Educating the World, for a Free & Independent Confederated Tribal-States of West Papua

 

Sunday, June 02, 2002 09:07:21 AM

Indonesia Tak Berdaya

Jakarta, Post

Bangsa Indonesia saat ini berada dalam kondisi tidak berdaya dan terancam kebangkrutan. Karena masalah yang dihadapi sangat kompleks dan meliputi semua aspek kehidupan berbangsa dan bernegara, kata Ketua DPP PDI Perjuangan Kwik Kian Gie. "Dalam posisi seperti ini, kita sudah tidak berdaya. Negara kita sudah terancam kebangkrutan," kata Kwik Kian Gie dalam acara Peringatan Hari Lahir Pancasila di kantor DPP PDI Perjuangan, Jakarta, Sabtu (1/6).

Menurut Kwik, Indonesia juga tengah mengalami bahaya penjajahan secara ekonomi yang dilakukan IMF yang masuk ke Indonesia mulai 1997. "LoI IMF semuanya ditulis oleh orang asing. Kalau kita baca kalimat demi kalimat, mau tidak mau kita harus bertanya apakah pemerintahan kita ini pemerintahan Gotong Royong atau pemerintahan IMF," ungkap Kwik.

Selain itu, bahaya yang tak kalah besarnya, kata Kwik, dari segi pertahanan dan keamanan serta kondisi politik maupun geopolitik serta bahaya disintegrasi tengah mengancam negara ini.

"Gerakan separatisme belum selesai walaupun seolah-olah yang kita baca telah diselesaikan. Justru gerakan separatisme yang mengancam integritas wilayah Indonesia punya senjata yang lebih modern dan canggih," ungkap Kwik.

Sebaliknya, ungkap Kwik, TNI dan Polri kini sudah tidak punya lagi persenjataan memadai. "Persenjataan TNI sebanyak 30-50 persen sudah tidak bisa dipakai lagi. Saya mendengar paparan panglima TNI dan kapolri saat sidang kabinet rasanya ingin menangis melihat kondisi yang ada seperti ini. Jadi, pada semua front kita sudah dihadapkan dengan porak porandanya bangsa ini, dimanakah muka bangsa ini," ujar Kwik.

Kwik juga menyesali sikap elit politik yang bukannya mendorong mengatasi porak-porandanya bangsa ini malah terkadang ikut hanyut dalam persoalan pelik ini. Seharusnya semangat persatuan dan kesatuan untuk mengeluarkan bangsa ini dari krisis yang harus dikedepankan, papar Kwik yang juga Meneg Perencanaan Pembangunan Nasional dan ketua Bappenas. 

Terpisah, Wakil Presiden Hamzah Haz menegaskan, Indonesia masih mengalami krisis dimensional, akibat limbah kebijakan pemerintah masa lalu. "Penyelesaian krisis ini menjadi berkepanjangan, karena kurangnya rasa solidaritas masyarakat," tuturnya.

Hamzah membandingkan penanganan krisis serupa di Thailand, Korea Selatan dan Malaysia. "Mereka menghadapi krisis yang sama dan bersama dengan Indonesia. Tapi rakyat di sana taat kepada pemerintahnya dan punya rasa solidaritas yang kuat," kata Menko Kesra Taskin pada kabinet Presiden Gus Dur ini.

"Kalau di Indonesia, jangankan taat. Kalau mereka punya uang lebih justru malah ditransfer dan disimpan di luar negeri. Jadi solidaritasnya jauh sekali. Ini fenomena baru yang makin marak sejak krisis," lanjut ketua umum PPP ini. 

Masih menurut Hamzah, pemerintah saat ini mengalami cukup banyak kesulitan dan beban berat untuk memulihkan krisis. Misalnya, dana yang tidak cukup, sehingga pemerintah selain harus meminjam ke luar negeri, juga harus menjual aset-aset yang ada melalui BPPN, ujarnya.

Karena itu Indonesia terpaksa meminta belas kasihan dari luar negeri. "Padahal, kita bukan bangsa peminta-minta," tutur Hamzah usai meninjau Pasaraya di halaman Masjid Salman, ITB Bandung, Sabtu (1/6).

Disinggung divestasi Bank Niaga. Dia menegaskan, pemerintah tidak akan terburu-buru melakukannya. "Pada prinsipnya pemerintah akan menunggu harga wajar dan tidak merugikan. Jadi pemerintah tidak akan terburu-buru," tegas Hamzah.

Dalam kesempatan ini, Hamzah kembali menekankan keinginannya agar pengusaha Malaysia bisa diberi kesempatan untuk membeli aset-aset yang ada di BPPN. Menurutnya, penjualan aset potensial di BPPN senilai Rp150 triliun akan dapat menyerap 3 juta pekerja.

Senin (3/6) mendatang, 70 pengusaha Malaysia akan datang bertemu Hamzah didampingi Deputi PM Malaysia, Datuk Ahmad Badawi. Pertemuan ini diharapkan dapat membuahkan partisipasi pengusaha Malaysia dalam pembelian aset-aset di BPPN tersebut.dtk/ant

http://www.indomedia.com/bpost/062002/2/depan/utama2.htm

 

Important News

Fighting talk as independence movement gambles on action

Foreign Affairs, Defense and Trade Reference Committee on  Australia’s Relationship with PNG and the island states of Oceania

The right of peoples to self-determination in the prevention of conflicts 

Pemberlakuan Otsus Harus Memberdayakan Putra Papua

issue 344 - April 2002, New Internationalist Magazine's Speial Edition on West Papua, by Chris Richards and Paul Kingsnorth

 
   
© Copyright 1999-2001. All rights reserved. Contact: Tribesman-WEBMASTER   Presented by The Diary of OPM