Friday, May 31, 2002 03:07:34 PM
Alexander Hermanus Manuputty
Dokter Teladan yang Dituduh Makar
Alexander Hermanus Manuputty atau akrab dipanggil Alex Manuputty kembali menjadi buah bibir masyarakat. Pasalnya pendiri dan Ketua Front Kedaulatan Maluku itu - didirikannya 15 Juni 2000 - dituding sebagai salah satu penyebab kemelut di Maluku. Setelah ditangkap dan ditahan beberapa waktu di Ambon, penahanan Manuputty dua pekan lalu dipindah ke Mabes Polri di Jakarta.
Sebelumnya pria kelahiran Serui, Irianjaya, 54 tahun silam ini tidak pernah terlibat dalam partai politik atau aktivitas politik manapun.
Ia sangat menyukai bidang kesehatan sehingga ia mengambil Jurusan Anatomi Tumbuhan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Ujung Pandang. Ia kemudian lulus pada tahun 1978 dan memperoleh gelar dokter.
Setelah kelulusannya itu, ia pun kemudian dinas di Halmahera selama lima tahun. Pada 1983, Alex pindah tugas ke Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Haulussy, Ambon dan menjadi fungsionaris PMI Ambon, bidang transfusi darah.
Ia kemudian menikah dan memiliki empat orang anak. Ia mediami sebuah rumah di Lorong PMI, jalan dr.Kayadoe, Kuda Mati, Kecamatan Nusaniwe, Ambon, Maluku. Hingga pada tahun 1990, Alex menjadi penerima penghargaan dokter teladan di bidang kependudukan dan keluarga berencana.
Pada 1998 Alex memulai kegiatan di luar bidang kedokteran dengan mendirikan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) bernama Nunusaku yang bergerak dalam bidang kemanusiaan dan pelayanan masyarakat.
Pada 2000 ia pergi ke Jakarta untuk melakukan sebuah studi banding di Ibukota Negara. Saat itu dia bertemu dengan beberapa kolega dan temannya. Sepulangnya dari Jakarta pada tanggal 15 Juni 2000 ia kembali ke Maluku, dan membentuk FKM.
Pada awalnya Manuputty belum berani mengumumkan secara terus terang tentang berdirinya FKM. Barulah pada 18 Desember 2000, ia mendeklarasikan munculnya kembali FKM dengan markas di Kawasan Kudamati.
Dalam susunan pengurus FKM dr Alex Manuputty sebagai Pimpinan Eksekutif, Hamsi Stania (Wakil Pimpinan Eksekutif), Henky Manuhutu (Sekjen RMS), Samuel Walikimy (Ketua Bidang Yudikatif), Wahyu Tamael Lasapal (Ketua Bidang W Saniri), Agus Watimena (Ketua Bidang Grass Root), Louis Risakota (Perwakilan Jakarta), Umar Santi (Perwakilan Eropa), Helmi Watimena (Perwakilan USA).
FKM mulai melakukan kampanye keluar Maluku dan kegiatan-kegiatan politik.
Pada dasarnya Manuputty adalah seorang yang berwatak keras dan susah diajak berkompromi.
Yang menyebabkannya mau terjun di dunia politik, menurut seorang rekannya, karena nuraninya terpanggil untuk menegakkan HAM di sana. Pembentukan FKM adalah sebagai protes terhadap Jakarta karena Jakarta terkesan diam dan menjadi penonton atas konflik berkepanjangan yang terjadi di Maluku. "Sehingga timbul pemikiran bahwa Maluku harus berdaulat supaya konflik tersebut dapat diatasi," ujar Louis, Ketua FKM di Jakarta kepada Tempo News Room melalui sambungan telepo seluler, Jumat (17/5).
Namanya mulai banyak dikenal banyak kalangan pada saat ia memelopori pengibaran bendera Republik Maluku Selatan pada acara peringatan ulang tahun proklamasi RMS, 25 April 2001, di halaman rumahnya di kawasan Kudamati, Ambon.
Karena aksi pengibaran bendera RMS itu, Polda Maluku menangkap Alex pada bulan Juni 2001 dan memeriksanya dengan tuduhan melanggar Pasal 106 KUHP dan 110 KUHP tentang makar. Sebelumnya ia juga sempat ditahan oleh Polda Maluku pada awal Januari 2001 namun penahannya ini kemudian ditangguhkan pada pertengahan bulan itu juga.
Alasan pengibaran bendera tersebut menurutnya hanyalah untuk memperingati hari ulang tahun proklamasi RMS. "Tidak benar saya hendak memproklamasikan RMS seperti yang dituduhkan Kapolda Maluku (waktu itu) Brigjen (Pol.) Firman Gani. Proklamasi RMS sudah dilakukan pada 25 April 1950. Yang benar, kami membacakan teks proklamasi," ungkapnya kepada koresponden TEMPO di Maluku, Friets Kerlely, menanggapi alasan pengibaran bendera RMS yang dipeloporinya itu.
FKM sendiri menurutnya hanya ingin menuntut pengembalian kedaulatan bangsa Alifuru (Maluku) dalam bentuk Republik Maluku Selatan, yang menurutnya telah dianeksasi dan dirampas oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pada 9 November 2001 Manuputty dijatuhi hukuman empat bulan penjara oleh Hakim Detasering karena terbukti melanggar larangan Penguasa Darurat Sipil Daerah Maluku maupun melanggar Pasal 49 Peraturan Pemerintah No. 23/1959. Dalam persidangan banding pada Januari 2002, majelis hakim menambah hukuman menjadi enam bulan penjara.
Atas keputusan ini Manuputty dan tim pengacaranya mengajukan gugatan ke PTUN. PTUN kemudian memenangkan gugatannya. Menurut Kuasa Hukum FKM, Yohanes Hahury, SH, dengan dikeluarkannya putusan PTUN Jakarta tersebut secara otomatis menggugurkan vonis Hakim PN Ambon maupun upaya hukum di tingkat banding di Pengadilan Tinggi Maluku.
Namanya kembali menjadi kontroversi ketika ia mendorong kelompoknya berencana mengibarkan bendera RMS, pada 25 April 2002. Atas rencana ini, pada Rabu (17/4) ia kemudian dijemput paksa dari kediamannya di kawasan Kudamati, Ambon, oleh tim penyelidik gabungan yang dipimpin Kaditserse Polda Maluku Jhonny Tangkudung.
Untuk mengantisipasi terjadinya kerusuhan di Maluku pihak Polri kemudian melakukan upaya pemindahan persidangan terhadap Manuputty dari Maluku ke Jakarta. Dan pada hari Kamis, 16 Mei pukul 17.41 WIB, Ketua FKM itu akhirnya tiba di Bandara Internasional Sukarno hatta, Jakarta dengan menggunakan Pesawat Kartika Airlines dengan nomer penerbangan KAE 122. Kedatangan Alex dijaga ketat oleh aparat keamanan tepat di mulut jalan Cargo.*** (martua/purwanto)
http://www.tempo.co.id/harian/profil/prof-alexander.html
|
|