Sobat Papua,
Aksi desakan PDP bersama pilar-pilarnya serta berbagai elemen
masyarakat terhadap demokratisasi, pengungkapan kasus
pelanggaran HAM, khususnya kasus penculikan dan pembunuhan
ketua PDP Theys Hiyo Eluay Kamis 16 Mei kemarin berlangsung di
‘rumah rakyat’ DPRD Provinsi Papua.
Simak laporan selengkapnya :
DPRD Papua Dihadiahi Peti Mati
Hasil KPN Ditolak, DPRD Diminta Libatkan Internasional
NUMBAY-Ancaman Sekretaris PDP, Thaha Moh Alhamid untuk demo
(turun) ke Kantor DPRD seperti yang diungkapkan di depan massa
pada acara 1 Mei lalu, Kamis kemarin diwujudkan. Kurang lebih
seribu massa dari berbagai elemen, kemarin melakukan aksi demo
damai di Kantor DPRD Papua.
Para pendemo yang terdiri dari elemen masyarakat seperti Panel
Mahasiswa se-Jayapura dan semua Senat-Senat Mahasiswa
Perguruan Tinggi negeri dan swasata yang ada di kotajayapura,
Dewan Adat Papua serta Dewan Presidium Papua (PDP), Tapol
Napol, itu menanyakan kerja KPN atas Kasus Theys yang hasilnya
kurang memuaskan masyarakat Papua.
Sebelum memasuki Kantor DPRD, sebagian masyarakat Papua yang
sudah menunggu di Taman Imbi sejak pagi langsung bergabung
dengan para mahasiswa yang baru tiba dengan menggunakan
beberapa bus damri dan truk. Mereka melakukan long march
melalui jalan Ahmad Yani memutar lewat jalan Percetakan
kemudian masuk jalan Dr Samratulangi.
Dalam aksi demo damai ini, selain membawa 4 spanduk, juga
menggotong sebuah peti (Mati) jenasah yang dibungkus kain
hitam dengan panjangnya kira-kira satu meter lebih, 3 krans
bunga, salib dan beberapa pamflet serta sebuah bendera Bintang
Kejora.
Pada spanduk warna biru dengan panjang kira-kira lima meter
tertulis dua kalimat masing-masing, ‘jangan korbankan rakyat
Papua dan prajurit demi kepentingan politik para penguasa
RI’: ‘Rakyat menolak hasil KPN karena tidak mengungkap
(motif) alasan yang memberi komando’.
Selanjutnya pada spanduk hijau, tertulis ‘rakyat Papua
menolak dengan tegas hasil kerja KPN dalam mengungkap kasus
pembunuhan Theys’. Pada spanduk warna hitam, ‘tertulis KSI
protes kejahatan negara terhadap kemanusiaan di Papua’.
Sedangkan spanduk yang berwarna putih tertulis ‘kami mau
kejujuran sendiri banyak kekerasan negara akan runtuh’.
Kemudian pada salah satu krans bunga tertulis ‘berduka cita
Kel. Besar Mahasiswa/i seluruh Papua atas meninggalnya
kejujuran dan keadilan yang sudah terjadi selama 38 tahun di
Tanah Papua’.
Aksi Demo damai yang berlangsung cukup tertib dan dimulai
sekitar pukul 10.45 Wit itu, setibanya di halaman Kantor DPRD,
beberapa perwakilan dari mahasiswa langsung melakukan orasi di
halaman Kantor DPRD Provinsi Papua.
Selain orasi, juga ada pernyataan sikap politik dan tuntutan
yang disampaikan. Adapun tuntutan yang dibacakan Apolos Sroyer
dari Pilar Mahasiswa yang ditandatangi oleh Pilar Pemuda
(Corneles Yenuaring), Sekretaris Jenderal PDP (Thaha Moh
Alhamid), Moderator PDP (Pdt Herman Awom), Istri Alm Theys (Ny
Yeneke Ohee Eluay), Ketua Senat STT Ottow Gleitser (John
Baransano), Ketua Umum SMPT-Uncen (Yusak Andanto) dan Dewan
Adat Papua (P Suebu).
Dalam pernyataan sikap itu antara lain mengatakan, penindasan,
penculikan, penganiayaan, pemerkosaan dan pembunuhan secara
tidak manusiawi yang dilakukan oleh Negara Kesatuan Republik
Indonesia terhadap orang Papua sudah berlangsung sejak wilayah
Papua diintegrasikan kedalam wilayah NKRI.
