FAQs Contact Details  |  Campaign Spotlights  |  Campaign Documents  |  Action Updates  Our Organisations  About Us 
4 Ketiga: Perjuangan bangsa Papua untuk merebut kembali kemerdekaan yang sudah ada, yang dirampas oleh neo-kolonialisme Indonesia."
  Agen-agen Bupati Dalam Tubuh IMMER-Jayapura Mulai Sibuk Jalankan Instruksi Dari Pemda Merauke., oleh Rex Kaiyan, `4 April 2003
4 IBLIS RASUK PDP MASUK NERAKA, D. Radongkir, 15 April 2003
4 Gen. TPN PB Mathias Wenda Menanggapi Sikap Timor Leste terhadap Perjuangan Papua Barat, WPNews Interview 3 Maret 2003
4 Demmak - West Papua Addresses the Green Party Ireland Annual Convention, 1-2 March 2003, in Ennis, Co. Clare, Republic of Ireland
 

Catatan dan Refleksi: Budaya Kekerasan Indonesia (Jawa) dan Tanggapan atas Insident Wamena, 4 April 2003

oleh A. Duwit, Tanah Mataram, Ngayogyakarta Hadiningrat, 14 April 2003

Hanya kepatuhan yang di dapat dipaksakan dengan senjata, tetapi tidak pernah kesetiaan

Hasan Mummad Tiro ( Demokrasi Untuk Indonesia, p. 68 )


***********

“ Kopor Senjata “, “ Operasi Militer “ , “ Kami akan tembak “, “ Perintah Panglima “, “ Penambahan Pasukan “ dan masih banyak lagi kalimat kalimat berbau MILITER adalah yang kini terasa semakin memapatkan dan memenuhi atmosfir wiayah Kabupaten Jayawijaya Propinsi Papua Tanah Papua 

Sebenarnya, jika kita teliti, dapat dikatakan bahwa kejadian pembobolan gudang senjata di Makodim Wamena sudah sangat dan TERAMAT SANGAT diharapkan sekali oleh pemerintah NKRI di Jakarta. Inilah berkat terselubung yang sangat di tunggu – tunggu selama ini. 

Buktinya, setelah kejadian perampasan senjata ini, para petinggi Militer di Jakarta cepat – cepat langsung mengeluarkan pernyataan bahwa usaha penyelesaian masalah di Tanah Papua telah buntu. Di dalam kejadian ini, ELSHAM Papua Barat yang bermakas di Jayapura Papua mengindikasikan adanya kesengajaan , yakni factor ‘ pembiaran’ unsur kekerasan dilakukan oleh rakyat Bangsa Papua. Dan yang lucunya, oleh Kapolri pa Da’i Bachtiar, mengakui suatu fakta, bahwa kejadian ini telah diindikasikan sejak bulan Januari 2003. Aneh memang, yang berbicara Damai, Panel dan Pilar yakni perpanjangan tangan PDP di tiap kabupaten dihambat perkembangannya, namun yang berbau kekerasan di ‘piara’. 

“Unsur pembiraan “ jika kita bedah lebih jauh,sebenarnya bertumpuk pada suatu hal. Frustasinya NKRI di dalam menghadapi bahasa ‘ Papua Negeri Damai ‘. Hal ini, mestiya tidak kia herankan, karena di dalam literature sejarah budaya bangsa Indonesia ( Jawa ), bahasa kekerasan amat dikenal dan diakrapi. Meskipun kita harus akui bahwa semua bangsa manusia di dunia mengenal bahkan bahasa kekerasan – bahkan agama pun mengenalnya. Namun pada tulisan ini, saya ingin mengajak kita untuk bersama sama membedah bahasa kekerasan di dalam bangsa Indonesia ( Jawa atau terlebih khususnya lagi, Indonesia harus dimengerti sebagai Jawa Tengah kata Hasan Muhammad Tiro. Tentunya kita akui pula, bahwa sebagai bangsa manusia lainnya di dunia, bangsa Jawa pun memiliki bahasa Damai, namun hal ini tidak akan di bahas dalam tulisan ini. 

