April 2002

2002 | 2001 | 2000 | 1999

Jan  |  FebMar  |  AprMay  |  June  |  July  |  Aug | Sept  | Oct  |  Nov  |  Dec

 

 

4 Pihak-pihak yang Ingin Pisah dari NKRI Harus Ditindak Tegas
4 30 Anggota OPM Menyerahkan Diri
4 KPN Hendaknya Tidak Sama Dengan Tim Lain
4 BP Bangun Kilang LNG di Desa Tanah Merah : Selain Hasil Penelitian Masyarakat Juga Setuju
4 Tiga Anggota Kopassus Akan Mengajukan Penangguhan Penahanan
4 Wapres Hamzah Haz: Separatisme Harus Ditumpas
4 Otsus Aceh dan Papua Dinilai tidak Serius
     
4/27/2002 4:43:44 AM 

Otsus Aceh dan Papua Dinilai tidak Serius


Brussel, Beberapa aktivis HAM di Parlemen Eropa di Brussel menuduh Pemerintah RI tidak serius menerapkan otonomi khusus (otsus) bagi Provinsi Nanggroe Aceh Darusalam (NAD) dan Papua.

Dalam seminar sehari yang bertemakan Indonesia -- Between Regional Autonomy and Military Rule dan berlangsung hingga Kamis sore (Jumat WIB), seperti dikutip Antara itu, para pembicara yang sebagian besar mewakili lembaga swadaya masyarakat (LSM) di dalam dan luar negeri umumnya menyangsikan keseriusan pemerintahan Megawati dalam menerapkan otsus serta memajukan demokrasi.

Seminar yang diselenggarakan atas inisiatif anggota Parlemen Eropa asal Finlandia, Matti Wuori, itu menampilkan pembicara Ketua LSM Tapol, Carmel Budiardjo, aktivis Kontras, Usman Hamid, pastor dari Keuskupan Jayapura Neles Tebay, serta seorang aktivis HAM di Aceh yang juga mahasiswa Indonesia di University of York, Inggris, Azhari Idris.

Acara tersebut dihadiri oleh kalangan aktivis LSM di Eropa, pemerhati Indonesia, serta dihadiri pula oleh Dubes RI untuk Belgia Sulaiman Abdulmanan serta Dubes RI untuk Prancis Adian Silalahi.

Pada kesempatan itu, Dubes Adian Silalahi menangkis kritikan dari para pembicara terhadap Pemerintah RI dengan menyatakan bahwa Indonesia saat ini berada dalam posisi transisi demokrasi, kendati berjalan lambat dan menyakitkan. "Kota Roma pun tidak dibangun dalam satu hari," katanya.

Dubes RI untuk Belgia Sulaiman Abdulmanan, yang juga mantan Direktur Penerangan Luar Negeri Deplu, menegaskan bahwa dunia saat ini telah berubah, demikian pula dengan Indonesia.

Dalam pandangan lain, aktivis HAM dari Kontras, Usman Hamid menyatakan bahwa pergantian presiden beberapa kali sejak kejatuhan rezim Orde Baru, ternyata tidak membuat banyak perubahan dalam hal kemajuan demokrasi di Indonesia dan masalah HAM dapat dikatakan telah mengalami stagnasi di Indonesia. "Pelanggaran hukum oleh pihak TNI, teror terhadap keluarga korban pelanggaran HAM serta pada para aktivis kemanusiaan masih berlangsung hingga saat ini," katanya.

Di sisi lain, Azhari Idris, yang juga dosen IAIN Ar-Raniry Banda Aceh mensinyalir bahwa Pemerintah RI dan Pemda Nanggroe Aceh Darusalam (NAD) tampaknya tidak serius dalam mengimplementasikan UU Otsus.

"Tampaknya, mereka hanya memikirkan bagaimana untuk memelihara posisi politik mereka dan memperoleh banyak peluang ekonomi dan politik melalui kamuflase UU Otsus," kata Azhari Idris.

Pada bagian lain, pendeta Katolik dari Keuskupan Jayapura yang juga koresponden harian The Jakarta Post, Neles Tebay, mengemukakan bahwa gereja Katolik menyambut baik RUU Otsus untuk Provinsi Papua, kendati di saat sama gereja Katolik menegaskan bahwa hal itu hanyalah merupakan sebagian dari solusi atas keseluruhan permasalahan di Papua.

Menurut dia, keadilan di Papua tetap harus ditegakkan dan semua kasus pelanggaran HAM masa lalu sejak tahun 1963, saat Irian Jaya (Papua) menjadi provinsi RI ke-26, harus diinvestigasi dan para pelakunya harus dibawa ke pengadilan.

Peradilan HAM

Sementara itu, Menkeh dan HAM Yusril Ihza Mahendra menolak pernyataan yang menyebutkan, bahwa peradilan HAM di Indonesia berjalan lambat. Justru sebaliknya, peradilan HAM PBB sangat lambat dalam menangani kasus-kasus pelanggaran HAM dunia.

''Jadi, saya katakan, kalau misalnya kita dituduh lambat dalam soal peradilan HAM. Sebutkan, mana yang cepat di dunia ini. Apa yang bisa dibuat oleh PBB terhadap kasus-kasus Bosnia, pelakunya, Slobodan Milosevic dibawa ke pengadilan baru dua bulan lalu, setelah 10 tahun dia membantai orang-orang Islam di Bosnia,'' tegas Yusril usai menghadiri puncak peringatan hari Hak Kekayaan Intelektual sedunia ke-2 di Istana Negara kemarin. (Tia/Awi/P-3-media)
http://www25.brinkster.com/infopapua/info/papuanews.asp?id=104 

© Copyright 1999-2001. All rights reserved. Contact: TribalWEBMASTER   Presented by The Diary of OPM