| | | 12 April, 2002 04:22:56 PM
Catatan: Walaupun aparat keamanan di Papua membantah kehadiran laskar jihad di Papua toh kenyataannya laskar jihad memang talah hadir di Papua. Pemunculan laskar jihad di Papua memang perlu di pertanyakan. Di Indonesia laskar jihad hadir setelah kasus Ambon terjadi, begitupun dengan kehadiran laskar jihad di daerah-daerah lain di Indonesia (kehadiran laskar jihad di Papua pertanda akan terjadi sesuatu kasus yang besar?)
TABLOIT BANGKIT, 26/Th IV/ 1-7 April 2002 KOMANDO JIHAD MASUK PAPUAKalau Laskar Jihad pergi ke Papua dengan misi mulia, misi keagamaan, nggak mungkin akan terjadi ketegangan dengan masyarakat setempat. Itu tergantung niatnya saja, kan? Nggak tahu di dibalik itu, kan? Tapi sepanjang itu murni, saya kira nggak masalah.
SESUNGGUHNYA aktivitas kita di Papua itu sama saja dengan aktivitas di wilayah-wilayah lain di seluruh Indonesia. Jadi obsesi kita, jadi ini sebagai wadah organisasi dakwah- Forum Komunikasi Ahlus Sunaah Wal Jamaah kita mengupayakan untuk aktivitas dakwah di Papua.
Maka, kita bentuk Dewan pimpinan wilayah Forum Komunikasi Ahlus Sunaah Wal Jamaah di Papua, dan dibentuklah DPD-DPD di tingkat kabupaten. Sekarang sudah ada tujuh DPD, antara lain di Jayapura, Sorong, Fak-fak, Timika, Nabire, Manokwari.
Tentang upaya menangkal Organisasi Papua Merdeka (OPM), kami tidak ada kaitannya. Karena memang isu adanya OPM itu masih relatif dibawah permukaan sehingga tidak membutuhkan keberadaan Laskar Jihad sebagaimana di daerah-daerah yang telah meletus adanya konflik. Jadi, sebatas kita mengupayakan pengembangan dakwah dan pendidikan disana.
Sampai sekarang gejala benturan dengan masyarakat setempat itu tidak ada. Dan sampai sekarang berdasarkan Investigasi kami disana kenyataan di lapangan, tidak benar kalau dikatakan di Papua itu mayoritasnya ialah non muslim. Cuma memang disini ada manipulasi data sensus. Di masyarakat Papua itu ada masyarakat muslim. Kemudian masyarakat atau komunitas Kristen, dan komunitas animis atau non agama.
Dimana letak manipulasinya ? Berdasarkan Undang-undang Otonomi Khusus maka mulai di pisahkan yang asli dan yang non asli, dipisahkan dari segi etnis. Walaupun sudah tiga turunan disana tapi (kalau bukan etnis asli) dianggap non asli. Kemudian setelah pemisaan itu yang asli hanya diklasifikasikan menjadi dua saja. yaitu Kristen dan Islam tidak ada klasifikasi animis. Jadi, kelompok animis dimasukan dalam kelompok gereja. Sehingga dengan demikian jumlah angkanya tinggi, berlipat. Sebagai milisi, anggota Laskar Jihad dibekali keterampilan beladiri, bahkan ilmu perang.
Panglima Laskar Jihad, Jafar Umar Thalib, yang ditemui Bangkit di markasnya, kawasan Cempaka Putih, Jakarta, pekan lalu, mengakui, pihaknya memang tengah gencar melakukan perluasan jaringan dakwah Islam, termasuk ke Papua, lewat FKASJ.”Kegiatan utamanya, ya, dakwah Islam,” kata Ustadz Jafar, menepis kekhawatiran kelompok nonmuslim. Bila benar, dakwah-lah yang hendak dikumandangkan di Papua, maka masuk akal bila FKASJ tak perlu memboyong Laskar Jihad ke Papua.
FKASJ begitu gesit ,hanya dalam hitungan bulan, kata Jafar sudah tujuh pimpinan Daerah (DPD) organisasinya yang terbentuk. Antara lain di Jayapura, Sorong,Fak-fak, Timika, Nabire dan Manokwari. ”Satu lagi nama daerahnya, saya lupa,” akunya.
Nah, apa yang dimaksud Jafar sebagai kegiatan dakwah disana itu diidentik dengan sebuah gerakan fundamentalisme Islam oleh kelompok non muslim.
