Content Menu:   
4 LNG Tangguh, Salah Satu Masa Depan Papua, 11 Maret 2002
4 Jangan Rusak Lingkungan Bintuni, 11 Maret 2002
4 Sarat dengan Tuntutan, LNG Bintuni, 11 Maret 2002
4 Gugatan Buat KPN Kasus Pembunuhan Theys Eluay
4 20 Saksi Pembunuhan Theys Eluay Akan Diperiksa Ulang
4 Danjen Kopassus Yakin Anak Buahnya tak Terlibat
4 Reposisi Saksi Kasus Theys Dimulai Dari Markas Kopassus
4 Tom Beanal Terpilih Sebagai Penganti Theys
4 Declaration by the Presidency on behalf of the European Union concerning kidnapping and subsequent murder of Mr. Theys Eluay, Chairman of the Papuan Presidium Council, in Muara Tami on
November 11th
4 [In response to question by former Irish minister for foreign affairs,
David Andrews, TD. Both are in the Fianna Fail party]
4 Kasus Theys Tuntas 1 Mei, 27 Februari 2002
4 COURT AFFIRMS DISMISSAL OF LAWSUIT AGAINST FREEPORT-McMoRan COPPER & GOLD INC.

 

 

 

 

Jangan Rusak Lingkungan Bintuni

Pesawat Travera Air buatan Inggris yang dikontrak perusahaan LNG Tangguh mendarat di lapangan terbang Senja Indah Kaimana setelah melakukan perjalanan sekitar 50 menit dari Biak. Sepuluh menit sebelum mendarat, pesawat itu berhadapan dengan awan tebal, asap, dan kabut selama hampir 15 menit. Penumpang ketakutan, kalut, dan bingung kalau-kalau pesawat itu menabrak tebing.

Travera akhirnya mendarat mulus. Di lapangan terbang menanti sebuah helikopter Bell 212 milik perusahaan penerbangan Air Fast yang dikontrak LNG Tangguh untuk mengangkut barang dan penumpang dari Kaimana menuju base camp di Saengga, sekitar satu jam perjalanan dengan helikopter.

Para penumpang diarahkan masuk ruangan khusus di lapangan terbang untuk mendengarkan petunjuk mengenai keselamatan perjalanan dengan menggunakan Heli Bell 212. Penjelasan berlangsung melalui audiovisual selama lima menit.

Nama asli daerah itu adalah Kaimana. Nama lapangan terbang Senja Indah Kaimana diberikan oleh masyarakat sekitar setelah penyanyi (almarhum) Rahmat Kartolo, yang mengunjungi Kaimana bersama aparat keamanan pada tahun 1960-an, kemudian mengeluarkan tembang Senja di Kaimana. Di sana, pada hari-hari tertentu tampak Matahari di batas kaki langit dengan pemandangan sangat indah.

Semua penduduk Kaimana sangat heran kemudian datang berkerumun di sepanjang pantai yang berpasir putih menyaksikan keindahan senja itu. Orang kampung melukiskan seperti mereka menyaksikan penglihatan, "surga". Pantai itu berada di depan Laut Arafura.

Usai mendengar penjelasan tentang keselamatan penerbangan, rombongan dibagikan jaket keselamatan dan alat peredam bunyi untuk dikenakan di telinga.

Pilot Bell 212, Fandel, membawa 10 penumpang di antaranya satu orang dari Pertamina. Ketika take off dari Senja Indah Kaimana, tampak gugusan pulau kecil yang sangat indah antara lain Pulau Adi, Dramai, dan Aiduma dengan air laut bening dan tenang. Sekitar 25 km dari pantai Kaimana berdiri Gunung Fudi dengan ketinggian 2.850 meter.

Pantai Kaimana dihiasi pohon kelapa, dengan pasir putih yang luas dan sejumlah rumah penduduk. Helikopter itu melewati sejumlah teluk kecil seperti Teluk Kayu Merah, Teluk Amrau, dan Teluk Argan yang panjangnya mencapai ratusan km.

Dengan ketinggian sekitar 20 kaki, tampak pemandangan udara yang sangat indah. Hutan bakau yang sangat luas, air laut, dan air sungai yang jernih, rumah-rumah penduduk dengan arsitektur tradisional.

