|
|
Theys H. Eluay:
Perjuangan Papua Barat adalah Untuk Mendapatkan Pengakuan atas
Kemerdekaan yang Sudah Ada, TAPI MENGAPA???
Ketiga, Alm. Ondofolo Dortheys Hiyo Eluay pernah katakan dalam wawancaranya dengan Tempo Interaktif bahwa "Perjuangan bangsa Papua di Papua Barat berbeda dengan perjuangan rakyat Timor Leste karena perjuangan orang Papua bukan untuk mencapai kemerdekaan, tetapi untuk merebut kembali kemerdekaan yang sudah ada, yang dirampas oleh neo-kolonialisme
Indonesia."
Benarkah demikian? Tetapi kenapa Timor Leste merdeka dan berdaulat duluan? Atau mengapa Papua Barat lebih lama berjuang daripada teman-teman sebangsa Melanesia di Timor Leste?
Jawabannya sudah kita lihat dalam surat sebelumnya, mengulas kata-kata Ketua PDP atau beliau lebih senang dipanggil Ketua Dewan Adat Papua sekarang, Thom Beanal. Juga ulasan ucapan Alm. Theys sebelumnya juga telah memperjelas, tetapi mari kita lihat kelanjutan ceritanya.
Kira-kira alasan pertama yang orang Papua, khususnya elit politik Papua Barat selalu beralasan bahwa teman-teman di Timor Leste untung karena mereka mendapat dukungan politik dan financial dari negara jajahannya Portugal, dan dalam hal ini Papua Barat diabaikan sama sekali oleh penguasa kolonial Belanda.
Benarkah begitu?
Betul, Portugal adalah negara termiskin di seluruh negara-negara di European Union, tetapi sebagai negara Eropa telah berbuat banyak dalam mempromosikan kemerdekaan Timor Leste.
Ada elit politik lain, khususnya mereka yang banyak dengar dari orang-orang Barat dan orang Indonesia beralasan bahwa Timor Leste adalah bekas jajahan Portugal, dan orang Papua punya penjajah sama dengan orang Indonesia, yaitu Belanda, jadi kita patut atau tidak punya alasan kuat untuk memisahkan diri, lebih sulit daripada orang Melanesia di Timor Leste.
Betul demikian?
Benar, kita punya sejarah penjajahan yang berbeda. Tetapi itu sebenarnya bukan alasan pokok. Memang benar, tetapi kalau kita lacak secara hukum kolonial, ada banyak hal yang menarik. Yang menonjol adalah bahwa Papua Barat dijajah ratusan tahun setelah penjajahan di Indonesia. Belanda hanya masuk ke Papua Barat akhir 1800-an. Lalu hal kedua adalah bahwa Belanda tidak deklarasikan Papua Barat sebagai wilayah jajahan, tetapi statusnya adalah salah satu provinsi dari Belanda sendiri. Sama statusnya dengan Suriname, sama saja dengan Provinsi Den Haag, Provinsi Amsterdam, dan Papua Barat disebut Provinsi Netherlands New Guinea. Yang lain, waktu NKRI diproklamirkan tahun 1945 dan waktu Belanda mengakui proklamasi kemerdekaan itu, Papua Barat tidak ada dalam peta NKRI waktu itu, tidak ada sama sekali. Jadi, secara hukum, proklamasi itu berlaku hanya dari Moluccas sampai ke Sabang.
Alasan ketiga yang sering dipakai adalah bahwa ada banyak orang Timor Leste di luar negeri dibandingkan orang Papua.
Begitukah?
Dalam jumlah aktivis, benar mereka lebih banyak, tetapi dalam jumlah politisi, Papua Barat punya lebih banyak orang. Aktivis Papua Barat sudah punya akses dan jaringan cukup luas di seluruh dunia. Tetapi kenapa tidak bisa maju?
Alasan lain, dan ini alasan-alasan yang lebih penting lagi, yaitu sebagai berikut:
Kesatu: Bahwa orang Papua tidak berjuang dalam roh persaudaraan dan kebersamaan. Satu salahkah yang lain dan yang lain membenarkan diri sana-sini.
Kedua: Bahwa orang Papua Barat tidak punya dana cukup untuk memperjuangkan Papua Merdeka.
Ketiga: Bahwa ada kesulitan besar untuk mengorganisir diri karena berbagai suku dan wilayah yang luas serta kekurangan media komunikasi.
Benar?