**********

Ken Arok, yang menurunkan raja raja di Jawa Dwipa dan P Dewata ( Bali ), melakukan pembunuhan dengan keris Mpu Gandring kepada Akuwu Tumampel yakni Tunggul Ametung – nantinya keris ini akan memakan korban paling sedikit 9 raja. Baik itu kerajaan Singgasari, Majapahit ( dengan peristiwa Bubat), Demak, Pajang ( pembunuhan arya penangsang dengan menggunakan keris Setan Kober ), Mataram Islam ( hukuman memecahkan tubuh menjadi 4 bagian dengan ditarik oleh kuda ke empat arah mata angin oleh Sultan Amangkurat II ), Kasunan Surakarta, dan kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, serta kasultanan Pakualaman. Semua sejarah kerajaan – kerajaan yang berkedudukan di Jawa Tengah ini sangat penuh dengan bau amis darah. Bunuh membunuh, hokum gantung, hokum picis, santet , dan segala macam bentuk kekerasan lainnya, yang dipakai oleh para penguasanya di dalam mendirikan, membungkam, dan menjaga agar kekuasaannya tidak jatuh ke tangan musuh – musuhnya. 

Bahasa inilah yang sering dan biasanya di pakai oleh para elitnya. Pada saat modern pun, Soeharto dengan PKI ‘ yang dikorbankan’ pada tahun 1965 dengan ‘ tumbal sesajen’ kurang lebih 500 ribu jiwa manusia. Bahasa ini, akan semakin nampak bila pesta LUBER itu makin dekat. Karena memang bahasa inilah yang terlebih sering digunakan di dalam Pemilu itu sendiri terutama lewat satgas – satgas bentukan partai serta pemujaan berlebihan terhadap elit Partai ( Megawati, Amien Rais, Gus Dur, KH. Zainuddin MZ, dll ). 

Perebutan kekuasaan yang terjadi di Tanah Jawa ( Tengah ), bahkan sampai saling membunuh ini, dapat terjadi karena kebudayaannya mengenal adanya srata social. Srata social ini dikenalkan oleh kerajaan Mataram Hindu sejak abad ke – 7 Masehi. Sebab agama Hindu mengenal adanya pembagian kasta yakni Sundra, Ksatria, dan Brahma. Banyak peninggalan yang ditinggalkan oleh kerajaan ini, semisalnya Candi Prambanan. Hal ini, makin diperteguh oleh pembagian bahasa Jawa ( Tengah ) yang mengenal adanya pembagian bahasa menjadi 3 tingkatan – bukankah jantung sebuah kebudayaan adalah bahasa ? Di mana bahasa tertingginya adalah bahasa Jawa Kromo, yang digunakan oleh para raja dan kerluarganya serta para abdi ndalem di dalam kraton. Srata bahasa ini, mengakui adanya suatu tingkatan. Hal ini membuat semua orang di Tanah ini berlomba untuk menuju tingkat paling atas ( raja ), meskipun itu harus mengorbankan nyawa orang lain. 

***********

Mungkin dapat dikatakan, secara singkatnya, dengan sedikit malu – malu ( karena analisis ini terlalu lemah ), bolehlah saya menarik suatu hipotesa, bahwa mereka – terutama kalangan elit – pada umumnya tidak mengenal konsep DAMAI di dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi. Kalaupun ada, itupun jarang digunakan. Apalagi jika masalah itu telah menyangkut masalah kursi/ jabatan/ kedudukan. Sehingga konsep penyelesaian masalah secara damai yang dimiliki oleh Bangsa Papua – semisalnya ‘ ANAK PERDAMAIAN ‘ yang dimiliki oleh suku Dani yang ditopang oleh kensep peralihan kekuasaan lewat kebudayaan BIG MAN ( Orang Besar ) – agat sedikit asing dalam khasana sejarah budaya bangsa Indonesia ( suku Jawa ). 