Tindakan kekerasan dan kejahatan negara dan pelanggaran Hak
Asasi Manusia yang secara terus menerus dilakukan di Papua
oleh pemerintah Republik Indonesi berawal dari aneksasi bangsa
Papua ke delam Negara Kesatuan Republik Indonesia melalui
proses Pepera yang secara hukum cacat moral dan menjatuhkan
kewibawaan lembaga dunia PBB yang ketika itu menetapkan Papua
sebagai bagian dari NKRI. Fenomena ini kemudian menjadi awal
yang memicu berbagai pelanggaran dan kejahatan kemanusiaan di
Papua pada hampir setiap tahun.
Kemudian sejumlah peristiwa kemanusiaan seperti Wamena
berdarah, Timika berdarah, Manokwari berdarah, Biak Berdarah,
kasus Abepura, juga sejumlah nama seperti Arnol, Edu Mofu, M
Salossa, Thomas WP Wanggai dan dipenghujung tahun 2001
penculikan dan pembunuhan Ketua Presidium Dewan Papua Theys
Hiyo Eluay, hilangnya Aristoteles dan yang terakhir pada Jumat
10 Mei 2002 usaha pembunuhan terhadap saksi kunci kasus Theys
Yeret Imowi dan masih banyak lagi kejahatan yang dilakukan
negara, namun hingga saat ini tak satupun terselesaikan.
Sehingga, menurut pernyataan sikap itu, realitas ini apabila
dibiarkan berlangsung terus menerus, maka patut dipertanyakan
apakah ada hak hidup bagi bangsa dan rakyat Papua?
Masih dalam pernyataan sikapnya, dengan berdasarkan pada
realiatas yang dialami rakyat Papua hingga detik ini, maka
rakyat Papua mendesak DPRD Provinsi Papua bertindak
berdasarkan Keputusan DPRD Provinsi Irian Jaya No 12/DPRD/2001
tentang pernyataan pendapat DPRD Provisi Irian Jaya atas
kematian Theys Hiyo Eluay serta situasi dan kondisi Kamtibmas
di Provinsi Papua untuk merealisasikan tuntutan rakyat.
Pertama, rakyat Papua menyatakan menolak dengan tegas semua
hasil kerja KPN dan menuntut DPRD untuk membentuk Komisi
Penyelidik Pelanggaran HAM Papua dengan melibatkan pakar-pakar
hukum internasional dan mendesak diadakannya pengadilan HAM di
Papua.
Kedua, terhadap kasus penculikan dan pembunuhan Ketua PDP,
Ketua Lembaga Adat Papua, Alm Theys Hiyo Eluay, maka rakyat
Papua mendesak DPRD Provinsi Papua untuk segera bersidang dan
menyatakan kasus ini sebagai kejahatan negara terhadap
kemanusiaan di Tanah Papua.
Ketiga, rakyat Papua mengutuk semua tindakan kekerasan dan
kejahatan negara terhadap kemanusiaan dan menuntut agar Papua
dinyatakan sebagai zona damai dan semua pasukan non-organik
harus ditarik dari Tanah Papua agar proses penegakan hukum
dapat berlangsung dengan baik.
Keempat, DPRD Provinsi Papua sebagai wakil rakyat segera
mengeluarkan peraturan daerah yang menjamin hak hidup
masyarakat Papua. Apabila pemerintah RI tidak dapat menjamin
hak hidup sesuai dengan ketentuan dan hukum yang berlaku di
Indonesia, maka DPRD Provinsi Papua dan rakyat Papua dikatakan
harus meminta perlindungan PBB, pemerintah Amerika Serikat,
Pemerintah Kerajaan Belanda dan masyarakat internasional.
Kelima, demi penyelesaian menyeluruh tentang status politik
Tanah Papua, maka DPRD Provinsi Papua segera mendorong
penyelesaian diadakannya dialog politik yang berskala nasional
dan internasinal.
ISI MAKLUMAT
Selain tuntutan, juga ada maklumat yang dinamakan Maklumat
Rakyat Papua 16 Mei 2002 yang ditandatangani 22 orang yang
mewaliki eleman masyarakat yang turut dibacakan kemarin.