Alm. Theys Eluay sudah bilang, "Papua Barat sudah merdeka, dan kita berjuang untuk pengakuan atas kemerdekaan itu!" Lalu Thom Beanal sudah katakan juga: "Orang Papua sendiri yang bikin kacau perjuangan ini!"
Kalau begitu, apa tugas generasi muda sekarang?
Inilah kira-kira saran dari saya, mau dengar boleh, tidak juga hak Anda, hanya tanah Papua yang menjadi hakim buat apa yang kita buat, yang kita pikir dan yang kita katakan.
Pertama: Orang Papua perlu dan hal ini sangat mendesak, untuk membentuk sebuah lembaga pemersatu, khususnya pada arena politik dan diplomasi dunia/ internasional.
Hal ini akan mengurangi berita simpang-siur dan saling busuk-membusukkan antara sesama pejuang sendiri. Ada yang menamakan diri dari Gereja, ada yang memakai topi pembela HAM, ada yang menamakan diri tokoh adat, ada yang bilang tokoh perempuan Papua, ada pula yang memakai nama PDP, TPN/OPM, TAPOL/NAPOL dan berbagai macam nama yang saya sendiri sudah lupa karena begitu banyaknya nama-nama dan pangkat-pangkat itu.
Mereka keliling dunia, sebarkan benih-benir perbedaan yang sudah lama berakar-urat. Perbedaan-perbedaan itu, kalau dilihat dari dunia luar, menunjukkan betapa tidak matangnya perjuangan ini. Mereka tidak paham bahwa Papua Barat punya lebih dari 245 suku-bangsa, karena itu kalau ada 245 lebih perbedaan pendapat adalah wajar dan masuk akal. Mereka melihat peta Papua Barat, dan melihatnya sebagai satu saja.
Kenapa orang-orang ini keliling dunia dan menonjolkan diri sendiri? Bagaimana menghentikan mereka?
Alasan kenapa adalah karena mereka belum matang berpolitik, yang dalam bahasa Papua disebut
TIDAK TAHU ADAT. Mereka lupa bahwa pada tingkat internasional mereka tidak lagi berbicara mewakili diri atau suku mereka, tetapi mewakili Papua Barat. Ini bukan berarti dilarang memakai organisasi masa atau politik mereka. Tidak berarti dilarang memakai nama LSM dan organisasi masa di tingkat dunia. Yang menjadi isu adalah, "Apa yang mereka katakan tidak boleh mewakili suara lembaga atau suku atau pribadi mereka!" Mereka harus berbicara mewakili suara rakyat mereka. Mereka lebih condong melihat PDP sebagai cara untuk bersuara. Tetapi aneh, PDP sendiri sudah banyak variasi suara-suara dan kadangkala malahan bertentangan. Apa sebabnya? Karena di benak mereka, ketika suara itu keluar, mereka sebenarnya mewakili lembaga atau pribadi mereka, bukanlah bangsa Papua.
Apa yang perlu dilakukan oleh Pemuda Papua Barat:
- Pertama,
jelas pemuda Papua Barat harus punya visi ke depan. Bahwa Pemuda perlu punya Lembaga Pemuda di Tingkat Dunia. Pemuda harus bangkit dan membentuk sebuah Lembaga. Katakanlah misalnya Coallition of Papuan Students for West Papua Independence atau nama lainnya yang cocok. Organisasi Mahasiswa sekarang harus atur Konferensi-Konferensi tingkat Internasional, di mana mereka memilih Jurubicara-Jurubicara Bidang Politik, Keamanan, dll, dan memberikan mandat Politik kepada wakil-wakil mereka untuk berbicara di tingkat dunia.
Mahasiswa potensial, bukan di Papua Barat saja, tetapi di seluruh belahan bumi kita, untuk merubah wajah politik di manapun juga.
Sudah lama, Pemuda dan Mahasiswa Papua Barat terlarut dalam "the politics of vested interests" dari generasi tua Papua Barat. Mereka pikir mereka sudah ada dalam garis yang benar, tahu-tahu setelah tahun dan bulan selang, mereka injak di tempat salah. Mereka mau keluar, sudah terlanjur, mereka mau perbaiki, tak berdaya, mereka mau berhenti, sudah terlambat.
Generasi Muda Papua Barat harus mampu mendesak PDP, TPN/OPM, Demmak, Bintang 14, dll untuk membentuk sebuah lembaga Internasional untuk Papua Merdeka; - entah itu bernama West Papua National Authority, West Papua National Congress, Papuan Peoples' Congress for West Papua Independence, atau nama lainnya yang dianggap cocok.