Peralihan kekuasaan secara Damai, mungkin baru mereka pelajari sejak tahun 1955, yakni lewat peristiwa lima tahunan yakni Pemilu yang katanya adalah peristiwa yang LUBER ( Langsung, Umum, Bebas, Rahasia ). Toh, sedemikian, faktanya adalah peralihan kekuasaan jabatan Presiden dari Soekarno, Soeharto, dan K. H . Abdulrahman Wahid, serta Ibu Megawati Soekarnoputri, dapat dikatakan dilakukan pula dengan pola yang sama yakni bahasa kekerasan ( lewat kudeta – kudeta terselubung karena yang duduk diatas engan turun dari jabatannya sehingga dipaksa turun – meskipun misalnya masa jabatanya belum habis ). 

Inilah sekuku ireng sejarah budaya bahasa kekerasan bangsa Indonesia ( baca : Jawa Tengah ) , yang dengannya kita dipaksa bergabung. 

**********

Krisis kepemimpinan demorasi ( yang terjewatahkan/ terjelmahkan lewat bahasa kekerasan ) ini di akui oleh Prof. Teungku Yakub ( Mantan Rektor UGM ), dengan mengatakan di harian local Jogkarta ( KR ) bahwa ‘ kita memerlukan waktu selama satu generasi lagi untuk mengatasi persoalan bangsa ini ‘. Ataupun bahasa senada yang di ungkapkan oleh ( alm ) Bapa Romo YB Manguwijaya – yang sangat mengkritik MILITERISNE dalam pendidikan di Indonesia - di dalam bukunya mengatakan , ‘ kita hingga tahun 2040 baru dapat menjadi bangsa yang dewasa ‘. 

Inilah faktanya. Ringkasnya, bangsa ini ( Indonesia ), miskin pemimpin ( namun banyak pejabat ). Hal ini di dukung oleh literature budayanya yang mengenal dan mengakrapi bahasa kekerasan, di dalam mempertahankan kekuasaan/kedudukan. Sehingga tidak usahlah kita herankan, jika selama ini bahasa kekerasanlah di ‘ gemari ‘ oleh para pemimpin bangsa ini, di dalam menyelesaikan tiap masalah di dalam NKRI. 

Sehingga sayapun, terdorong untuk mengambil suatu kesimpulan yang sama dengan redactor harian Kompas pada minggu lalu ( sayang alamat situs tajuk rencanya tidak dapat di buka, namun kalau tak salah, tanggal 9/10/11 ), bahwa tidak selesainya kasus Bangsa Acheh dan bangsa Papua – secara DAMAI – adalah gambaran ketidakbecusan para politisi ( sipil ) kalangan Bangsa Indonesia ( Jawa ) – yang adalah gambaran budaya bahasa kekerasan yang telah mereka miliki sejak lama. 

**********

Akhirnya, selamat hari raya Paskah bagi Umat Kristiani di mana saja



Engkau meminta kepada-Ku : " Hari itu..."
Aku berkata : " Hari ini..."
Engkau meminta kepada-Ku : " Ingatlah aku..."
Aku berkata : " Aku beserta denganmu, bukan hanya ingat "
Engkau minta Aku untuk mengingat engkau di dalam kerajaan-Ku
Aku berkata : " Di dalam Firdaus juga... "
Aku mencintai engkau, jauh lebih dari doamu yang terindah
Aku memberi anugerah kepadamu, jauh lebih berarti dari imanmu yang paling baik
Meskipun imanmu tepat, meskipun doamu baik, tetapi belum pernah melampaui anugerah dan janji-Ku
yang jauh lebih besar
dari iman dan doa permintaanmu 

FB.Meyer 



Salam hormat, doa dan kasih 

Alberd B Duwith

Anggota IPMA PAPUA DIY 

------------------------------------------ 

NB : ( Sumber : Stephen Tong ; Seri Kristologi, 7 Perkataan Salib ; Lembaga Reformed Injili Indonesia; Jakarta, 1992 Edisi ke 4 , hal. 39 )
============================================ 

Alberd B Duwith 
Pogung Rejo Blok D no 39 RT 16/RW51c/SIA 
Mlati Sleman DIY Indonesia 
God Bless You and the Land of Papua,... 
Ada apa dengan HIV/Aids di Tanah Papua ?? 
============================================ 

   
© Copyright 1999-2002. All rights reserved. Contact: Tribal_WEBMASTER   by The Diary of OPM