[Up]|[Back]|[Next]

DEMOKRASI KESUKUAN
SEBUAH KONSEP SISTEM PEMERINTAHAN DI TANAH PAPUA (Tribal Democracy: A Concept of Systems of Governance for Papua)  

1 Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Latar belakang munculnya gagasan untuk mengajukan sebuah konsep pemerintah Papua dengan nama Demokrasi Kesukuan (Tribal Democracy) muncul dari dua sudut pandangan dari kacatamatan sebagai orang Papua. Pertama, orang Papua adalah masyarakat Pribumi di dunia ini yang masih memiliki adat dan budaya yang masih sangat kental dan nampak di dalam kehidupan bermasyarakat. Kalau kita melirik kepada semua suku-suku Pribumi di muka bumi, dengan sedih hati kita harus mengakui bahwa sistem pemerintah Barat telah menghancur-luluhkan dan telah menghilangkan jejak sama sekali. Barusan pada akhir abad 20 lalu sudah muncul kesadaran untuk menggali kembali bekas-bekas adat dan budaya mereka, tetapi sayang kehancuran sudah terjadi berabad-abad lamanya, dan sampai hari ini belum ada satupun dari mereka yang menemukan budaya dan adat asli mereka. Suku-bangsa dimaksud antara lain seperti orang Aborigin di Australia, orang Maori di Selandia Baru, orang Yanomami di Amerika Serikat, orang Inuit di Kanada, orang negara-negara Afrika yang dipimpin saat ini oleh Robet Mugabe di Zimbabwe. Bahkan juga orang Jawa di bawah kepemimpinan Sultan Hamengkubuwono X sudah mengeluh karena budaya asli Jawa sudah dinodai oleh budaya asing yang konon lebih tidak manusiawi.

Sudut pandang kedua adalah sebuah fakta kemajuan peradaban umat manusia di dunia saat ini telah tiba pada masa di mana kata “demokrasi” sudah menjadi sebuah buzzword yang sulit kita lupakan begitu saja. Sudah banyak negara diembargo, dikucilkan dari dunia ini, bahkan dihancurkan seperti Indonesia lantaran implementasi “democratic systems of governance” dari pemerintahan mereka kurang jelas (KJ). Demi demokrasi masih banyak politisi dan pimpinan negara ditekan dan diawasi secara ketat. Walaupun orang Melanesia di Papua masih memiliki adat dan budaya masih asli dan belum banyak yang ternodai oleh pengaruh ke-barat-baratan, kita juga harus menyesuaikan diri dan berani menempatkan diri di dalam dunia ini sebagai anggota dari global community, dalam rangka apa yang kita kenal dengan era globalisasi. Ini merupakan langkah berani yang harus kita ambil agar kita orang Melanesia di Papua tidak terdampar di pinggir arus era globalisasi.

Dengan singkat, sistem pemerintah kita haruslah berakar-urat dalam adat dan budaya Melanesia, yaitu fakta yang ada di Papua, tetapi sekaligus juga tidak melupakan fakta lain bahwa kita sudah ada di era globalisasi di mana keberadaan dunia sekitar kita harus kita rangkul untuk bekerjasama.

Dengan latar-belakang ini telah diadakan rapat tertutup di Percy Street Oxford, Inggris, pada tanggal 15 Mei 2000, menghadirkan pakar-pakar hukum, pakar ilmu pemerintah, pakar politik, seorang aktifis politik asal Yunani dan pakar sejarah, di mana kami telah menyajikan konsep Tribal Democracy. Pada waktu itu anak koteka telah menyajika konsep kasar dan para tamu memberikan berbagai masukan teknis dan strategis, yaitu jangka pendek dan jangka panjang. Tulisan singkat berikut merupakan risalah dari tukar-pikiran dimaksud
1.2 Masalah Demokrasi Kesukuan

Demokrasi Kesukuan (Tribal Democracy) bukan hanya berarti seperti demokrasi yang dimaksud pertama kali di Greek, yaitu pemerintahan dari rakyat oleh rakyat, dan untuk rakyat. “Rakyat” dalam hal ini (dalam konteks Greek) adalah orang-orang dari kelas sosial tertentu saja. Lagipula “rakyat” dalam hal ini tidak termasuk wanita dan budak dan rakyat jelata yang tidak punya tanah atau status sosial. Jadi, walaupun namanya “dari rakyat”, tetapi yang dimaksud dengan “rakyat” dari asal katanya berbeda dengan arti yang sering ditafsir publik masa kini. Dalam artian aslinya, secara praktis pemerintahan ada di tangan sekolompok kecil orang yang punya tanah, yang punya kedudukan dan yang punya pengaruh di dalam pemerintahan. Sedangkan rakyat pada umumnya tidak masuk dalam hitungan “mereka” (orang Yunani yang memiliki kata demos kratos pada mulanya)

