarang, Surabaya, Palembang, Medan, Makssar. Namun, kota-kota yang lebih kecil (seperti Serang, Tasikmalaya, Purwokerto, Solo, Pekalongan, Cirebon, Madiun, Malang, Jember, Denpasar, Banjarmasin dll, juga mempunyai kawasan-kawasan yang “kumuh”, yang dipadati oleh penduduk yang digolongkan “miskin”.
Di antara penduduk yang digolongkan miskin ini (yang pendapatan sehari-harinya kurang dari 2$ sehari) banyak yang menganggur.
Pengagguran dewasa ini ditaksir lebih dari 40 juta orang, dan di antara mereka terdapat banyak anak muda. Sebagian besar dari tenaga-tenaga penganggur ini terdapat juga di kota-kota besar. Penduduk miskin Jakarta tinggal di daerah-daerah “kumuh” di sekitar Tangerang, Pamulang, Ciputat, Bekasi, Klender, Jatinegara, Tanjungpriuk dan banyak daerah lainnya Mereka tinggal dalam “rumah-rumah” yang berdempet-dempet di gang-gang kecil, atau lorong-lorong sempit, yang sering sekali tidak diperlengkapi dengan kakus atau kamar-mandi. Mereka ini hidup dari pekerjaan kasar (kalau punya pekerjaan!!), atau jualan apa saja, atau menjadi tukang becak. Untuk daerah Jakarta dan sekitarnya, jumlah mereka ini jutaan (beserta istri dan
anak-anak).
Karena berbagai kesulitan, maka cara hidup mereka bisa dipandang sebagai “menjijikkan” oleh sebagian kalangan menengah dan (apalagi!) kalangan “atas” . Mereka ini dianggap “sampah”. Padahal, mereka ini adalah juga warganegara Republik kita. Mereka adalah sama-sama pemilik negara kita. Dan, di atas segala-galanya, mereka adalah juga manusia, yang sama-sama menghuni bumi kita ini. (Dalam kalimat lainnya lagi, mereka adalah sama-sama ciptaan Tuhan). Lalu, siapakah yang harus bertanggungjawab dan apa sajakah yang harus dipersalahkan bahwa mereka mengalami nasib seperti itu? Apakah memang
sudah takdir mereka memang harus begitu?
Yang jelas, dan yang sudah terbukti selama puluhan tahun sejak Orde Baru sampai sekarang ini, adalah bahwa nasib penduduk miskin negeri ini tidak boleh hanya digantungkan saja kepada MPR dan DPR, dan juga tidak bisa diserahkan mentah-mentah dan melulu kepada pemerintah saja. Dan, seperti yang ditunjukkan oleh pengalaman di banyak negeri di dunia, penduduk miskin
haruslah mengorganisasi diri dan berjuang untuk merebut hak-hak mereka sebagai warganegara dan sebagai manusia, sambil sekaligus melawan segala penindasan dan ketidakadilan, yang datang dari fihak mana pun juga.
SIAPA YANG BERDIRI DI BELAKANG FBR ?
Perjuangan UPC di bawah pimpinan Wardah Hafidz dan dengan kerjasama dengan berbagai Ornop (organisasi non-pemerintah) lainnya dalam membela kepentingan penduduk miskin kota Jakarta, akhir-akhir ini makin menarik perhatian opini publik. Berbagai Ornop ini telah mengajukan gugatan kolektif Rakyat Miskin Kota terhadap Gubernur DKI Jakarta, Kapolda Metro Jaya
dan Pangdam Jaya mengenai tindakan-tindakan pemda Jakarta yang menggusur tempat-tempat tinggal penduduk miskin kota, penggarukan becak, mengobrak-abrik grobak jualan dll dll. Gugatan kolektif ini telah dimenangkan oleh UPC (atas nama Rakyat Miskin Kota) dalam sidang Pengadilan Negeri Jakarta. Namun, karena Pemda Jakarta masih tetap terus melakukan tindakan-tindakannya, walaupun sudah ada keputusan pengadilan (yang pada pokoknya menyuruh dihentikannya tindakan-tindakan serupa itu) maka UPC pada tanggal 28 Maret yl melaporkan masalah itu kepada Komnas HAM, Komnas Perempuan dan Komnas Perlindungan.
