Hidup di dunia ini
berarti berenang di benua persoalan-persoalan. Dan
persoalan-persoalan itu tidak akan pernah habis. Dan
kalaupun habis, dia tidak akan pernah berlalu. Karena kita ada di dunia.
Dunia ini juga tidak pernah punya
jawaban-jawaban untuk Anda dan saya. Yang dia punya hanyalah
pertanyaan-pertanyaan. Dan sialnya, kita yang dilahirkan ke
dunia inilah yang disuruh menjawabnya.
Karena itu, adalah
tugas manusia, yaitu Anda dan saya, untuk memecahkan
persoalan-persoalan itu, dan menjawab pertanyaan-pertanyaan
itu.
Tetapi jangan
pernah bermimpi sedikitpun, bahwa dengan menyelesaikan satu
persoalan, dan dengan menjawab satu pertanyaan, maka
persoalan dan pertanyaan itu tuntas. Jangan dulu !
Karena pemecahan Anda, dan
jawaban Anda akan, harus, pasti, secara otomatis justeru
melahirkan persoalan dan pertanyaan baru. Begitu dan
seterusnya.
Dasar kita hidup di
bola bumi yang tidak punya ujung dan pangkalnya.
Benar, hidup di dunia
ini berarti hidup di tengah-tengah, di dalam, di atas, di
bawah, dan sebagai persoalan-persoalan dan
pertanyaan-pertanyaan, dan bukan sebaliknya. Jangan sampai
kita salah di sini !
Tetapi kita manusia,
kita tidak menyerah sebatas itu. Kita punya akal, pikiran,
dan perasaan. Senjata kita lengkap untuk menghadapi dan
bertahan atas persoalan-persoalan dan pertanyaan-pertanyaan
itu.
Moga-moga, tiga
kunci praktek kolonialisme (imperialisme) dan empat muslihat
penjajah serta satu alat pendukung muslihat penjajah ini
membantu kita membuka mata hati dan berjuang terus untuk
tetap survive dan selanjutnya terus maju ; Tetapi jangan
salah, bukan menang!
menjadikan
persoalan-persoalan dan pertanyaan-pertanyaan itu bukan
sebagai rintangan, melainkan sebagai batu loncatan untuk
terus maju ;
membela HAM, Demokrasi,
dan supremasi hukum, yaitu kebenaran mutlak, keadilan abadi
dan kasih sejati bagi tanah air bangsa Melanesia, kalau
bukan untuk planet bumi kita. Paling tidak begitu ![1]