Salah satu wujud demokrasi ala ini ada di Inggris, di mana para Lords atau Tuan-tuan memiliki hak khusus di atas hak-hak rakyat biasa. Para Lords memiliki tempat setingkat lebih di atas parlemen yang disebut House of Lords, di mana semua keputusan atau undang-undang harus disetujui oleh House of Lords sebelum disetuji oleh Kerajaan dan dilaksanakan oleh Pemerintah. Seolah-olah para Lords ini memiliki hak khusus dibanding dengan rakyat jelata. Dengan dasar ini sebenarnya kita dapat mempertanyakan “Apa yand dimaksud demokrasi di Inggris?” Selain itu, ada pula peranan yang dimaikan oleh “The Crown”, atau Kerajaan Inggris. Demokrasi yang ada di Inggris mirip dengan demokrasi di Belanda karena peranan mahkota kerajaan masih ada di dalam pemerintah yang dipimpin perdana menterinya. Demokrasi ini juga ada di PNG dan Australia, di mana sebenarnya kekuasaan tertinggi ada di tangan pihak kerajaan.

Dibandingkan dengan demokrasi di Amerika, kita lihat para Senators dan federal governmetns memegang peranan kuat di dalam menentukan kebijakan negara orang Indian yang sudah dirampok dengan kekerasan dan pemusnahan penduduk asli itu. Negara itu tidak dibangun atas budaya purba, tetapi atas kumpulan orang-orang elit politik yang bersatu mendirikan negara Amerika Serikat. Karena itu format pemerintahnya bukan berdasarkan budaya asli, tetapi berdasarkan aturan-aturan baru yang dibentuk para imigran baru, yaitu kebanyakan dari Eropa.  

Riwayat penciptaan negara itu mirip dengan apa yang terjadi di Indonesia dengan Pancasila dan Undang-Undang lainnya, di mana secara praktik, sebuah tempat yang namanya Indonesia adalah artificial tetapi dikembangkan dan dipertahankan secara mati-matian. Sebuah konsep yang disebut Pancasila dan demokrasi yang disebut Demokrasi Pancasila merupakan sebuah demokrasi yang mandul. Banyak nyawa telah dikorbankan untuk Indonesia, banyak penduduk tak bersenjata dan tak berdosa diserang seolah-olah penjahat perang. Sampai saat ini Indonesia masih dipandang negara yang belum demokratis. Mengapa? Alasan utama barangkali karena Indonesia diciptakan dengan darah dan dipertahankan dengan pertumbahan darah pula. Lagipula, demokrasi Pancasila dan demokrasi terpimpin yang ada di Idnonesia adalah demokrasi yang tidak demokratis. Apalagi semasa kepemimpinan Suharto telah lahir demokrasi ala Amerika Serikat yang kita kenal dengan nama Demokrasi Kapitalisme.
Permasalahan demokrasi sebenarnya tidak ada kaitan sama sekali dengan apa yang dipersoalkan dunia selama ini, yaitu paham komunisme, paham liberalisme, paham republikan, paham konservatif dan lainnya, yang sebenarnya omong-kosong belaka. Kaitan eratnya adalah dengan isu globalisasi, green movement dan Hak Asasi Manusia. Yang menjadi masalah dalam democracy adalah apa yang ktia maksud dengan kata “rakyat” dalam mengartikan pemerintahan dari “rakyat”, oleh “rakyat” dan untuk “rakyat.” Apakah semua orang warga negera? Apakah orang-orang pemilik multinationals? Apakah orang-orang berstatus Ondoafi, Ondofolo dan Kepala Suku saja? Apakah orang yang berpendidikan saja?
Demokrasi kesukuan adalah jawaban yang tepat bagi demokrasi tambal-sulam seperti di dunia barat dan negara buatan mereka seperti Indonesia dan Papua New Guniea. Alasan pertama karena dengan sistem ini satu pemerintah akan dibatasi memonopoli pemerintah lainnya atau perdamaian dunia akan lebih ditegakkan. Alasan kedua karena perlindungan terhadap alam semesta beserta isinya akan lebih terkendali baik dan lebih dapat dipertanggungjawabkan daripada apa yang ada dalam sistem-sistem pemerintah yang sudah ada di seluruh dunia. Ketiga, karena penghargaan akan hak asasi manusia serta penegakkannya akan lebih mendasar dan memasyarakat dalam sistem demokrasi kesukuan ketimbang sistem-sistem yang sudah ada di seluruh dunia sampai hari ini.
1.3 Pembatasan Cakupan dan Garis Besar Tulisan