Generasi Muda Papua Barat tidak boleh duduk menggerutu, gigit jari dan frustrasi di bangku kuliah. Kalian dan termasuk saya sendiri, HARUS BANGKIT, dan ambil alih tongkat estafet itu, dan mendorong generasi tua untuk "Behave properly" alias "Bikin yang baik sudah!" Bukan berarti ganti posisi Thom Beanal, itu tindakan Tidak Tahu Adat!
Yang dimaksud adalah memberikan masukan, kritikan, dan bila perlu mulai ambil tindakan nyata di kalangan organisasi mahasiswa sendiri yang sudah menjamur sana-sini di Papua Barat, di Indonesia dan di luar negeri.
Dan jangan lupa, kalian punya teman-teman, umat manusia muda di luar negeri sedang tunggu tak sabar-sabarnya untuk mendukung Anda. Cuman itu kesalahan Anda sendiri, kaum muda Papua, untuk membuka sayap dan terbang seluas-luasnya, untuk berbicara untuk bangsamu. Maaf, ini saran kalau Anda memang bentuk organisasi mahasiswamu untuk Papua "M". Kalau bukan itu tujuanmu, lupakan saja saran ini.
-Kedua,
bangsa Papua perlu membentuk sebuah lembaga, entah dengan nama Financial Committee for West Papua Independence, atau sejenisnya.
Kalau Anda pernah duduk di salah satu kursi di GOR Port Numbay, tanggal 28 Mei - 4 Juni 2000, Anda pasti sudah dengar isu ini. HANYA SATU ORANG, sekali lagi, CUMAN SATU PEMUKA PERJUANGAN PAPUA BARAT yang bicara tentang pentingnya "Dana Revolusi Papua Barat". Tokoh itu kita lebih kenal dengan nama Mr. Moses Weror, alias Tete Moss Melanesia.
Lalu apa tanggapan dari meja pimpinan/ kongres waktu itu? NOOOOOOLLL!!!! Bilang terima kasih atas sumbangan pikiran yang significant inipun tidak pernah saya dengar sebagai salah satu yang datang ke situ untuk menonton drama itu. Itu kelemahan visi politisi Papua Barat.
Eh, heran sekali! Sangat heran! atas tanggapan NOL itu. Mengapa orang-orang itu minta uang ke Gus Dur? Mengapa mereka minta sumbangan dari Freeport MacMoRan, Gold & Copper, Inc.? Mengapa mereka tidak berani minta uang dari rakyat mereka sendiri? Aneh tapi nyata, tetapi berbahaya. Ada udang di balik batu!
Apa kalkulasi Om Moss salah? Sama sekali tidak. Kalau 50,000 orang Papua saja yang menyumbang Rp.1,000,- per bulan, maka Dana Revolusi Papua Barat akan berjumlah sebulan sebesar Rp.50,000,- X Rp.1,000,- SAMA DENGAN Rp.50,000,000 (Terbilang: Lima Puluh Juta Rupiah), sama dengan sekitar US Dollars $6,000) sebuah jumlah yang tidak sedikit. Bagaimana kalau 100,000 orang Papua menyumbang? Bagaimana kalau 200,000 orang menyumbang? Dan seterusnya Anda bisa hitung dan menganga sendiri betapa besarnya dana yang sebenarnya bisa dikumpul OLEH ORANG PAPUA SENDIRI.
Apakah orang Papua miskin sehingga tidak bisa menyumbang? Apakah orang Papua tidak menyumbang karena tidak perduli? Apakah orang Papua bodoh sehingga tidak memperhatikan kebutuhan ini?
SAMA SEKALI TIDAK.
Buktinya saya sendiri. Mana Freeport pernah bantu satu senpun buat semua perjalanan, pekerjaan dan upaya saya. Mana Gus Dur pernah mau bantu saya? Mana orang asing yang punya interest di Papua Barat mau bantu saya? Mana? Tidak pernah sama sekali. Dan kalaupun mereka mau, maaf, itu bukan kebutuhan sekarang.
Buktinya banyak pejuang di Papua Barat, di Jawa dan di luar negeri hidup karena dukungan orang Papua sendiri.
Mau apa lagi, ORANG PAPUA SUDAH BERIKAN NYAWA UNTUK PERJUANGAN INI, apa artinya dana itu? Apa artinya seribu perak sebulan?
