| | | Surat Kabar Harian Cenderawasih Pos, 11 April 2002 Catatan:
Dari data lapangan yang di peroleh ELSHAM Papua, dalam kasus Abepura telah terjadi pembantaian etnis. Aparat keamanan, Polisi dan Brimob dengan alasan mencari para pelaku penyerang Polsek Abepura, mereka menangkap menyiksa masyarakat Pegunungan Tengah di sekitar Abepura dan Jayapura. Aparat Brimob BKO Bogor yang tidak bisa membedakan masyarakat Papua dengan beragam sukunya juga menyerbu ke asrama Yapen Waropen di
Abepura.
Soal PDP, Kapolda Pilih KompromitisPERMASALAHAN demi permasalahan yang ada di Jayapura dan lebih luas lagi yang di Provinsi Papua, memerlukan kearifan dalam penanganan. Dalam hal ini aspek yuridis, efektifitas dan dampak yang ditimbulkan terhadap tindakan dalam penegakan hukum di negara ini.
Terkait dengan hal tersebut, Rabu (10/4) kemarin Kapolda Irjen Pol Drs. Made Mangku Pastika berbicara panjang lebar dalam kesempatan bertemu dengan wartawan diruang kerjanya. Untuk mengetahui materi pembicaraannya, ikuti laporan Ahmad Jainuri dari Cenderawasih Pos berikut ini.
Kapolda yang cukup akrab dengan wartawan langsung menerima sejumlah wartawan termasuk Cenderawasih Pos untuk melakukan wawancara sejumlah kasus baik yang aktual maupun kasus-kasus yang hingga saat ini masih hangat dikalangan masyarakat.
Dalam wawancara yang terkesan selayaknya perbincangan atau dialog tersebut, terungkap berbagai permasalahan yang bukan hal baru, tetapi masih terus menjadi problem tersendiri bagi sejumlah pihak yang berwenang, terutama aparat penegak hukum. Topik pembicaraan tersebut yakni tentang kasus dugaan pelanggaran HAM atau kasus penyerangan Polsek Abepura.
Dalam hal ini Kapolda kembali menegaskan apa yang telah diberitahkan Cenderawasih Pos edisi Rabu (10/4) kemarin.Dalam hal ini adalah dua criteria disebutnya sebagai tindakan pelanggaran HAM berat, yakni Genoside (pemusnahan etnis) dan tindakan pelanggaran HAM yang terencana dan meluas, yang dalam hal ini tidak ada dalam kasus penyerangan Polsek Abepura berikut ekses yang ditimbulkanya berupa penangkapan sejumah orang yang dicurigai terlibat dalam penyerangan Polsek Abepura.
Sementara itu mengenai PDP yang hingga saat ini masih dalam tanda tanya sejumla kalangan apakah sebagai organisasi LSM atau organisasi lainya. Selain itu bagaimana kelegalanya di mata hukum yang berlaku di negara Indonesia.
Dalam menanggapi hal tersebut tampaknya kapolda lebih cenderung bersifat kompromitis. Dalam hal ini memperhitungkan efektifitas, dampak dan aspek yuridisnya, sehingga tidak justru bertindak percuma. Seperti kasus yang membawa penolakan PDP tetapi meskipun terbukti makar, tetapi tidak dapat dihukum. Walaupun dalam saat ini masih dalam taraf kasasi,” ungkap Kapolda.
Dan kalau berbicara legalitas suatu organisasi, Kapolda mengatakan bahwa di Indonesia sekarang ini demokrasi cukup dibuka lebar. Sehingga kalau dulu mengadakan perkumpulam lebih dari lima orang harus mendapat ijin dari pihak berwenang (Sospol), sekarang sudah tidak lagi.
Hal itu meskipun jumlah orang yang terkait dalam perkumpulan cukup banyak dan tidak ada batas banyaknya orang yang ikut dalam perkumpulan. Hanya saja kalau mengadakan keramaian mesti memberitahukan kepada Polisi setempat. Hal itu terkait dengan pengamanan situasi disekitar acara (keramain) yang akan digelar, termasuk demontrasi.
Terkait dengan pendirian organisasi PDP, Kapolda mengatakan, sejauh ini pihaknya masih perlu berbagai pertimbangan.”Dalam hal ini yang paling utama yakni sejauh tidak menimbulkan gejolak atau gangguan Kamtibmas dan tidak mencantumkan tujuan yang bersifat makar, kita biarkan saja,” ungkap kapolda.
Secara tegas kapolda mengatakan bahwa kalau nantinya dalam suat pertemuan yang digelar mengahasilkan hal yang bersifat makar secara kongkret, pihaknya tidak segan-segan untuk bertindak membubarkan pertemuan tersebut. “kalau nantinya muncul didalam pertemuan secara kongkret bernada sparatis, maka kami akan bertindak tegas. Kan selama ini hal itu belum ada, sejak Mubes dan Kongres beberapa waktu silam,“ tandas Kapolda.
Sementara itu tentang isu kedatangan ratusan pasukan Jihad di Provinsi Papua, Kapolda tidak menyangkalnya. Namun hal ini pihaknya sampai saat ini belum menemukan adanya pasukan bersenjata yang datang. Dan dalam hal ini juga belum ditemukannya adanya pasukan Jihad yang datang dengan tujuan perang dengan orang di Papua.
“Kalau yang datang itu Ustad memang ada. Tetapi sejauh tidak ada yang bertujuan untuk perang. Bahkan di Sorong mereka terdaftar dan terkoordinir dengan baik,” ungkap kapolda.
Namun dalam hal Jihad yang sering diinterpretasikan dengan perang fisik, hendaknya jangan demikian. Dan konotasi perang sendiri cukup banyak, bisa Jihad (perang) melawan hawa nafsu setan, Jihad memerangi kejahatan dan lain sebagainya.”Karena Jihad ini mempunyai arti yang cukup luas,” ungkap Kapolda. (mad) |