April 2002

2002 | 2001 | 2000 | 1999

Jan  |  FebMar  |  AprMay  |  June  |  July  |  Aug | Sept  | Oct  |  Nov  |  Dec

 

 

4 SIARAN PERS - No: 11/SP-Kontras/IV/02 Tentang: Proses Pengungkapan Kasus Theys dan Upaya Pemutusan Pertanggungjawaban Negara
4 Komando Tersesat di Pusaran Konflik
4 Mengapa Kopassus 'Tersesat' 
4 Kasus Theys Mirip Penculikan Aktivis
4 Pembunuh Theys Lebih dari Satu Kesatuan
4

150 TENTARA AKAN DI KIRIM KE PAPUA, Situmorang: Dalam konteks rotasi, bukan penambahan

4 Budaya Konflik Kian Mengkhawatirkan
4 Motif konspiratorial, Motif pembunuhan Theys
4 Saksi Pembunuhan Theys Ketakutan
4 "Mereka Cuma Eksekutor"
4

BP Tak Bertanggung Jawab Atas Kematian 48 Bayi di Bintuni

4 Proses Amdal LNG Bintuni Sudah Libatkan Masyarakat
4 Peace on the net - A guide to resources for peace-makers, Jane McGrory
4 Gubernur Papua Optimis Pembunuh Theys Segera Terungkap
4 Tempo Magazine - April 16 - 22, 2002, Interview: Koesparmono Irsan: "Everything has been in the open"
4 Franciscans International and Dominicans for Justice and Peace demand an end to long-standing and ongoing human rights violations in Papua, Indonesia
4 Hasil KPN Kasus Theys Mau Diserahkan, Mega ke Luar Kota

 

     
Surat kabar harianTimika Pos, 9 April 2002

YAHAMAK Tolak Aksi Pembunuhan




Timika, TP
Direktris Yayasan Hak Asasi Manusia Anti Kekerasan (YAHAMAK), Yosepha Alomang menegaskan, jangan adalagi tindakan semena-mena membunuh manusia di Bumi Amungsa dan Mimika. Alasannya, masyarakat di wilayah ini sangat menjujung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan dan ingin menciptakan daerah ini menjadi zona damai.

“Orang luar Amungsa-Mimika dan Papua lainnya bisa datang di daerah ini untuk mencari makan. Tapi saya tegaskan, jangan bikin kacau, bunuh-bunuh orang. Saya tidak mau orang baku bunuh,” ujar Yosepha yang didampingi juru bicaranya, Arnold Ronsumbre dan kepala suku Amungme, Bartolomeus Magal kepada Timika Pos di secretariat YAHAMAK, Senin (8/4). Penegasan itu di sampaikan Yosepha menyingkapi adanya kasus pembunuhan di Timika yang belakang ini semakin meningkat.


Dibenak Yosepha, setiap orang yang masuk di wilayah Amungsa haruslah bertingkah laku sopan dan baik, harus menunjukan perilaku yang baik, hidup saling berdampingan sebagai manusia ciptaan Tuhan.

“Jangan baku bunuh seperti binatang, kita harus saling menghargai nilai dan hak hidup sebagai makluk di atas segala- galanya. Tidak ada perang di Amungsa, maka jangan bikin kacau, “tegasnya.

Sementara itu, Arnold Ronsunbre yang ikut mendampingi Yosepha mengatakan, menurut adat orang Papua, menyelesaikan masalah harus duduk dan bicarakan bersama secara damai bukan dengan kekerasan.

YAHAMAK dan masyarakat Amungsa melindungi setiap orang yang datang didaerah ini. Namun, harus hidup sopan, aman dan damai, tidak boleh ada pembunuhan. 

Ditegaskan, YAHAMAK sangat menolak setiap tindakan kekerasan yang menimpah setiap orang didaerah ini. Karena aksi kekerasan akan membawa kesengsaraan bagi kehidupan manusia. 

“Manusia di ciptakan Tuhan dalam keadaan damai, maka kami mau hidup damai juga, bukan baku bunuh. Kami sangat menolak masalah pribadi dikaitkan menjadi masalah berbau SARA (Suku, Agama, dan Ras). Karena semua agama tidak mengajarkan manusia itu baku bunuh, agama ajarkan kita hidup damai, itu yang harus kami junjung tinggi,” katanya sambil menambahkan, masalah yang dibuat oknum tertentu jangan berimbas ke pihak lain, terutama warga local Papua.

“Kami minta dengan hormat supaya kita menghargai aparat keamanan didaerah ini. Kami tidak mau terjadi keributan dan pembunuhan. Daerah ini bukan tempat bertengkar, menciptakan daerah ini menjadi Zona Damai. Kami bicara ini untuk semua manusia, semua yang ada didaerah ini harus hidup baik-baik saja,” pintahnya. 

Sementara kepala suku Amungme, Bartolomeus Magal mengatakan, masalah pembunuhan di jalan Baru jangan di jadikan sebagai masalah berbau SARA. Karena warga dari pihak pelaku dan korban berasal dari dua agama yang berbeda.

“Saya lihat, kelompok yang satu beragama Kristen dan yang satu beragama Muslim. Maka jangan sampai ada oknum yang sengaja menggunakan cara ini untuk membuat masalah SARA seperti daerah lain di Indonesia. Kami sangat menolak cara seperti ini, jangan bikin daerah ini menjadi tempat baku bunuh,” katanya dalam bahasa daerah Amungme yang diterjemahkan oleh Yosepha.

Atas nama kepala suku Amungme dan masyarakat Papua Umumnya di Timika, Bartol menegaskan, saya pesan agar jangan bunuh orang sembarang, jangan potong manusia seperti binatang. Kami pakai parang untuk kerja kebun, bukan potong manusia. Kami sangat menolak pembunuhan semacam itu.

Tampaknya permintaan YAHAMAK itu bukan tak beralasan. Pasalnya Bumi Mimika dan Amungsa ini sejak dulu sudah dilumuri darah dan air mata. Bahkan pembentukan Kabupaten Mimika juga bertolak dari pertumpahan darah. Karena itu sangatlah wajar apabila Yosepha Alomang dan Bartholomeus Magal bersikeras meminta warga yang bertikai untuk bisa menahan diri dengan tidak melakukan tindakan kekerasan. (dou)