Tulisan ini tidak dibahas secara ilmiah, artinya tidak mengetengahkan berbagai teori pemerintah secara umum lalu menyampaikan kesimpulan dan saran untuk menerapkan demokrasi kesukuan. Hanya dua perspektif yang diambil dalam mengajukan konsep ini, yaitu pandangan kasar mengenai perpolitikan dan pemerintah dunia dan konsep dasar model menejemen.

Tujuannya hanya memberikan menggambarkan beberapa aspek pemerintah dan politik abad belakangan ini mengapa demokrasi kesukuan diajukan. Kemudian ringkasan tentang prinsip-prinsip demokrasi kesukuan, kelebihan serta kesulitan dalam penerapannya juga dikemukakan untuk diantisipasi sejak dini.

Perlu ada kajian pula dari bidang-bidang yang belum dikaji dalam tulisan ini.
Pertanyaan-pertanyaan yang coba dijawab dalam tulisan ini seperti berikut:
1. Apakah yang “kita” (orang Papua) maksudkan dengan kata “demokrasi”? Apa yang ada di benak “kita” (Orang Papua) sewaktu mengucapkan kata ini?
2. Bagaimana cara “kita” (orang Papua) mengorganisir diri dalam kehidupan seharian? Pernahkan kita pikir kembali betapa baiknya sistem pemerintah adat yang sudah ada sejak puluhan ribu tahun yang lalu hingga saat ini?
3. Mengapa kita harus mengubah sistem yang sudah mapan dan hidup puluhan ribu tahun dengan sistem pemerintah yang baru, yang konon sistem yang diimport dari dunia Barat dan juga yang belum sempurna sama sekali?
4. Apa keuntungan dan kerugian yang kita (orang Papua) akan dan sudah alami jikalau kita mengimpor sistem-sistem dari luar?
5. Apa paham dibalik kebiasaan mengimpor-impor sistem Barat ke dalam pemerintah masyarakat adat seperti Papua? Apakah kita dianggap kuno? Dianggap tidak tahu mengatur diri? Tidak bisa mengurus rakyat sendiri? Masih primitif?
1.4 Penjelasan Peristilahan
Peristilahan yang dipakai di sini perlu dijelaskan berhubung dapat menimbulkan kerancuan pemahaman.

Orang Melanesia dan orang Papua akan digunakan dalam tulisan ini dengan maksud yang persis sama, yaitu merujuk kepada Anda dan saya, yang hidup di pulau New Guinea bagian Barat.

“Demokrasi” yang menurut pengertian di sini adalah pemerintah yang berasal dari suku-suku yang ada di Papua, untuk kepentingan para suku-suku dimaksud dan dijalankan oleh suku-suku yang ada di Papua. Ini berbedea dengan demokrasi yang dijalankan atas dasar paham politik, yaitu demokrat, liberal, konservatif, dll., ataupun pengertian semula dalam bahasa orang-orang Greek (Yunani).

Kepala Negara dalam hal ini bisa Presiden, bisa Perdana Menteri, bisa Kepala Suku Besar atau apa saja yang akan ditentukan kemudian oleh rakyat Papua. 

“Suku” dalam tulisan ini bukan hanya bermaksud seperti Suku Lani, Suku Mee, Suku Amungme, Suku Sentani, dll. Mengingat ada beberapa suku yang terlalu besar untuk dipanggil sebagai satu suku dan juga sulit diorganisir dalam sistem organisasi kesukuan, maka suku-suku yang bersangkutan dapat membentuk sebuah suku dengan kriteria yang ditentukan oleh Undang-Undang Kesukuan. Misalnya kita dapat menyebut Suku Sentani Timur dan Suku Sentani Barat yang walaupun bahasanya satu, tetapi memiliki Ondofolo yang berbeda, maka mereka dianggap dua suku. Selain itu bisa juga terjadi Suku Walak dan Suku Nggem tergabung ke dalam Satu Kepala Suku sehingga mereka dipanggil dalam Satu Kepala Suku saja. (Para antropolog-lah yang bisa membahas hal ini secara rinci.)