Kamis, 06/06/02 09:47 WIT
Komnas HAM Didesak Bentuk KPP Papua
Jakarta, Delegasi masyarakat Papua meminta Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) segera membentuk Komisi Penyelidik Pelanggaran (KPP) HAM Papua. Mereka meminta, selain mengusut tuntas pelaku dan otak penyebab kematian Ketua Presidium Dewan Papua (PDP) Theys Hiyo Eluay, KPP juga harus mengungkap pula berbagai pelanggaran HAM di provinsi paling timur itu.
Delegasi dipimpin Ketua DPRD Provinsi Papua John Ibo, disertai mantan anggota Komisi Penyelidik Nasional (KPN) Theys Eluay, Karel Phil Erari, dua pimpinan adat (ondo afi) suku Sentani, yakni Ketua Dewan Adat Philipus Suebu dan Ketua Peradilan Adat Markus Kalem, Ketua Pansus DPRD Papua Agustina Iwanggin Tanamal, serta perwakilan lembaga swadaya masyarakat (LSM).
Mereka mendatangi Komnas HAM dan diterima Ketua Komnas Djoko Soegianto didampingi mantan Ketua KPN kematian Theys, Koesparmono Irsan. Pertemuan antara delegasi masyarakat Papua dan Komnas HAM itu berlangsung tertutup.
Usai pertemuan, Ketua Komnas HAM Djoko Soegianto didampingi mantan Ketua KPN Koesparmono Irsan mengatakan, pembentukan KPP HAM akan ditentukan oleh pendapat akhir, apakah ada pelanggaran berat HAM atau tidak dalam kasus Theys. Hanya saja, Djoko tidak menjelaskan putusan pendapat akhir dari institusi mana.
Setelah Komnas mengirim tim ke Papua beberapa waktu lalu, lanjut Djoko, ditemukan adanya keganjilan dalam kasus kematian Ketua PDP itu. "Kasus ini, dilihat lain dari kejadian (pelanggaran HAM) lalu. Maka muatan politiknya kelihatan kental sekali. Waktu itu, dari pengamatan, ada keterlibatan aparat-aparat tertentu (dalam kasus itu)," ujar dia.
Menurut Djoko, Komnas melihat bahwa kematian Theys merupakan masalah nasional dan tidak terlepas dari berbagai pelanggaran HAM yang terjadi sebelumnya. ''Pada dasarnya kami bisa merasakan apa yang dialami saudara-saudara di Papua. Kami tidak akan meremehkan masalah Papua.''
Sementara John Ibo menyatakan, DPRD Papua telah membentuk pansus kasus Theys pada 16 Mei 2002 setelah menyerap aspirasi masyarakat Papua sejak 30 November 2001.
Pansus yang dibentuk melalui rapat khusus anggota DPRD itu melibatkan unsur-unsur masyarakat Papua. "Dari berbagai pengamatan sementara diduga bahwa kasus kematian Theys adalah kasus pelanggaran berat HAM, karena institusi negara terlibat di sana. Kasusnya merupakan pembunuhan terencana," papar John.
Menurut dia, komponen masyarakat Papua menolak rekomendasi KPN karena tidak memenuhi rasa keadilan dan fakta di lapangan, serta menganggap KPN telah gagal melaksanakan mandat. "Bagi kami, KPN merupakan skenario pemerintah.''
Pemerintah, sambung John, di mata orang Papua belum menunjukkan ketulusan mempertanggungjawabkan secara hukum dan moral peristiwa pembunuhan Theys, apalagi peristiwa pembunuhan di masa lalu.
Ketua Pansus DPRD Papua Iwanggin menambahkan, selain penculikan dan pembunuhan Theys, timnya juga mengungkap raibnya sopir Theys, Aristoteles Masoka.
Ia menambahkan, masih ada sekitar 3.000 kasus pelanggaran HAM, di antaranya penghilangan nyawa, yang menuntut pertanggungjawaban akibat perlakuan represif aparat. (CR-11/P-4-media)
|
|