|
|
Pangkostrad: Pihak Luar Inginkan Disintegrasi Indonesia
Jakarta, Ancaman disintegrasi nasional tidak terlepas dari skenario internasional. Ada pihak-pihak tertentu di luar negeri yang menginginkan Indonesia terpecah belah.
Hal ini diungkapkan oleh Pangkostrad Letjen Ryamizard Ryacudu dalam ceramah di Konferensi besar GP Ansor ke XIV di asrama haji Pondok Gede, Minggu (21/4).
Menurut Pangkostrad, bangsa Indonesia harus mewaspadai hal ini karena ada pihak-pihak asing yang mendukung munculnya separatisme di Indonesia. karena jika Indoensia terpecah belah akan mudah dikendalikan oleh mereka dan mengurangi nilai strategsi Indonesia.
"Ada skenario seperti itu dari analisis intelijen. Mulai Aceh, Maluku, Irian sudah ada masing-masing negara tertentu yang mengobok-obok supaya mereka lepas dari Indonesia. Bahkan dua minggu lalu, ada rapat bersama dari pihak-pihak tertentu bagaimana melepaskan daerah-daerah itu dari Indonesia," ujarnya.
Ia menambahkan, mulai 1990, ada pertemuan beberapa kelompok di Thailand, disusul sekitar tiga tahun lalu di Singapura. mereka merecanakan bagaimana memecah Indonesia dengan cara melemahkan TNI. "Hal ini menjadi kenyataan pada 1998 lalu. Untungnya TNI tidak terlarut," ujarnya.
Pihak-pihak luarnegeri seringkali melaklukan penetrasi terhadap masalah dalam negeri Indonesia dengan menggunakan isu HAM dan Lingkungan Hidup. Di samping itu, besarnya bantuan asing yang diberikan pada Indonesia, menyebabkan mudahnya negara luar mencampuri kebijakan pemerintah dengan pamrih yang merugikan negara Indonesia.
Ryamizard juga memperihatinkan elite politik yang kerap menyudutkan aparat keamanan dengan menggunakan isu HAM. "Padahal TNI tidak pernah anti HAM.karena itu merupakan kesepakatan yang harus dihormati dan dijunjung tinggi," katanya.
"Asalkan HAM benar-benar murni ditegakkan bukan dengan maksud-maksud lain seperti uintuk melemahkan TNI, kami akan mendukung," ujarnya.
Ia menegaskan masalah separatisme merupakan masalah bersama bangsa, oleh karena itu penyelesaiannya harus melibatkan seluruh komponen bangsa dan diselesaikan secara komprehensif.
Pangkostrad juga menyesalkan krisis multidimensi yang menyebabkan terjadinya perubahan paradigma politik, ekonomi dan kemanan serta tidak disertai perbaikan keadaan. "Seakan Indonesia kembali ke nol lagi atau mundur 50 tahun," katanya.
Menurutnya hal ini terjadi karena Indonesia hanyut dalam eforia reformasi dan tidak menghitung risiko yang terjadi dengan cermat.
Di samping itu, Indonesia belum dapat merumuskan sistem tatananan yang baru menggantikan yang lama. "Yang penting asal berubah dan tidak sepertis sistem yang lama. Akibatnya reformasi diterjemahkan secara keliru. Sehingga yang muncul adalah kondisi ketidakpastian," katanya. (Cay-kcm)
|