| | | 07 April, 2002 04:45:55 AM
Kapuspen TNI Bantah Dua Jenderal Terlibat Pembunuhan TheysJakarta, Kepala Pusat Penerangan (Puspen) TNI Mayjen Sjafrie Sjamsoeddin menegaskan tidak ada keterlibatan dua jenderal yang disebut-sebut terlibat dalam pembunuhan Ketua Presidium Dewan Papua (PDP) Theys Hiyo Eluay.
Hal itu diungkapkan Kapuspen usai mengikuti shalat Jumat di Mabes TNI Cilangkap, hari ini, Jumat (5/4). Menurutnya, tidak ada perwira TNI maupun lembaga TNI dalam kapasitas seperti yang diinformasikan sejumlah media massa, terlibat dalam bisnis kayu di Irian Jaya.
Jadi, TNI, tidak bisa menyikapi adanya kabar keterlibatan dua jenderal dalam kasus pembunuhan Theys. "Saya yakin, itu tidak ada bahkan, tidak ada laporan yang disampaikan kepada Mabes TNI mengenai hal itu. Laporan yang ada di media massa itu tidak ada faktanya dan temuannya tidak jelas. Jadi tidak bisa kita sikapi," tegasnya.
Mabes TNI sendiri, lanjutnya, tidak pernah memberikan legitimasi kepada perwira-perwiranya untuk terlibat dalam suatu bisnis. Ditambahkan oleh Kapuspen, TNI, sama sekali tidak punya komitmen bisnis dengan grup Hanurata, sebagai pemegang hak pengusahaan hutan (HPH) di Papua.
Kalau pun dua jenderal itu terlibat, kata Kapuspen, mereka itu perwira yang sudah tidak aktif dan tidak ada hubungannya dengan TNI. Apalagi, TNI juga tidak tahu siapa orang-orang yang dimaksud tersebut.
Sedangkan, mengenai indikasi keterlibatan anggota Kopassus pada pembunuhan Theys, Kapuspen enggan untuk menjawab. Ia hanya mengatakan pada saatnya, jika sudah ada bukti-bukti yang kuat, Mabes TNI akan mengumumkan.
Disamping itu, Tim Puspom TNI, akan bertemu dengan Tim Komisi Penyelidik Nasional (KPN) ketiga yang telah mendalami dan mengecek tentang motif dan siapa yang terlibat pada pembunuhan Theys. Pertemuan ini, untuk mensikronisasi hasil temuan KPN dan TNI, untuk dilaporkan kepada Presiden Megawati Soekarnoputri.
Ketika ditanya kapan keduanya akan bertemu? Kapuspen hanya mengatakan menunggu kepulangan tim ketiga KPN tersebut dari Papua.
Bantah terlibat
Sementara itu, Kepala Badan Intelijen Nasional (BIN), AM Hendropriyono, membantah keterlibatannya dalam kasus pembunuhan Ketua PDP Theys Hiyo Eluay. Bantahan tersebut disampaikan Hendropriyono kepada Ketua MPR RI Amien Rais, Selasa malam (2/4), di kediaman Amien Rais, Jalan Widya Chandra IV, Jakarta.
Amien Rais sendiri kepada wartawan, Jumat (5/4), di Gedung DPR/MPR, Senayan, Jakarta, usai menerima Serikat Pekerja Pos Indonesia (SPPI), mengungkapkan, Hendropriyono merasa sedih dikatakan terlibat pembunuhan Theys.(zrp-kcm)
===============
Penyidik Kasus HAM Abepura Periksa 40 Saksi
Jayapura, Tim Kejaksaan Agung (Kejagung) yang melakukan penyidikan terhadap dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) Abepura-Papua (peristiwa Abepura, 7 Desember 2000, Red) telah memeriksa 40 saksi.
Demikian disampaikan ketua tim jaksa, Putu Soeteja, SH, kepada Media di ruang kerja Wakil Kejaksaan Tinggi Papua, kemarin.
Sebanyak 20 jaksa dari Kejagung dikirim ke Papua bersama enam tenaga admistrasi melakukan penyidikan dugaan kasus pelanggaran HAM berat di Abepura-Papua. Tim berada di Jayapura sejak 1 April.
Putu mengungkapkan rekomendasi Komnas HAM melalui KPP HAM Abepura telah dinyatakan lengkap pada 28 Maret 2002. Rekomendasi tersebut saat ini ditindaklanjuti untuk dijadikan bahan bagi jaksa penuntut umum (JPU) dalam pengadilan HAM di Makassar, Sulsel.
Dikatakan, tim jaksa, kemarin, melakukan peninjauan ke tempat kejadian perkara (TKP), termasuk ke Kepolisian Sektor (Polsek) Abepura, tempat peristiwa penyerangan sekelompok warga sipil bersenjata kepada aparat kepolisian 7 Desember 2000 lalu. Penyerangan itu memicu tindakan penyisiran atau pengejaran pelaku penyerangan yang berbuntut pada adanya dugaan pelanggaran HAM berat itu.
"Kami meninjau TKP, termasuk Polsek Abepura itu, untuk melihat kejelasan peristiwa dengan menghubungkan keterangan para korban dan saksi yang sudah dihimpun para Jaksa,'' jelas Putu.
Kapolda Papua, Irjen Made Mangku Pastika, menyatakan akan mendukung proses hukum yang dilakukan pihak kejaksaan.
Sementara itu, Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia (Menkeh dan HAM) Yusril Ihza Mahendra menolak tudingan pemerintah lambat, bahkan tidak serius menggelar pengadilan HAM.
Menurut Yusril, pemerintah Indonesia justru telah bekerja cepat dalam membentuk pengadilan HAM dan menangani kasus-kasus pelanggaran HAM. Indonesia, kata Yusril, menyelenggarakan pengadilan HAM dari tidak ada undang-undangnya menjadi ada. Dan, itu diselesaikan dalam dua tahun. ''Pembentukan pengadilan HAM sesuai dengan komitmen kita kepada Dewan Keamanan PBB pada Februari 2000. Bulan April saya mengajukan RUU pengadilan HAM. Pada Desember 2000 pengadilannya jadi. Kemudian merekrut dan memberikan pendidikan kepada para hakimnya. Dan, Maret 2002 sudah kita buka pengadilan HAM,'' papar Yusril.
Yusril kemudian menantang berbagai kalangan untuk menunjukkan contoh negara mana yang lebih cepat dan lebih serius dalam membentuk pengadilan HAM dan menangani kasus pelanggaran atas kejahatan terhadap kemanusiaan itu.
Dia kemudian merujuk kasus pembantaian oleh Kiu Sampan (Kmer Merah) yang terjadi 25 tahun lalu dengan korban mencapai tiga juta jiwa. Sampai hari ini, kata Yusril, kerja sama pemerintah Kamboja dan PBB untuk membentuk pengadilan HAM di negara itu tidak berhasil. (media) |