Sabtu, Juni 15, 2002 05:24:49
Investor AS Enggan Masuk - Papua Akan Lepas dari NKRI
WASHINGTON - Investor Amerika Serikat (AS) saat ini masih enggan masuk ke Indonesia. Mereka masih akan menunggu perkembangan
reformasi ekonomi/politik sebagai bukti kestabilan yang menjanjikan.
Demikian diungkapkan Duta Besar Amerika untuk Indonesia, Ralph L Boyce, dalam acara jamuan makan malam yang diadakan untuk
menutup acara ASEAN Ambassadors Tour, Kamis (13/6) malam, seperti yang dilaporkan oleh koresponden Pembaruan di Washington,
Jasmine Wibisono.
Namun, para investor di San Diego, Los Angeles, Seattle, Detroit, New York, dan Washington DC menyatakan bahwa Indonesia
tetap menjadi negara tujuan bagi investasi mereka di masa yang akan datang.
"Yang terpenting bagi Indonesia adalah membuktikan accountability dengan melakukan reformasi secara kontinu serta memperbaiki
sistem peradilan dan hukum yang benar. Jika itu terlaksana, investor tidak akan ragu untuk berpijak di Indonesia," ungkap
Boyce.
Dalam kesempatan itu, Boyce mengeluhkan soal misi yang diembannya untuk memberikan informasi yang akurat mengenai Indonesia
kepada publik di Amerika. Dikatakan, informasi itu sering terdistorsi dengan pemberitaan negatif media terhadap Indonesia.
Para Duta Besar Amerika untuk negara-negara ASEAN ini berkeliling ke 6 kota besar di Amerika dengan tujuan untuk menekankan
pentingnya hubungan dagang antara Amerika dan negara ASEAN terutama perdagangan bebas antara dua kawasan ini.
ASEAN Ambassadors Tour diselenggarakan oleh US-ASEAN Business Council dan merupakan yang kesepuluh. Sejak pertama kali
diadakan tahun 1992, nilai ekspor Amerika ke negara ASEAN meningkat dari US$24 miliar menjadi US$ 43 miliar di tahun 2001.
Sementara itu investasi Amerika di kawasan ini meningkat tiga kali lipat dari US$ 17 miliar tahun 1992 menjadi US$ 51 miliar
tahun 2000.
Prihatin
Sementara itu pada waktu yang sama, pakar Indonesia Jeffrey Winters mengemukakan keprihatinannya terhadap nasib Indonesia
pasca 2004. Winters yang sedang menyelesaikan buku tentang korupsi di Indonesia mengatakan, selama 32 tahun berkuasa Soeharto
telah menciptakan sistem mafia yang paralel dengan sistem birokrasi.
Celakanya sistem mafia itu menjadi predator yang mematikan birokrasi. Ketika kepala mafia Soeharto lengser, tidak ada kepala
yang menggantikan sedang sistem birokrasi lemah dan malah digerogoti oleh pimpinan partai yang sama sekali tidak mempunyai
moral politik negarawan.
Winters sangat pesimistis dengan perkembangan Indonesia.
Malah ia mengkhawatirkan bahwa Papua pasti akan lepas dari Indonesia sedang Aceh barangkali malah tidak, karena perkembangan
geopolitik global tidak mentolerir lahirnya negara Islam baru di Asia Tenggara.
Kemauan Politik
Sementara itu pengamat ekonomi, Sri Mulyani Indrawati, yang sedang mengajar di Georgia State University dan memimpin
rombongan 35 mahasiswa S-2, juga menyatakan bahwa masalah kemauan politik di Indonesia lebih dominan ketimbang masalah teknis
ekonomis.
Keputusan masalah BPPN, utang, korupsi dan sebagainya memerlukan kemauan politik dan bukan sekadar perhitungan teknokratis
teknis.
Sri Mulyani yang diajak oleh Frans Seda menemui Paul Volcker untuk berbincang masalah makro ekonomi Indonesia, berkesimpulan
bahwa supremasi hukum juga merupakan masalah kunci. "Mencari hakim ad hoc yang imparsial (tidak memihak -Red) untuk
menyelesaikan masalah kebangkrutan saja sangat sulit. Jumlahnya bisa dihitung dengan jari sebelah tangan," tandas Sri
Mulyani.*
|
|