Tetapi mengapa, oh mengapa? Kenapa tak ada yang menyumbang?
- Alasan kesatu karena mereka tidak percaya kepada para politisi yang menamakan dirinya, "Saya mau bicara buat Anda!" karena orang Papua sudah pandai karena ditipu banyak, oleh orang Barat, oleh perusahaan asing dan nasional, oleh pejabat lokal, orang-orang mereka sendiri, oleh Sukarno, oleh Suharto, oleh Megawati. Perlu pelajaran apa lagi? Mereka sudah pandai membaca tipuan-tipuan penghianat, pengecut, penipu dan pembunuh yang rakus, terkutuk dan laknat itu.
Tak mungkin orang Papua sebodoh itu mau berikan dana kepada orang yang mereka tahu tidak benar!
- Alasan Kedua, karena wadah perjuangan seperti PDP, Bintang 14, Demmak, TPN/OPM belum membuka mulut dan minta secara terbuka untuk menyumbang Dana Revolusi. Setelah usulan om Moss itu, isu itu tenggelam ditelan lautan teduh, tak bakalan muncul lagi.
Kalau orang tua Anda sudah sanggup berbuat sesuai keterbatasan mereka, termasuk menyumbangkan nyawa mereka untuk "M", betapa teganya pemuda Papua berpesta-pora dan bersenang-senang, katanya memakai uang Otsus boleh saja, dan enggan berbuat untuk tanah airnya!
Orang Timor Leste tidak hanya merdeka karena dukungan dana dari Portugal, sama sekali tidak. Mereka merdeka karena anak-anak sekolah di Pulau Jawa khususnya tidak memikirkan diri mereka sendiri. Mereka menjual sandal, sepatu, celana dalam, baju kaus, seragam sekolah, pena dan pensil, buku pelajaran, semuanya dijual. Mereka mengorbankan semuanya untuk membiayai seluruh kegiatan mereka. Itu bukan hanya di Pulau Jawa, di luar negeri-pun demikian. Saya sempat bertemu beberapa aktivis di Eropa yang pernah tanya saya kalau mau beli sepatunya, katanya begini, "Sobat, saya mau jual sepatu, tapi bekas jadi kasih Poundsterling £10 saja!" Saya tidak beli, tapi orang barat lain beli. Lalu beberapa minggu kemudian karena saya penasaran, saya tanya, "Kenapa jual sepatu?" Dia bilang apa? Di bisik ke telinga saya, "Saya harus ke Brussel untuk demo, dan perlu uang bus!" Hati saya hancur, dan air mata jatuh, dan pertanyaan keluar sendiri seperti air mata, "Kenapa teman-teman dan adik-adik saya mahasiswa/ pemuda Papua tidak seperti ini?"
-Alasan Ketiga, kita orang Papua, khususnya elit politik yang ada di luar negeri harus duduk bersama-sama dan bersalut-sapa, saling merangkul dan mengakui kekurangan dan kelebihan masing-masing. Selama ini konferensi-konferensi tingkat internasional hanya diorganisir oleh orang Barat yang konon sebenarnya sudah satu dalam pikiran dan aksi mereka. Sedangkan orang Papua sendiri yang tidak ada kesatuan dan kesamaan dalam strategi perjuangan mereka tidak pernah mau ketemu, ataupun tidak pernah ada pikiran untuk bertemu.
Oleh karen itu, Pemuda Papua-lah yang harus bangkit, mendorong kejadian itu terjadi.
Benar bahwa Papua Barat sudah merdeka, dan perjuangan ini hanya untuk mendapatkan pengakuan, tetapi rupanya perjuangan itu lebih parah, lebih panjang, lebih memakan dana, tenaga, waktu dan nyawa. Ternyata perjuangan itu tidak segampang teori.
Tetapi, Alm. Ondofolo Dortheys Hiyo Eluay sudah bilang, "Darah dan Nyawa saya akan mengantar Bangsa Papua ke pintu gerbang kemerdekaan/ kedaulatan." Itu pesan orang yang sudah pergi ke alam baka. Itu pesan yang ditinggalkan buat ANDA dan saya, buat generasi penerush perjuangan Papua Merdeka. Itu kata orang yang sudah tiada di alam fana ini. Itu kata orang tua. "Apakah kita lupakan
saja?"
Ini merupakan tulisan keempat (BERSAMBUNG)
|