Masuk Teluk Bintuni, kami menyaksikan jenis burung dengan kepakan sayap warna- warni beterbangan di bibir pantai, di laut, dan di darat. Sejumlah ikan di teluk itu tampak meloncat sampai ke permukaan air kemudian disambar oleh sejumlah burung laut.

Menurut warga sekitar, ikan-ikan di sekitar Teluk Bintuni sering dicuri oleh para nelayan asing seperti Thailand dan Korea. Mereka menggunakan kapal ikan yang dilengkapi fasilitas modern. Para nelayan ini merugikan nelayan tradisional yang memiliki fasilitas sangat terbatas untuk menangkap ikan di sekitar Teluk Bintuni.

Data WWF Bioregion Sahul Papua yang ditulis Ronald Petock menyebutkan, jenis satwa laut dan pantai yang sudah dapat diidentifikasi di Teluk Bintuni dan sekitarnya antara lain, burung udang biru (small blue kingfisher), wili-wili besar (Great thick knee), buaya muara (Estuarine crocodile), elang bondol (Brahmini Kite), elang laut perut putih (White bellied sea eagle), burung cikalang (Christmas frigatebird), ikan hiu bodoh (Whale shark), lumba-lumba hidung botol (Botlenose dolphin), penyu hijau (Green turtle), penyu sisik semu (Olive Turtle), paus bongkok (Humpback Whale), kima sisik, kima raksasa, triton, dan seterusnya.

Lokasi sepanjang Teluk Bintuni memang sangat indah. Air laut sangat tenang. Kebeningan air laut, hutan bakau di pesisir pantai yang dihuni sejumlah burung, dan binatang pantai. Ada beberapa jenis burung dan ikan yang merupakan endemik di kawasan itu tidak ditemukan di daerah lain.

Keindahan Teluk Bintuni yang menjorok sampai jauh ke darat didukung oleh Teluk Berau dan Teluk Seka. Selain itu terdapat Tanjung Miagari dan Tanjung Karakawa.

Sepanjang perjalanan melewati darat, hanya terlihat bentangan hutan kayu yang luas bagaikan samudera. Awan putih bertengger pada hutan-hutan rindang.

Namun, tidak sedikit hutan di kawasan teluk itu telah rusak. Tampak puluhan jalan logging berkelok-kelok ke berbagai arah. Di jalan itu parkir pula sejumlah alat berat seperti buldoser, sejumlah truk dan alat penarik kayu log.

Di beberapa tempat tampak tanah yang tadinya dipadati hutan, kini mulai gundul, tidak ditumbuhi pohon sama sekali. Penggundulan itu terjadi pada masa Orde Baru yang dilakukan sebuah perusahaan besar.

Max Samaduda, tokoh masyarakat dari Desa Tanah Merah, Bintuni, menuturkan sudah 20 tahun lebih perusahaan besar beroperasi di sekitar Teluk Bintuni. Mereka merusak hutan dan hak ulayat masyarakat, tetapi tidak pernah berkorban bagi masyarakat.

Perusahaan ini menggunakan kekuatan aparat keamanan untuk merambah hutan dan mengangkut kayu log dari lokasi penebangan sampai ke pengangkutan dengan kapal laut. Hutan sangat luas, tetapi hutan itu adalah milik masyarakat adat di Bintuni.

Orang luar berlomba-lomba mendapatkan hasil hutan di sekitar Teluk Bintuni, tanpa memperhatikan kesejahteraan masyarakat sekitar. Jenis kayu yang dicari adalah kayu merbau atau sering disebut kayu besi.

Menurut Ir Nathaniel Antonius Maidepa, mantan Kepala Kantor Wilayah Pertambangan dan Energi Papua, wilayah selatan seperti Teluk Berau, Teluk Bintuni, Fakfak, Kaimana, sampai Merauke sangat potensial dengan hasil tambang minyak, batu bara, gas alam, dan sejumlah jenis batu berharga. Bagian utara Papua termasuk pegunungan tengah memiliki kandungan mineral seperti emas, nikel, pasir besi, batu- batuan berharga dan seterusnya.


***

MASYARAKAT desa di sekitar Teluk Bintuni benar-benar sangat bergantung pada hasil-hasil alam sekitar. Desa itu adalah Desa Tufori, Tanah Merah, Saengga, Irarutu, Otoweri, Wariagar, Mogotira, Tavoi, dan Desa Tomu. Desa-desa ini termasuk Kabupaten Manokwari.

