| | | >Rabu, 3 April 2002 Mendesak,
Pembentukan Tim Investigasi IndependenAmbon, Kompas -Jika benar-benar ingin mewujudkan perdamaian yang hakiki, tim investigasi independen untuk mengurai akar permasalahan konflik di Maluku harus segera dibentuk dan melakukan tugasnya. Jika tidak, diyakini proses penegakan hukum akan berjalan timpang karena ada kesan mengabaikan persoalan mendasar pemicu terjadinya kerusuhan selama tiga tahun tersebut.Tuntutan tersebut diserukan Poros Mahasiswa Peduli Umat (PMPU) Maluku kepada Penguasa Darurat Sipil Daerah (PDSD) Maluku sebagai bentuk keprihatinan terhadap kondisi Maluku Pasca-perjanjian Malino. Pada Selasa (2/4) siang, sekitar 40 mahasiswa mendatangi Kantor Gubernur Maluku. Mereka membentangkan dua spanduk besar dari kain berwarna hijau. Salah satunya bertuliskan "Kami menuntut pembentukan tim investigasi independen". Unjuk rasa yang dilakukan mahasiswa mulai pukul 11.30 tersebut sempat mengagetkan pegawai Kantor Gubernur. Khawatir jika merembet pada kerusuhan, beberapa pegawai perempuan bahkan ada yang mendadak berkemas pulang.
Saat diterima Wakil Gubernur bidang Kesejahteraan Rakyat Paula B Renyaan yang didampingi staf ahli PDSD bidang hukum Muhamad Ely, sepuluh perwakilan mahasiswa menyebutkan, tuntutan tersebut merupakan bagian dari demokratisasi dan tidak dimaksudkan sebagai penentangan terhadap isi kesepakatan penghentian konflik antara dua komunitas yang bertikai. "Kami juga tidak bermaksud memanaskan situasi karena sesungguhnya kami memiliki semangat untuk bersama-sama lagi," kata Syahrir Rumluan.
Sesuai butir kelima Perjanjian Malino II yang ditandatangani di Malino 12 Februari lalu, tim investigasi independen nasional diserahi tugas mengusut tuntas antara lain peristiwa 19 Januari 1999 dan Front Kedaulatan Maluku (FKM) demi tegaknya hukum. Merujuk surat Menteri Koordinator bidang Politik dan Keamanan Susilo Bambang Yudhoyono tertanggal 27 Maret 2002, tim investigasi independen akan dibentuk secepatnya dengan Kepala Kepolisian RI sebagai penjurunya. Dalam hal tersebut, mengutip Gubernur Maluku M Saleh Latuconsina awal pekan ini, pemerintah daerah tidak mempunyai kewenangan untuk mendesakkan tuntutan pembentukan tim investigasi tersebut.
Dalam tuntutannya, mahasiswa menyebutkan, untuk mengoptimalkan peranan tim investigasi independen tersebut, seyogianya dilepaskan campur tangan pemerintah. Hal tersebut dimunculkan karena diakui atau tidak, proses kericuhan di Maluku tidak lepas dari keterlibatan aparat pemerintah dalam menyikapi kondisi awal kerusuhan. Mereka beranggapan, jika tim tersebut tidak bisa membebaskan diri dari tarikan kepentingan tertentu, kondisi tersebut justru akan merugikan kembali masyarakat Maluku secara keseluruhan.
Kepada Kompas, M Irvan Tehupelasury dari PMPU menyatakan, pembentukan tim investigasi independen tersebut mutlak diperlukan sebagai prasyarat untuk dilanjutkan ke proses penegakan hukum. Disebutkan, proses penegakan hukum tidak boleh seolah-olah hanya diberlakukan kepada masyarakat yang hanya terkena imbas konflik.
Selepas pertemuan, Paula Renyaan menegaskan bahwa kewenangan membentuk tim investigasi independen terletak di tangan pemerintah pusat. Bahkan, sesuai isi Perjanjian Malino II, tim tersebut tidak boleh melibatkan langsung elemen masyarakat Maluku.
"Meski bukan kewenangan kami di daerah, kami berharap pemerintah pusat tetap bisa memperhatikan desakan seperti ini," kata Renyaan. (dik) |