|
|
Surat Kabar Harian Timika Pos 8 April 2002
|
Budaya Konflik Kian Mengkhawatirkan
Jayapura- Potensi terjadinya konflik belakangan ini kian mengkhawatirkan, sebab budaya konflik kini tidak hanya diciptakan oleh negara dan kelompok-kelompok yang memiliki link dengan kekuasaan, tetapi telah menyebar diseluruh masyarakat, mahasiswa maupun pelajar.
Demikian antara lain isi siaran pers Lembaga Studi dan Advokasi Hak Asasi Manusia (Els-HAM) Papua yang diterima Timika Pos, Minggu (7/4).
Khusus di Papua, Els-HAM mencontohkan tingginya konflik ini dengan menunjuk ’perang idiologi’ antara Negara Kesatuan dan Papua Merdeka.”Bila potensi konflik ini tidak segera dikritis dengan baik dan benar, maka akan berdampak luas dan menimbulkan pelanggaran HAM serius,” tulis siaran pers tersebut yang ditandatangani Direktur Els-HAM Yohanes G Bonay SH.
Salah satu upaya ke arah itu adalah dengan menggelar diskusi publik Selasa (9/4) besok dengan thema “Memahami Bentuk-bentuk Kejahatan Negara terhadap Kemanusiaan di Papua Barat.”
Tujuan lain diskusi yang melibatkan sekitar 100-an peserta dari komponen mahasiswa, LSM, Akademisi, Jurnalistik, Aktivis Politik, Parpol dan Lembaga Keagamaan ini, adalah untuk bersama-sama mengkritis berbagai gejolak sosial, politik, agama, budaya dan etis yang tumbuh dengan suburnya di Indonesia belakangan ini dan saat ini sedang mengarah ke Papua. Seperti Dokumen Barisan Merah Putih yang sedang dikondisikan adalah tidak berbeda dengan dokumen Depdagri 2000, yang berbuntut pada kekerasan seperti Wamena berdara 2000, Abepura berdara 7 Desember 2000, kasus Wasior 2000 dan yang terakhir adalah penculikan dan pembunuhan Ketua Presidium Dewan Papua (PDP) Theys H Eluay,” tulis rilis ElSHAM.
ElSHAM juga menilai gejolak sosial, ekonomi, politik dan budaya, di Indonesia saat ini sudah dianggap sebagai ancaman terhadap kedaulatan negara. “Apalagi kelompok-kelompok yang memiliki kekuasaan dengan menciptakan budaya konflik di era reformasi inipun berkembang dengan pesatnya,” demikian ElSHAM. (Her)
|