Daerah Teluk Bintuni sangat subur. Hampir semua jenis tanaman dapat ditemukan di sana. Misalnya, pisang, kelapa, rambutan, apel, nenas, mangga, dan jeruk. Selain itu sungai-sungai yang mengalir di sejumlah desa itu menghasilkan udang, ikan, kepiting, belut dan seterusnya. Masyarakat benar-benar hidup dari hasil-hasil hutan tersebut.

Penampilan masyarakat desa pun jauh lebih bersih dibanding masyarakat pegunungan tengah Papua. Mereka sudah mulai belajar berdagang, walau di daerah itu belum ada pasar dan kios milik pendatang.

Kesulitan utama yakni masyarakat tidak sempat menjual hasil-hasil pertanian mereka di pasar seperti di Manokwari, Fakfak, dan Sorong. Tidak ada transportasi laut dan juga tidak ada jalan darat yang menghubungkan daerah Teluk menuju Manokwari atau Fakfak.

Potensi mineral yang sudah dapat diidentifikasi adalah gas alam dan minyak bumi. Tetapi, kekayaan alam tersebut sepenuhnya belum dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat.

Di Bintuni masih ditemukan sejumlah tambang minyak peninggalan kolonial Belanda pada tahun 1950-an. Tambang-tambang ini masih berfungsi. Minyak mentah dari daerah itu diangkut ke Sorong untuk diproses di kilang minyak milik Pertamina di daerah itu.

Selain itu terdapat ladang gas alam yang luas. Perusahaan LNG Tangguh milik BP Indonesia bersama Pertamina mulai menjajaki pertambangan gas alam cair di daerah itu sejak tahun 1994 dan sampai hari ini masih dalam tahap persiapan.

Dalam proses eksploitasi, masyarakat setempat mengharapkan agar tidak merusak lingkungan terutama kekayaan alam yang menjadi sumber hidup mereka. Sudah sejak nenek moyang dan generasi demi generasi yang mendiami lokasi itu, mereka semata- mata hidup dari hasil alam.

Pejabat Kepala Sekolah Dasar Saengga, Zakharias Fransiskus Opokoupea, kepada Kompas di Desa Saengga mengharapkan agar pihak LNG Tangguh tidak merusak lingkungan sekitar. Masyarakat sangat bergantung pada hasil-hasil alam seperti udang, katak, ikan dan belut.

"Saya guru tetapi saya juga menangkap udang setiap sore hari untuk menambah penghasilan ekonomi keluarga. Mengharap dari gaji saja tidak cukup. Dari udang ini saya bisa membiayai sekolah anak-akan saya. Masyarakat di Desa Saengga semata- mata hidup dari hasil alam yang ada di sungai-sungai, dan pohon-pohon di tempat ini. Menebang pohon untuk rumah kami minta izin pada nenek moyang dulu," tutur guru SD yang mengajar tiga kelas ini.

Dari dulu, tutur Opokoupea, kami tidak pernah menebang dan membakar hutan di tempat ini. Sungai-sungai pun kami biarkan tetap bersih, tidak tercemar. Karena itu ayah sembilan putra ini minta perusahaan besar yang tidak lama lagi beroperasi di sini menghormati hak-hak hidup kami sebagai masyarakat adat. Kami tidak butuh uang, tetapi hasil alam yang diwariskan para nenek moyang kami.

Harapan serupa datang dari Yonathan, seorang tokoh pemuda di Desa Saengga. Sungai Saengga yang membatasi Desa Saengga dengan Base Camp LNG Tangguh tidak boleh dicemari perusahaan LNG. Masyarakat hanya hidup dari hasil-hasil alam setempat.

"Udang yang ditangkap dijual kepada perusahaan LNG dengan harga antara Rp 20.000-Rp 25.000 per kilogram. Usaha ini pun mendapat dukungan dari LNG sehingga sekarang ini banyak masyarakat Desa Saengga berlomba-lomba menangkap udang," kata Yonathan. (Kornelis Kewa Ama-kcm)
http://www.infopapua.com/papua/0302/1104.html 

 

 

Last Update:  03/12/02 03:13:20 AM

1999 | 2000 | 2001 | 2002 | 2003 | 2004