Maklumat tersebut berbunyi; di bawah kasih dan lindungan Tuhan
Yang Maha Kuasa, dengan disaksikan oleh massa aksi demo damai
di atas Tanah leluhur bangsa Papua, pada hari ini, kamis 16
Mei 2002 seluruh pihak yang bertindak selaku wakil-wakil
masyarakat adat, pimpinan politik, kaum pendidik, perwakilan
organisasi mahasiswa, perwakilan, kaum pemuda Papua serta kaum
perempuan Papua, atas nama seluruh Rakyat Bangsa Papua
mendeklarasikan Maklumat ''Enam Belas'' yang menegaskan bahwa
mulai hari ini, seluruh wilayah Tanah Papua dinyatakan sebagai
zona damai yang bebas penindasan, bebas dari kekerasan, bebas
dari kejahatan negara dan kejahatan kemanusiaan, bebas dari
keserakahan serta harus dibebaskan dari perilaku korupsi kaum
birokrat.
Setiap jengkal tanah asli orang Papua dinyatakan tertutup bagi
gerakan propokasi, laskar jihad maupun gerakan milisi yang
segaja dilancarkan untuk memecah belah persatuan nasionalme
bangsa Papua serta menjadikan Papua sebagai konflik
horisontal.
Persoalan sengketa politik bangsa Papua dengan RI adalah
tuntutan Azasi hak politik yang akan diselesaikan secara
bermartabat dengan pemerintah RI melalui mekanisme dan
prosedur PBB. Hak politik bangsa Papua, tidak boleh dijadikan
alasan untuk menindas, membunuh dan menghilangkan nyawa
manusia secara paksa, tetapi harus dengan jujur dan berjuwa
besar diselesaikan melalui proses dialog nasional dan
internasional.
Kemudian, siapun yang hidup di atas tanah ini, tanpa memandang
perbedaan suku, ras ataupun agama wajib menghargai HAM, hidup
harmonis, patuh pada nilai-nilai adat (agama) serta tidak
boleh menjadi penghianat yang berkolaborasi dengan kekuasaan
untuk melancarkan kejahatan negara terhadap rakyat.
Pada hari ini juga, lanjut maklumat itu, rakyat bangsa Papua
menyatakan kepada Presiden RI, MPR, DPR RI, Pemerintah Daerah,
DPRD Papua serta kepada seluruh dunia, bahwa hak hidup bangsa
Papua sedang terancam.
''Kami menuntut suatu jaminan kemanusian bagi hak hidup bangsa
Papua. Jangan hanya menguras kekayaan alam di atas tanah kami,
sambil berkonspirasi atau membiarkan kami dibunuh,
dikejar-kejar sehingga harus lari meninggalkan kampung halaman
dan keluarga, serta setiap hari terus dibunuh tanpa
pertanggungjawaban moral dan hukum''.
Demi menciptakan Tanah Papua sebagai ''surga yang damai'' bagi
semua orang, pemerintah daerah dan DPRD Papua diminta segera
menetapkan peraturan khusus, jaminan hak hidup rakyat Papua.
Demi menciptakan Papua sebagai zona damai, maka seluruh
pasukan non organik yang ada di atas tanah ini, harus ditarik,
Papua akan aman dan diamankan oleh rakyat dan aparat keamanan
sipil yaitu polisi.
Demi menegakkan penghormatan terhadp hak asazi manusia di
Papua, maka rakyat Papua mendesak Gubernur dan DPRD Papua
untuk segera mendorong pembentukan Komisi HAM Papua yang
independent dan berwibawa serta membentuk pengadilan Hak Asazi
Manusia yang jujur dan adil.
Selanjutnya, peristiwa penculikan dan pembunuhan terhadap
Ketua PDP Theys Hiyo Eluay adalah tindakan kejahatan negara
yang merupakan bagian dari kejahatan kemanusiaan terhadap
bangsa Papua melalui operasi meliter di masa lalu.
Seusai membacakan tuntutan dan maklumat tersebut lamgsung
ditandatangani oleh beberapa pilar yaitu dari PDP, Adat,
mahasiswa, pemuda, dan perempuan.
Kemudian diserahkan ke DPRD Papua yang diserahterimakan dari
Sekjen PDP Thaha Moh Alhamid kepada Wakil Ketua DPRD Papua Drs
Bent Vincen Djeharu.