Ketua Komite Solidaritas Rakyat Irian, Hengki Jhon. Menanggapi hati-hati. Tokoh pemuda yang berbasis di Jakarta itu mengatakan, sah-sah saja Laskar Jihad bermukim di Papua, asal, Tidak menyulut onar,”
“Pada tataran praktis memang nggak. Tapi pada tataran isu, itu sudah meresahkan,”tandas Hengki Jhon.
Kata Hengki, potensi gawat sebenarnya bukan pada interprestasi yang aneh-aneh ihwal sepak terjang Laskar Jihat. Namun lebih pada kemungkinan pihak ketiga memanfaatkan letupan-letupan keresahan non muslim.
Taruhlah, misalnya, keinginan pihak ketiga meng-Ambon-kan atau meng-Poso-kan Papua! Seperti Ambon dan Poso, tutur Hengki, militer mungkin saja akan main-main di Papua dengan modus yang sama.
Apalagi dalam hal ini, TNI pada posisi terpojok, dituduh sebagai pelanggar HAM,”ujar Hengki. Nah, dicurigai, ada scenario menyulut pelanggaran HAM baru. Yang seolah-olah sipil antar sipil, bukan sipil lawan tentar
Namun terlepas dari spekulasi itu di sisi lain.kata Dynno Chressbon, pengamat Intelijen, bisa dipahami kalau kelompok non muslim susah membedakan gerakan dakwah dan gerakan garis keras pada image (citra) Laskar Jihad.
Sebab sosok Laskar Jihad yang bersenjata ala tentara siap perang, memang sulit dipisahkan dari kesan radikal. Meskipun belum tentu menyulut potensi benturan, kata Dynno, paling tidak kehadiran Laskar Jihad dengan gerakan dakwah ahlus sunnah wul jamaah-nya menimbulkan kesiagapan di komunitas lain.
“Kalau benturan sih belum, tapi setidaknya meresahkan,”katanya,” Senada dengan Dynno, pengamat militer MT Arifin mengatakan, akar masalahnya bukan dikotomi muslim non muslim, Masalah muncul setelah ada pihak yang dicurigai menyebarkan agama.
“Tetapi itu kalau kaitannya dengan persoalan-persoalan diluar itu, ya sangat tergantung apa yang dilakukan disana,” komentarnya.
Namun Jafar Umar mengatakan kekhawatiran dan asumsi miring terhadap laskar yang dipimpinya terlalu berlebihan.”Jangan mengartikan Jihad secara sempit, seolah identik dengan perang saja. Padahal dakwah melawan kebatilan pun jihad, kan?” Bantah Ja’far.
Menurutnya, pengabdian Laskar jihad untuk ikut menjaga keutuhan wilayah negara pun bisa diartikan sebagai sebuah juhad yang mulia. “Meskipun caranya tidak selalu dengan perang.” Imbuhnya.
Zona Damai
Sepanjang tujuan mereka dalam membarikan pembekalan atau pendidikan agama kepada saudara-saudara kita umat Islam, dimana-mana kan nggak ada larangan.
Kalau mereka (laskar jihad)200 anggotanyapergi ke Papua dengan misi mulia, misi keagamaan, kan nggak mungkin , kan (terjadi ketegangan dengan masyarakat setempat). Itu tergantung niatnya saja, kan? Nggak tahu di balik itu, kan? Tetapi sepanjang itu murni saya kira nggak ada masalah.
Lebih baik bersikap objektif. Artinya, dari semua umat, semua agama disana kan punya kebebasan. Kristen, Katolik, Budha, Islam, semua kan punya kebebasan dimana-manakecuali ajaran-ajaran yang dilarang pemerintah. Kalau menurut hukum itu diakui, mengapa tidak?
Saya kira mungkin saja reformasi sampai sekarang, daerah yang kondusif adalah Papua. Karena, sejak awal memang sudah dicanangkan Papua sebagai zona damai, kan? Ada kerja sama kemitraan antara unsur pemerintah, birokrasi maupun aparat keamanan dan tokoh-tokoh agama. Dan itu saya pikir berjalan cukup intens, agar setiap ada gejolak yang berbau SARA itu bisa segera di padamkan.
Kita mempertahankan itu, dengan komitmen Papua sebagai zona damai sampai sekarang ini. Kasus yang menonjol disana hanya November kemarin, kematian pak Theys saja. Saya pikir tidak perlu kita besar-besrkan itu. Yang penting bagaimana kita bisa menyelesaikan berdasarkan hukum dan prosedur yang berlaku disana. (Junianto Setyadi) |