HARGA DIRI  DIKORBANKAN UNTUK KEPENTINGAN DUNIA :

Refleksi perjalanan orang kulit hitam dalam membangun dunia.  

 Oleh: Joseph Baweng

Berpikir dan mengeluarkan pendapat merupakan kerangka acuan menuju suatu proses kegiatan untuk  mewujudkan ide-ide besar (cita-cita). Ide-ide besar yang diciptakan lewat proses berfikir ini mau tidak mau harus dimulai /dijalankan/dilalui dengan suatu pengorbanan baik fisik maupun material, tergantung niatannya. Pengorbanan fisik maupun material ini telah membuktikan bahwa orang kulit hitam telah menjadi korban persembahan dalam perubahan dunia untuk mewujudkan pikiran besar tadi.

Bangsa Kulit Hitam telah mengorbankan harga dirinya untuk membangun empirium bangsa kulit putih dengan predikat budak yang diperjual-belikan (diperdagangkan) di belahan bumi Eropa, Amerika dan Australia. Mereka juga dipakai untuk mempertahankan eksistensi ras kulit putih, sebagai pekerja ladang para petani dan peternak kaya (kapitalis/feodalis), menjadi buruh-buruh industri besar. Mereka dianggap sebagai manusia kelas dua bahkan menganggap bahwa mereka (orang kulit hitam) itu setengah binatang yang mudah saja dijadikan korban untuk kepentingan kehidupan mereka  (dalam mengubah dunia menurut kehendak kapitalis). Tetapi mereka potensial dalam membangun imperium dunia ini.

Gambaran diatas juga merupakan dasar pijakan teori dalam arus percepatan pasar bebas yang didengungkan oleh para kapitalis Timur maupun Barat dewasa ini. Teori pasar bebas ini dikembangkan dengan buku paket dasar teori 3G (Golden=emas, Gospel=Injil dan Glory=kejayaan yang dimodifikasi ala milenium ketiga abad 21. 3G ini kemudian diidentikan dengan Emas=Perdagangan Bebas, Injil=HAM dan Kejayaan=Demokrasi. Semuanya ini akan dimuat dalam satu kapal besar yang nama Globalisasi/WTO yang akan melewati batas-batas kedaulatan suatu negara.

Kalau begitu Hampir empat dekade belakangan ini, fenomena di Tanah Papua  pun tidak terlepas dari konstelasi kapitalisme dunia yang sedang merambah ke Tanah Papua sebagai akibat dari praktek perdagangan ras. Di Papua dijalankan dalam bentuk eksploitasi sumber daya alam secara besar-besaran oleh penguasa Indonesia dengan legitimasi kebijakan negara. Tentu saja sangat merugikan kaum kulit hitam Papua Melanesia. Sedangkan manusia Papua tidak diakui dalam kebijakan negara sebagai pemilik sah sumber daya alam. Sehingga munculnya konflik vertikal (rakyat terhadap penguasa negara) terjadi akibat eksistensinya terganggu.

Kekejaman diatas kekejaman, baik langsung maupun tidak langsung dalam segala aspek telah dilalui oleh orang Papua. Pemerintah Indonesia menyadari bahwa sesungguhnya mereka telah mampu membunuh moral manusia Papua. Akan tetapi orang Indonesia dan penguasanya menyadari bahwa mereka dapat diampuni lewat pengakuan dosa. Pengampunan dosa dapat terjadi bila mereka mendirikan agama baru yang bernama Otonomi Seluas-luasnya. Dengan harapan dosa-dosa pemerintah dan orang Indonesia dapat diampuni dan moral manusia Papua dapat bangkit dari antara orang mati gaya mitos kebangkitan Jesus Kristus. Hal ini mereka lakukan karena mereka tahu orang Papua sudah tidak ada dan yang ada hanya orang Kristen.

Orang Papua telah dirasuki roh falsafah dewa Pancasila dan UUD 1945. Pohon beringin sebagai lambang Partai Golkar, tempat berlindungnya roh-roh nenek moyang bangsa Indonesia. Dan kemungkinan besar roh-roh nenek moyang Papuapun sudah pindah alamat dan bersemayam di bawah pohon beringin Jakarta.

Hal lain dapat kita dengar lewat dialek bahasa orang Papua sudah ke jawa-jawaan. Karena kata orang bahasa menunjukan bangsa ataukah hanya pergaulan! Kaum mudah  laki maupun perempuan sudah mulai trend dengan menyemir rambut berwarna-warni alah Indonesia dan kebarat-baratan. Kecenderungan ini menunjukan kemulusan akan hilangnya ciri khas Papua sejati secara lembut pula. Jelas ini merupakan keinginan politik kebudayaan, untuk menghilangkan ras orang Papua dengan menggunakan strategi-strategi mematikan.

Alat bukti pemusnahan bangsa Papua secara sistematis adalah pelajaran sekolah sebagai roh Indonesia (putar balik sejarah, doktrin idiologi kepada anak Papua usia dini hingga dewasa), transmigrasi, kapal penumpang mewah, virus HIV Aids, pembelian tanah secara berlebihan, penguasaan hutan, areal pertambangan, pertanian dan perkebunan dan mungkin yang terakhir kakak-beradik TNI-Polri sebagai pelindung imigran pendatang non Papua.

Bagaimana caranya mengembalikan kesadaran, dan kebanggaan sebagai orang Papua? kita dialog terus, mati terus. Ataukah Kita berteriak anti kekerasan - anti kekerasan-anti kekerasan, sementara  darah tumpah di atas tanah Tanah tumpah darah. Manusia Papua sudah omomg dengan manusia Indonesia dilakukan terus menerus.  Bila alat perjuangannya tidak mampu mencapai hasil, maka alat-alat  tersebut harus diganti untuk mempercepat proses pembebasan manusia Papua.

Kata orang bijak,  banyak jalan menuju Roma, makanya semua orang mau senang. Mudah-mudahan kata orang bijak itu tidak memperpanjang penderitaan dan atau memperpendek ada dan hidupnya bangsa Papua.  Semoga….!
   
© Copyright 1999-2001. All rights reserved. Contact: Tribal_WEBMASTER   by The Diary of OPM