SIKAP DPRD
Seusai penyerahan, tibalah saatnya DPRD menyatakan sikapnya
atas apa yang telah disampaikan tersebut. Wakil Ketua DPRD
Papua Drs Bent Vincen Djeharu yang mendapat kesempatan
berbicara tersebut menyatakan menerima apa yang disampaikan
oleh pendemo kepada dewan.
Namun pihaknya belum bisa mengambil suatu keputusan, sebab
dewan sendiri mempunyai suatu mekanisme/aturan, apalagi ketua
Dewan tidak ada di tempat dan sebagian besar anggota DPRD
masih berada di daerah.
''Namun, demikian dewan akan mempelajari dan akan membuat
kesimpulan mana yang menjadi wewenang dan tanggung jawab DPR
akan dibawa kedalam Panmus untuk ditindaklanjuti secepatnya.
Demikian juga mana yang menjadi wewenang pusat akan diteruskan
dewan ke pusat,''kata Ben Vincen.
Namun penjelasan tersebut tampaknya belum bisa diterima oleh
para pendemo. Para pendemo menuntut dewan agar langsung
memutuskan. Karena, belum ada kata sepakat.
Karena tidak diperoleh titik temu, maka akhirnya dibawa
kedalam Panmus yang kemudian dihasilkan 3 buah pernyatan sikap
yang ditandatangani 7 anggota DPRD. Mereka yang tanda tangan
masing-masing Drs Ben Vincen Djeharu, Drs Ishak Tabuni
(FPDIP), Gerit Waimuri (FPDI), Drs JT Manurung (FPDKB), GA
Parangin (FPBB), A Hakim Achmad (FPDR) dan Paskalis Kossay (F
Golkar).
Sedangkan dari panel Pemuda/mahasiswa yang ikut tanda tangan
masing-masing Yusak Andanto, Kornelis Yenwaring, Apolos
Sroyer, Y Baransano, dari PDP, Thaha M Almamid, Pdt H Awom,
dan dari Dewan Adat Papua P Suebu, dan Y Jaboisembut.
Adapun isinya dari pernyataan itu, pertama akan mengadakan
rapat Panmus dengan materi aspirasi/pernyataan yang
disampaikan kemarin pada 22 Mei 2002 mendatang.
Kedua, semua anggota dewan yang masih ada di luar Jayapura,
segera dipanggil untuk kembali ke Jayapura untuk mengikuti
Rapat Panmus tersebut dan rapat-rapat selanjutnya.
Ketiga, tanggal 23 Mei 2002 diadakan pertemuan DPRD Provinsi
Ppaua dengan panel-panel pemuda dan mahasiswa, PDP dan dewan
Adat Papua. Aksi demo ini berakhir sekitar pukul 15.20 WIT
yang diakhiri dengan pembacaan doa.
Usai demo di Kantor DPRD, beberapa Ketua Senat Perguruan
Tinggi di Jayapura mendatangi Redaksi Cenderawasih Pos di
Entrop. Mereka adalah Ketua SMPT Uncen Yusak Andato,
Sekretaris I SMPT Uncen Esau J Heipon, Ketua SMPT Stikom Jack
Wanane, Ketua SMPT Stiper Daud R, Perwakilan Asrama Uncen
Darius Kehek, dan Sekum Sema-Fisip Uncen David Silak.
Dalam kesempatan itu, mereka menyampaikan agar DPRD Provinsi
Papua benar-benar serius menagani apa yang telah disampaikan
dalam demo yang dilaksanakan di Kantor DPRD tersebut. Menurut
mereka, hal itu sangat penting, karena masyarakat menilai DPRD
tidak serius melaksanakan apa yang telah disampaikan oleh
masyarakat tersebut.
Selain itu, juga masalah APBD yang sudah ditetapkan dewan
sendiri. Dimana saat ini terjadi pertentangan di antara dewan
sendiri. Mereka membertanyakan mengapa masih ada pertantangan
di antara dewan tersebut.
Kalau ada yang mengatasnamakan rakyat, maka menurut mereka
sejak kapan rakyat berkumpul untuk membicarakan masalah
tersebut. Mereka juga mempertanyakan adanya 4 sikap fraksi
yang akan menyampaikan ke presiden. Menurut mereka lebih baik
masalah tersebut diselesaikan saja di daerah dan tidak perlu
dibawa ke pusat untuk dipertentangkan di sana. ******
Salam
Luc^irW |
|