Setelah pertemuan selesai, datang gerombolan besar dari Forum Betawi Rempug (FBR) sebanyak sekitar 300 orang yang sebagian besar berpakaian seragam hitam-hitam. Gerombolan ini, yang datang dengan sederetan panjang metro mini, langsung menyerang warga miskin yang sedang berkumpul di halaman depan Komnas HAM. Akibat penyerangan brutal yang dilakukan dengan menggunakan kayu, batang pohon dan bahkan golok, maka puluhan orang, termasuk perempuan dan anak-anak mengalami luka-luka, bahkan ada yang menderita gegar otak dan pingsan. Seluruhnya, peristiwa berdarah ini mengakibatkan 51 orang luka, dan 16 orang di antara mereka luka parah. Tayangan televisi tentang peristiwa ini, walaupun singkat dan tidak lengkap, cukup menggambarkan betapa “seramnya” serangan biadab gerombolan (yang menamakan diri FBR itu) terhadap massa yang berkumpul.
Mengapa FBR melakukan penyerbuan secara begitu ganas? Apa motif yang sebenarnya? Siapa yang menjadi “otak pelakunya” ? Siapa yang membeayai FBR? Pertanyaan perlu terus-menerus diajukan, dan dijadikan masalah umum. Sebab, koordinator FBR (yang namanya Fadloli El Muhir !) menyatakan bahwa FBR tidak ada hubungannya dengan gubernur Sutiyoso, dan bahwa organisasinya akan
menghajar siapa saja yang ingin mengganggu kenyamanan, ketenteraman dan kedamaian di Jakarta, dan juga bahwa ia sebenarnya sudah menyiapkan 100000 orang untuk demonstrasi (menurut satunet, 30 Maret 2002). Dari ucapan-ucapannya dalam pers maupun di televisi, dan dari aksi-aksi yang sudah mereka lalukan selama ini, kiranya orang mudah mendapat kesan atau menarik kesimpulan bahwa ada satu kekuatan politik dan kekuatan dana yang cukup besar di belakangnya. Dan justru inilah yang perlu diekspose bersama-sama, melalui segala cara, dan oleh sebanyak mungkin kalangan dalam masyarakat.
CLASS ACTION PERLU DIKEMBANGKAN TERUS
Dilihat dari berbagai segi, kemenangan gugatan kolektif (class action) yang diajukan UPC bersama-sama berbagai Ornop lainnya dalam membela rakyat miskin kota Jakarta merupakan peristiwa hukum yang penting. Ini menunjukkan pentingnya kekuatan atau daya-tekan suatu usaha kolektif dari gabungan Ornop untuk memperjuangkan sesuatu. Kekuatan ini bisa menjadi salah satu dari
berbagai pertimbangan dalam persidangan pengadilan, karena merefleksikan adanya legitimasi dari aspirasi para penggugat. Segi lainnya adalah bahwa kemenangan class action yang kali ini bisa menjadi dorongan bagi dilancarkannya berbagai class action lainnya, mengenai berbagai soal yang berbeda-beda dan di daerah-daerah yang berbeda-beda pula. Perkembangan
ke arah ini adalah amat penting sekali bagi kehidupan bangsa kita, mengingat adanya pembusukan besar-besaran di kalangan pemerintahan (dan juga dalam masyarakat), yang sudah berjalan selama puluhan tahun di Republik kita ini.
Kemenangan class action UPC dkk menunjukkan bahwa pemerintahan (gubernur, kepala polisi, DPRD, panglima militer dll) bisa saja, atau, juga, sah-sah saja digugat di depan pengadilan oleh masyarakat. Kesadaran publik dan keberanian publik untuk melangkah ke arah ini merupakan sumbangan penting bagi terciptanya pemerintahan yang baik dan bersih (clean and good
governance). Ketika di kalangan pemerintahan dan dewan-dewan perwakilan rakyat masih berdominasi fikiran-fikiran busuk dan praktek-praktek kotor yang merugikan kepentingan negara dan mengabaikan kepentingan rakyat, maka timbulnya keberanian (dan kemampuan) publik untuk melawan segala kebobrokan itu adalah penting bagi kelangsungan demokrasi di negeri kita.
Singkatnya, seluruh kekuatan pro-demokrasi dan pro-reformasi, perlu berusaha terus, dengan segala jalan, untuk BERSAMA-SAMA menjadikan class action ini sebagai sarana perlawanan di bidang hukum. Dan, adalah ideal sekali kalau class action ini bisa makin sering atau makin banyak dilakukan di seluruh Indonesia, seiring dengan kebutuhan yang timbul. Masyarakat luas
(termasuk dan terutama di daerah-daerah) perlu didorong untuk menggunakan class action dalam perlawanan terhadap segala politik dan tindakan pemerintah, yang jelas-jelas tidak menguntungkan negara dan tidak pula mementingkan kepentingan rakyat. Sebab, dengan adanya otonomi daerah, yang pelaksanaannya masih semrawut, dan yang bisa membuka juga pintu lebar-lebar bagi terjadinya penyalahgunaan kekuasaan (dan kejahatan-kejahatan lainnya) oleh para pejabat dan “wakil rakyat daerah”, maka dilancarkannya class action di daerah-daerah makin diperlukan.
FBR ADALAH CERMIN PEMBUSUKAN
Kalau sama-sama kita cermati penyerbuan gerombolan FBR tanggal 28 Maret yl, maka akan nyatalah bahwa peristiwa ini membuktikan, sekali lagi, dan untuk kesekian laminya pula, bahwa pembusukan moral dan politik di negeri kita ini memang sudah menyentuh tulang sungsum kehidupan bangsa. Betapa tidak! Beberapa ratus orang telah diorganisasi, dipersiapkan, dan disuruh melakukan terror dan penganiayaan secara membabi-buta terhadap sejumlah ratusan orang, yang dengan damai sedang mempersoalkan masalah keadilan. Korban-korban telah berjatuhan, walaupun tidak ada jiwa yang melayang. Di antara
korban-korban kekerasan yang tidak beradab itu terdapat ibu-ibu dan anak-anak.
Bahwa banyak kalangan sudah menyatakan kemarahan mereka terhadap peristiwa yang begitu nista itu menunjukkan bahwa kejadian ini memang sungguh-sungguh sudah menusuk hati banyak orang yang mempunyai nalar sehat dan mempunyai hati nurani yang bersih. Sebab, perbuatan gerombolan FBR ini bukan saja merupakan pelanggaran HAM, melainkan juga mempunyai latar-belakang
politik yang kotor, dan dasar moral yang bejat. Oleh karena itu, seruan berbagai fihak supaya kasus ini ditindak secara hukum adalah tuntutan yang perlu mendapat dukungan sebanyak-banyaknya dan sekuat-kuatnya dari sebanyak mungkin kalangan. Gerakan besar-besaran untuk menuntut kepada pemerintah supaya ada tindakan tegas secara hukum terhadap para pelakunya perlu
dilancarkan terus beramai-ramai. Dan, terutama sekali, supaya diadakan penyelidikan, penyidikan, penuntutan sampai pengadilan (hukuman) terhadap para organisatornya dan “pelaku otak” –nya.
Sebab, kasus FBR adalah hanya sebagian kecil saja dari satu “kekuatan gelap” yang muncul, sedangkan sebagian terbesarnya masih berada di belakang layar. Dapatlah kiranya kita perkirakan bahwa kasus ini ada pula sangkut-pautnya dengan aliran fikiran atau persamaan kepentingan yang mencetuskan penyerangan terhadap kantor Kontras beberapa waktu yang lalu, atau penyerangan terhadap kantor Solidamor, kantor YLBHI, kantor Komnas HAM di masa-sama yang lalu. Jelasnya, kasus FBR bukanlah hanya suatu kegiatan “iseng” oleh orang-orang yang karena ingin gagah-gagahan menamakan diri “putra-putra Betawi” saja. Di belakang itu semua berdiri satu “premanisme politik”, yang tidak segan-segan menggunakan cara-cara terror atau praktek-praktek kekerasan yang dibalut dengan alasan atau dalih agama, suku, ras dan adat-kebiasaan. Kebiasaan atau pola berfikir semacam ini sudah kita kenal lama, karena sudah banyak dipraktekkan oleh Orde Baru.
Oleh karena itu, mengingat pentingnya pembongkaran seluk-beluk FBR, maka gagasan yang sudah dicetuskan oleh sejumlah orang untuk menjadikan kasus penyerbuan gerombolan ini sebagai class action (terhadap DKI Jakarta dan Kepolisian) mungkin bisa dipertimbangkan oleh berbagai Ornop atau kalangan masyarakat. Class action ini bertujuan juga sebagai desakan supaya pemerintah makin berani bertindak lebih tegas terhadap praktek-praktek kekerasan yang bernuansa fasis dan berbentuk para-militer.
Sebab, demokrasi tidak akan bisa ditegakkan dengan sempurna, kalau organisasi-organisasi yang sebangsa FBR bisa terus-menerus secara bebas melakukan terrorisme dan premanisme terhadap kekuatan-kekuatan pro-demokrasi
dan pro-reformasi. Melawan terrorisme dan premanisme politik adalah tugas bersama kita semua, dan demi kepentingan kita semua.
Paris, musim semi, 1 April 2002
(Catatan : tulisan ini bebas untuk diteruskan kepada siapa saja, dan juga bebas untuk digunakan selayaknya. Untuk hubungan dengan E-mail : kontak@club-internet.fr ) |